WARNING!
MANY SENSITIVE PARTS!
BAGI YANG KE TRIGGER KALAU MEMBACA KEKERASAN (percobaan bunuh diri, darah, dan lainnya) HARAP JANGAN LANJUT MEMBACA
BE A WISE READER
****
Dengan air mata yang masih membanjiri wajahnya, Mora menggas kencang Barbie-nya itu sampai kecepatan di atas rata-rata membuat angin yang tadinya membelai menjadi menusuk kulitnya dengan begitu tajam. Mora tahu bahwa seharusnya selama masih ada kesempatan untuk menemui Romeo, ia menghabiskan waktu dengan laki-laki itu. Namun ia juga tahu bahwa cinta bukanlah hal yang tepat pada dirinya. Sejak kecil pun dia tidak tahu apa artinya cinta dan rasa sayang karena yang selama ini ia tahu hanyalah obsesi dan dendam.
Dengan sangat mendukung, hujan tiba-tiba turun deras, membasahi tubuh Mora yang sudah menggigil sejak tadi. Ia semakin khawatir saat mobil di belakangnya terus saja mengedipkan lampu nya. Ia tidak tahu mobil siapa itu.
"MORA!" Suara itu kembali membawa amarah padanya.
Mora semakin melajukan sepeda motornya kencang, tak peduli jika memang takdirnya ia mati sehabis ini.
"Mora! Pelan-pelan!"
Mau apa lagi Dilon? Batinnya.
Sial sekali gadis itu harus memelankan kendaraannya karena terdapat beberapa mobil yang menghalanginya di depan, padahal waktu sudah menunjukkan larut malam namun jalanan masih saja tak lenggang. Mora berhenti di tepi trotoar, diikuti mobil milik Dilon di belakangnya. Mora tahu laki-laki itu akan memanfaatkan keadaannya yang lemah, maka dari itu ia mengeluarkan pisau lipat dari sakunya.
"Mau apa lo?"
"Gue cuma mau jagain lo."
"Bullshit!"
"Mora, percaya sama gue sekali ini aja."
"Gak mau."
"Mora, gue udah mikirin hal ini mateng-mateng, gue mau kasih tau lo sesuatu, tapi gak di sini." Gadis itu masih menatap Dilon was-was. Di hati kecilnya, Mora tahu Dilon sayang padanya.
"Mora, please... Ikut gue, sebentar aja."
Akhirnya Mora masuk ke dalam mobil Dilon, laki-laki itu kemudian membawanya ke tempat yang agak sepi, memang masih banyak orang yang lewat, namun tak sepadat jalan raya tadi.
"Mau ngomong apa?"
"First of all, gue takut lo bunuh gue."
"Gak usah basa-basi!"
"Gue sayang banget sama lo, gue udah anggep lo adik kandung gue sendiri, sejak gue tahu. Emang awalnya gue bener-bener benci sama lo dan pengen ngehancurin lo."
"Sampe sekarang masih kan? Udah deh, to the point aja."
"Gue bukan mau menghancurkan lo, tapi Romeo. Tapi lo selalu terlibat sama lo makanya kelihatannya gue mau jahatin lo, padahal enggak, Mor."
"Gue gak peduli lagi sama Romeo. Cuma itu doang yang lo mau omongin?"
"Engga, ada satu hal lagi." Dilon menjeda perkataannya, terlihat ragu-ragu. Karena jika Mora mengetahui hal ini, ia yakin Mora akan mengejar untuk membunuhnya.
"Gue minta maaf, Mor. Gue bodoh."
"Cepetan!"
"Gue selama ini tahu apa yang terjadi sama Servina." Dilon menghela nafasnya, seandainya ia akan mati di tangan adiknya sendiri pun, ia tahu bahwa itu yang ia pantas untuk dapatkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arcadis [SEQUEL OF 'BASKARA']
Teen Fiction"Gue gak pernah nyangka akan bunuh kakak kandung gue sendiri." "Gue juga gak nyangka bakal dibunuh sama adik kandung gue sendiri." - Moranna Friska Quinnix. Dia orangnya. Si ketua geng besar bernama Arcadis yang tidak pernah takut apapun. Lalu muncu...