Sudah seminggu sejak kejadian itu Mora tak pernah melihat Romeo muncul di hadapannya lagi. Sudah seminggu pula Mora hanya mejadi gadis kupu-kupu di sekolah, datang dan pulang tepat waktu tanpa menarik perhatian siapapun. Sudah seminggu Romeo tidak masuk sekolah, entah karena masih berada di rumah sakit, Mora juga tak begitu peduli lagi. Sejak kejadian itu, nama geng-geng besar menjadi tersorot oleh media karena memakan cukup banyak korban jiwa. Mora sendiri juga tidak tahu siapa yang membocorkan segala hal yang terjadi seminggu lalu. Mora sangat anti meminta tolong pada Harris. Namun karena kejadian itu, ia harus meminta bantuan Harris untuk membersihkan nama baiknya, sekaligus nama baik Harris yang pada akhirnya akan terbawa juga.
Dering ponsel gadis itu di atas nakas membuatnya sadar dari renungannya, "Halo, kenapa?"
"Lo yakin gak mau lanjutin penyelidikan?"
"Gak."
"Kenapa, Mor?"
"Capek."
"Udah seminggu lo jawab capek terus, healing lo belom selesai sampe sekarang?"
"Belom." Orang yang berada di seberang telfon itu menghela nafasnya, entah apa yang membuat ketua Arcadis itu menjadi sangat pasif sekarang, tak berambisi lagi, hidup namun tak bernyawa.
"Gue tutup dulu."
"Tap-" Mora melemparkan ponselnya ke atas nakas. Belakangan ini ia menjadi sangat malas mengurusi hal-hal yang seharusnya tak usah terjadi sejak awal. Ia malas menyelidiki dan menyelesaikan kasus Servina, seharusnya tidak usah seperti ini kan sejak awal? Sekarang dia tahu, dendam tak akan menyelesaikan segalanya.
Suara ketukan pintu kembali menyadarkan dia dari lamunannya.
"Siapa?"
"Servina."
"Masuk."
Servina berdiri di depan pintu kamar Mora yang sangat luas itu. Keadaan Servina sudah sangat membaik. Ia mulai bisa berkomunikasi dengan benar, ia bisa mengenali Mora, ia bisa mengetahui raut wajah senang, sedih, dan marah. Setidaknya hal itu sudah lebih dari cukup bagi Mora.
"Mora kenapa?"
"Gak apa-apa."
"Sedih?"
"Gak. Kakak ngapain di sini?"
"Mau lihat kamu."
"I'm fine. Totally fine. Just think about yourself."
"Kamu adik aku."
"Terus?"
"Harusnya aku jaga kamu." Dan ya, Servina memang kembali menjadi seperti anak kecil.
"Gue gak apa-apa. Mending lo istirahat, kak."
Servina kembali ke kamarnya, tanpa menutup pintu kamar Mora, sembari termenung membuat Mora sedikit bersalah karena sudah mengusirnya secara halus. Namun memang Mora sedang sangat tidak bisa diganggu. Dia sudah menghabiskan hampir seluruh waktunya di dalam kamar. Bahkan ia tak sempat untuk ke kamar mandi setiap kantung kemihnya terasa penuh. Sibuk melamun. Ia sibuk memikirkan apa saja yang dapat ia pikirkan. Mulai dari keberadaan Romeo sampai reaksi Cemara dan Baskara terhadap dirinya yang sekarang mungkin sudah tak terpandang baik lagi di mata mereka.
Mora mengedarkan pandangannya pada walking closet-nya yang sudah teronggok selama seminggu tak disentuhnya. Padahal biasanya ia dapat menghabiskan waktu berjam-jam di sana. Sepertinya, tidak adanya Romeo di hidupnya benar-benar membuat Mora kacau. Akhirnya Mora memutuskan untuk berpakaian seadanya dan keluar dari rumah menggunakan Barbie-nya. Ia hanya ingin menghirup udara segar, sekalian ingin melewati rumah Romeo yang tak begitu jauh dari rumahnya. Memang seperti tidak tahu diri, tapi Mora tidak peduli, yang ia ingin tahu sekarang adalah apakah Romeo baik-baik saja. Atau mungkin lebih baik tanpa dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arcadis [SEQUEL OF 'BASKARA']
Teen Fiction"Gue gak pernah nyangka akan bunuh kakak kandung gue sendiri." "Gue juga gak nyangka bakal dibunuh sama adik kandung gue sendiri." - Moranna Friska Quinnix. Dia orangnya. Si ketua geng besar bernama Arcadis yang tidak pernah takut apapun. Lalu muncu...