Mora dan temannya memandangi satu sama lain, terheran-heran. Tak salah sih jika ada yang iri dengan Arcadis sehingga membuat keributan, tapi orang itu kenapa nekat sekali?
"Urusnya nanti aja." Ucap Mora langsung dijawab anggukan teman-temannya.
Mentari mengeluarkan berkas yang dibawanya, "Ini, ada lomba OSN dari sekolah lain, siapa yang mau ikut?"
"Mungkin kita bisa minta anggota lain, biar mereka ada kerjaan. Penuhin target juga, tiga prestasi per orang setiap tahun, kalo gak? Mereka harus keluar Arcadis, kasian." Usul Ally.
"Boleh. Share ke grup aja."
Naykilla langsung memfoto berkas itu, dan langsung mengirimnya ke grup Line Arcadis. Semua isi grup itu adalah info tentang perlombaan dan grafik prestasi para anggotanya yang selalu diurusi oleh si kembar. Si kembar memang pandai dalam bidang IT.
"Ayo, balik ke kelas."
"Gue tebak, Mora bakal dapet seratus lagi." Ucap Bertha.
"Gak yakin. Gue gak sempet belajar kemaren."
"Jokes orang pinter kadang lucu, sampe bikin pengen mukul." Ucap Mentari sengit.
Sesampainya di kelas, guru Mora yang berkumis tebal itu langsung membacakan hasil ulangan.
"Nadrelly, sembilan puluh."
"Naykilla, sembilah puluh tiga."
"Bertha, sembilan puluh lima."
"Allison, sembilan puluh."
"Quinella, sembilan puluh delapan."
"Moranna," Bapak kumis tebal itu memandangi Mora sebelum akhirnya memijit pelipisnya. "Sembilan puluh sembilan koma lima."
"Kurang teliti satu nomor, Mora. Usaha terus ya."
Mora hanya memandangi gurunya itu dengan tatapan aneh. Dasar perhitungan nilai, pake koma-koma segala.
"Berikan tepuk tangan pada Romeo." Ucap Pak Kumis itu tiba-tiba.
Seisi kelas ricuh, pasti Romeo mempunyai skor tertinggi di kelas. Hanya Mora yang tidak memberikan tepuk tangannya untuk Romeo, malas.
"Romeo, kamu dapat sembilan puluh sembilan koma enam."
Mora membelalakan matanya, mana gunting rumput? Rasanya gadis itu ingin membabat habis kumis pak gurunya itu.
Mora melirik ke arah cowok itu, wajah Romeo terlihat pucat pasi. Mungkin terkejut dengan sistem Pak Kumis itu.
"Oke, anak-anak, hari ini tidak ada yang remidial, bagus sekali, sampai jumpa."
"Pergi lah sono." Cetus Mora pelan lalu menenggelamkan kepalanya di tangan yang menjadi tumpuan.
"Sutt.. Sutt.." Bisik Ally.
"Ape sih?!" Sergak Mora galak. Dia badmood.
"Hari ini mau samperin Klandestin?"
"Gak usah. Susun rencana dulu aja."
"Oke."
Mora tertidur pulas, ternyata guru selanjutnya itu tidak masuk karena sakit demam berdarah. Dia sedang memohon sekali agar tidak ada guru pengganti yang masuk ke kelasnya.
"Lo kalah nol koma satu dari gue."
Persetan. Mora ingin menampar laki-laki itu sekarang juga.
"Oh ya, tentang taruhan itu, kayaknya gue menang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Arcadis [SEQUEL OF 'BASKARA']
Teen Fiction"Gue gak pernah nyangka akan bunuh kakak kandung gue sendiri." "Gue juga gak nyangka bakal dibunuh sama adik kandung gue sendiri." - Moranna Friska Quinnix. Dia orangnya. Si ketua geng besar bernama Arcadis yang tidak pernah takut apapun. Lalu muncu...