Kembali ke kehidupan biasa adalah suatu yang selalu Mora impikan selama ini. Setelah segala kekacauan yang terjadi di balik sana, Mora akhirnya mengerti kenapa segalanya terjadi pada gadis itu. Mungkin semesta menginginkan Mora menjadi seseorang yang semakin dewasa lagi, bertanggung jawab, dan tidak cepat menaruh dendam pada siapapun. Hari ini, Mora memutuskan untuk menyerahkan Dilon dan segala yang membantunya menutupi kasus Servina ke kantor polisi. Biarlah sekarang pihak yang berwajib yang mengurusi urusan itu, karena Mora tidak lagi ingin terlibat dengan segala masa lalunya. Lagipula, saat ini Servina sudah sangat membaik, dia mulai dapat berekspresi entah itu bahagia, marah, bahkan ia sudah dapat berbuat iseng kepada Mora seperti sedia kala.
Jika kalian bertanya mengapa tiba-tiba bersikap seperti ini, begitu banyak hal yang terlewat yang tidak dapat diberitahukan satu-satu detailnya. Mulai dari Romeo yang perlahan menyembuhkan luka dalam hatinya, Romeo yang berhasil membuktikan bahwa cinta itu benar adanya, Romeo yang membuat Mora bisa tersenyum lima kali lipat dibanding hari-hari sebelumnya. Semua bantuan dari Romeo membuat hati Mora semakin terbuka, bahwa selama ini, mungkin dialah penjahat dalam cerita hidupnya sendiri. Bagaimana impulsif dirinya dalam menghadapi masalah membuat gadis itu dapat memaafkan segala yang Dilon dan sekutunya perbuat padanya.
"Bengong aja."
"Eh?" Ucap Mora sadar dalam lamunannya.
"Kelas berisik gini masih bisa ngelamun ya?"
"Yaudah sih."
"Mikirin apa, sayang?" Mora mendelik.
"Geli lo!"
"Biasanya sama temen-temen lo, mereka mana?"
"Lagi ke kelas sebelah, si Allison lagi suka godain Ferly." Ferly adalah salah satu murid pintar yang culun, seperti kita semua tahu bahwa Allison sangat iseng, sekarang gadis itu sedang membuat Ferly jatuh cinta padanya. Padahal isu-isunya Ferly merupakan seorang penyuka sesama laki-laki.
"Mau makan?"
"Udah kenyang. Temen lo mana? Sekarang gak suka keliatan lagi."
"Zanquen udah lima hari gak masuk sekolah." Balas Romeo, Mora sudah tahu alasannya, Zanquen memang memiliki gengsi teramat tinggi, bahkan lebih tinggi dari Mora. Ia tidak akan punya cukup keberanian untuk menatap muka Mora lagi setelah mengetahui kebenarannya, mungkin.
"Yaudah, gue mau nyamperin mereka." Ucap Mora.
"Iya."
Baru saja Mora berjalan sekitar dua meter melewati koridor, Romeo sudah mengejarnya dan memeluknya dari belakang.
"Segitu cintanya ya lo sama gue?"
"Iya."
"Lepas ah!"
"Sabar, cantik."
"Kenapa sih?"
"Gue sayang sama lo, plus lo lagi bulanan ya? Bocor." Ucap Romeo dan mengikatkan jaketnya di pinggang Mora.
Mora merutuki dirinya sendiri di dalam hati, bagaimana dirinya bisa begitu kegeeran terhadap tindakan Romeo?
"Jaket lo putih."
"Terus?"
"Ya, nanti jadi merah."
"Yaudah gapapa."
"Kok gapapa sih?"
"Tinggal beli baru. Udah, sana. Gue tinggal tanding basket dulu ya?" Mora hanya mengangguk. Memang minggu ini merupakan pekan olahraga, jadi semua kelas berlomba-lomba unjuk kemampuan olahraga mereka dalam ajang ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arcadis [SEQUEL OF 'BASKARA']
Teen Fiction"Gue gak pernah nyangka akan bunuh kakak kandung gue sendiri." "Gue juga gak nyangka bakal dibunuh sama adik kandung gue sendiri." - Moranna Friska Quinnix. Dia orangnya. Si ketua geng besar bernama Arcadis yang tidak pernah takut apapun. Lalu muncu...