Kini, gadis berparas cantik sedang duduk termenung sendirian di teras rumah milik Aksa. Tadinya sih, ia mau numpang menginap tapi sahabatnya itu belum juga pulang.
Tidak ada kabar darinya seharian ini. Tidak satu dua kali Aksa dan keluarganya pergi tanpa pamit seperti ini, bahkan bisa dikatakan sering.
Lo kemana sih, Sa?
Pikirannya mulai berkecamuk tentang hal yang tidak-tidak. Dirinya mencoba menghubungi nomer laki-laki itu, tapi nyatanya tidak aktif. Mencoba menghubungi teman basecamp dan teman sekolah, tidak ada satupun yang tau Aksa pergi ke mana.
Angin malam menembus kulit putihnya, dingin yang pertama kali ia rasakan. Dirinya menggosok gosok kedua lengan tangannya sambil mendongak menatap langit yang indah.
Cahaya rembulan dan bintang yang menemaninya. Begitu sempurna ciptaan Tuhan malam ini. Kenangan bersama sahabatnya, membuat senyum manis terbit dari wajahnya.
Flashback on.
"Malam ini spesial bagi gue, Sya."
"Kenapa?" Tanya Rea mengerutkan keningnya.
"Karena gue masih diberi kesempatan bernafas dan duduk berdua sama lo sampai detik ini sambil melihat ciptaan Tuhan yang begitu indah." Jelasnya sambil menatap Rea.
Rea mengerjapkan mata berbinar. "Ciptaan Tuhan? Maksudnya gue? Makasih, Aksayang!"
"Maksud gue, ciptaan Tuhan, bulan sama bintang itu." Balas Aksa ngakak sambil menunjuk dagunya ke langit.
"Bangke lo, emang!" Desis Rea memalingkan wajahnya malu.
"Tapi ada yang lebih mengagumkan dari bulan dan bintang." Kata Aksa serius. "Manusia yang ada di depan gue saat ini." Lanjutnya sambil menatap wajah Rea intens.
Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Bisa dikatakan dirinya sedang salting sekarang, kelihatan dari pipinya yang memerah.
Dirinya senang bukan main. Sangking senangnya sampai ingin terbang ke kayangan. Sayangnya, ia tidak mempunyai selendang untuk ke sana. Yaudah gak jadi!
By the way, kalo pake sayap ayam bisa gak sih?
"Lo tuh manusia kedua paling sempurna di mata gue setelah Bunda, Sya. Sosok yang selalu ingin buat gue ngejagain lo. Bagi gue, lo tuh ibaratnya malaikat." Ucapnya yang mampu membuat seorang Rea senyum-senyum.
"Iya, malaikat maut, Sya." Tawa Aksa pecah begitu saja.
"Sial! Gue kena jebakan batman lagi kan? Padahal udah terlanjur baper nih!" Gumam Rea pelan.
Gadis itu menetralkan raut wajahnya agar sahabatnya itu tidak curiga kalau sebenarnya ia baper dengan kata-katanya.
"Sya, suatu saat kalau lo rindu gue, lo lihat bintang di langit. Anggap aja, bintang yang bersinar paling cerah diantara lainnya, itu gue. Tapi lihatnya harus pas malam, soalnya kalau siang suka gak ada."
"Kenapa harus bintang?" Tanya Rea sambil mendongak menatap bintang-bintang yang bertaburan.
"Ya, gapapa, bintang tuh indah. Lagian, bintang gak mau jauh-jauh dari bulan. Jika salah satu dari mereka tidak ada, langit malam akan terasa kurang sempurna."
Aksa menghela nafas dalam-dalam. "Gue harap suatu saat lo mau jadi penyempurna hari-hari gue, layaknya bintang dan bulan."
"Tapi gue pengen jadi matahari, Sa." Keluh Rea.
"Alasannya?"
"Karena kalo gue jadi matahari, gue bisa memberantas orang-orang jahat biar jadi gosong dan gue bisa jadi pahlawan." Balas Rea dengan bangganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALGORITMA [SELESAI]✓
Novela JuvenilLepas-Ikhlas-Tuntas. Terimakasih telah membuat cerita singkat bersamaku kemarin. ••• Selamat bertemu di titik terbaik menurut takdir. ••• Ini tentang Ansel Arganta Aldridge, si kepala batu yang belum bisa berdamai dengan masa lalunya. Dan juga tenta...