Rea baru saja selesai mengobrol dengan Mamanya lewat telepon. Rena selalu menanyakan kabarnya, tapi kali ini Mamanya itu berusaha menguatkan Rea.
"Re, gimana kabar kamu?" Tanya seseorang di sebrang sana.
"Baik. Gimana kabar Mama di sana? Jangan telat makan ya, jaga kesehatan juga."
"Iya, Sayang. Kabar Mama juga baik."
"Katanya hari ini Diva tunangan, kamu datang ke acaranya?"
Rea terdiam, lalu berusaha tersenyum, meskipun rasanya sesak. Pemadangan itu tak luput dari penglihatan Aksa yang sedang mengendarai mobil di sampingnya. "Iya datang, Mah."
"Yang sabar ya, Re." Perkataan dari Rena mampu membuatnya membatu.
"Sabar kenapa, Mah? Rea gak kenapa-napa."
"Gak usah pura-pura, Re, Mama udah tau semuanya. Yang tunangan sama Diva kan laki-laki yang pernah kamu bawa ke rumah kan? Pacar kamu kan? Siapa itu namanya? Nah, iya, Ansel."
Hati Rea sangat perih mendengarnya. Begitu sakit, apalagi nanti kalo dirinya melihat secara langsung? Apa ia bisa rela?
"Yang kuat ya, anak Mama pasti bisa ikhlas. Mungkin dia emang gak terbaik buat kamu. Percaya deh jodoh gak akan kemana-mana. Ikhlasin ya?" Rena berusaha menguatkan anaknya. "Yaudah, Mama tutup ya telponnya, ada klien yang mau pesan pakaian."
Sambungan terputus secara sepihak. Perkataan Rena kembali berputar dalam otaknya. Apa dirinya bisa ikhlas? Apa dirinya bisa melewati semuanya?
"Are you okay, Sya?" Tanya Aksa membuat lamunannya buyar.
"Eh? Iya, gue baik-baik aja kok." Balasnya lirih. "Udah sampe, ya?" Tanya Rea mengedarkan pandangannya kearah luar yang ternyata mereka sudah berada di parkiran hotel.
"Kalo gak kuat mending kita pulang aja ya? Jangan dipaksain, kasihan hati lo." Kata Aksa menatap wajah gadisnya.
"Gue kuat, Sa. Ayo ih, keburu mulai acaranya." Rea keluar dari mobil diikuti dengan Aksa.
Dirinya menatap hotel di depannya itu. Lalu, menghela nafas panjang. Tekadnya sudah bulat bahwa dia harus masuk dan harus menerima semua kenyataan pahit ini.
Aksa berusaha menguatkan dengan cara mengaitkan jari-jarinya dengan jari-jari Rea. Memberi semangat bahwa gadisnya tak sendirian, karena masih ada dirinya. Syukurnya gadis itu tak berkomentar apapun. Rea diam karena sedang berdebat dengan pikirannya sendiri.
Mereka berdua melangkahkan kakinya memasuki ruangan yang akan digunakan untuk acara saudara tirinya. Banyak pasang mata yang melihat mereka dengan takjub.
Bagaimana tidak? Rea yang memakai gaun elegan warna hitam, jepitan rambut yang terpasang indah di rambut terurainya, serta make up tipis yang membuat dirinya lebih natural. Sedangkan Aksa memakai tuxedo berwarna hitam juga. Laki-laki itu kelihatan lebih berwibawa jika seperti ini.
Mereka benar-benar seperti pasangan serasi pada malam ini. Aksa dan Rea memilih duduk di kursi yang sudah di sediakan. Sebenarnya laki-laki yang duduk berhadapan dengannya ini ingin menyalami Aldo, Della, Diva, dan Ansel, namun tak jadi karena Rea menyuruh untuk duduk saja.
Bukan tanpa alasan, dirinya hanya malas saja bertatap muka langsung dengan keluarga baru Papanya itu, seolah-olah tidak ada masalah yang terjadi di antaranya. Ia sangat malas untuk berpura-pura.
Di atas panggung, MC menyapa para tamu dengan sangat ramah. Setelah cukup berbasa-basi, MC itu menyambut Diva yang malam ini sedang merayakan ulang tahun.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALGORITMA [SELESAI]✓
Fiksi RemajaLepas-Ikhlas-Tuntas. Terimakasih telah membuat cerita singkat bersamaku kemarin. ••• Selamat bertemu di titik terbaik menurut takdir. ••• Ini tentang Ansel Arganta Aldridge, si kepala batu yang belum bisa berdamai dengan masa lalunya. Dan juga tenta...