Buku abu-abu tebal yang lusuh tersebut menunjukkan beberapa coretan karya tulis dari jemarinya.
Aksa tersenyum manis, membaca setiap kata demi kata yang ia tulis dengan ditemani langit malam ini.
Tak ada bintang atau rembulan yang akan menemaninya lagi, ntah kemana perginya, yang jelas dia hanya sendiri tanpa ada yang bersedia menjadi teman curhatnya, selain menuangkan semua permasalahannya kepada buku.
Mungkin mereka bosan mendengar keluh kesah yang tiada ujungnya. Membuatku sadar, bahwa gak semua akan selalu stay saat kita membutuhkannya, karena pada akhirnya kita akan sendiri.
Mulai sekarang biasakan diri tanpa kehadiran siapapun, jangan bergantung terus-menerus karena rasanya gak enak.
Apalagi dikhianati sama sahabat sendiri, hati ini rasanya bagai ditusuk beribu-ribu jarum yang lama kelamaan dapat membunuh. Belum pernah? Coba deh, rasain sensasinya!
Duh jadi curhat kan:)
Tok! Tok! Tok!
"Aksa, Bunda boleh masuk?" Tanya Vina dari luar.
"Masuk aja, Bund."
Perempuan paruh baya tersenyum hangat melihat putranya yang sedang menyibukkan diri dengan menulis. Mungkin dengan menuangkan isi hatinya lewat tulisan, bisa sedikit melupakan masalah yang dialaminya.
Vina sebenarnya seperti ibu-ibu di luar sana yang kepo dengan apa yang dilakukan anaknya. Tetapi dirinya selalu menghalau pikiran buruk, dan sebisa mungkin untuk tidak membuka diary book milik Aksa.
Karena semua orang butuh privas, termasuk anaknya, bukan?
"Bunda cuma mau ingetin jangan lupa minum obatnya, biar kamu cepat sembuh." Ucap Vina lembut.
Aksa berhenti menulis. Lalu, menatap Bundanya. "Aksa udah gak punya harapan buat hidup, Bund."
"Kamu gak boleh ngomong gitu, Bunda gak suka. Emang kamu tega ninggalin Bunda sama Ayah sendirian? Gimana sama Arvind? Dan gimana keinginan kamu menikah dengan Rea?"
Sebenarnya, Vina maupun Marvel sudah tau jika anak satu-satunya itu mencintai sahabatnya sendiri, Rea. Mereka sangat mendukung pilihan Aksa, oleh sebab itulah Marvel selalu mengkode Rea kapan nikah, biar peka gitu.
Tapi sampai detik ini Rea masih tidak peka. Friendzone terkadang memang membuat kepala pusing.
"Tapi Bunda tau kan, penyakit Aksa udah sampai stadium lanjut."
"Yaudah kamu harus rutin minum obatnya jangan sampai telat."
Aksa menghapus kasar cairan bening di pelupuk matanya. "Aku capek! Setiap hari harus ketergantungan pada obat. Lagian obat cuma meredakan sakit, bukan menyembuhkan secara total."
"Masa jagoan Ayah Marvel gampang nyerah! Ayo dong, buktikan kalo kamu bisa sembuh! Ingat, kamu masih muda, masih banyak hal yang harus kamu gapai." Celentuk laki-laki paruh baya diambang pintu. Lalu, melangkahkan kakinya menuju istri dan anaknya.
"Yah, Bund. Maafin Aksa ya, udah jadi beban buat kehidupan kalian dan belum bisa buat kalian bangga."
"Kata siapa Aksa jadi beban? Kita justru mau bilang makasih, karena kamu hadir di dunia membuat kehidupan Bunda dan Ayah semakin berwarna."
Berpelukan, mereka bertiga saling berpelukan menikmati waktu kebersamaaan. Bagaikan keluarga yang lengkap dan harmonis, tapi tidak dengan kenyataannya.
Setiap manusia gak ada yang terlahir sempurna. Memang kehidupan Aksa bisa dibilang tercukupi semua kebutuhannya, tanpa terkecuali. Ada satu kekurangan dalam dirinya, yaitu penyakit mematikan yang dideritanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALGORITMA [SELESAI]✓
Teen FictionLepas-Ikhlas-Tuntas. Terimakasih telah membuat cerita singkat bersamaku kemarin. ••• Selamat bertemu di titik terbaik menurut takdir. ••• Ini tentang Ansel Arganta Aldridge, si kepala batu yang belum bisa berdamai dengan masa lalunya. Dan juga tenta...