"Lo laper gak?" Tanya Aksa sambil mengendarai motor miliknya.
"Gue sehat kok."
"Sejak kapan lo ganti jenis kelamin jadi cowok?"
"Gue waras, enggak perlu dibawa ke RSJ segala!"
Perbincangan kedua manusia nyeleneh itu membuat suasana perjalanan menjadi lebih asik.
Angin yang berhembus membuat Rea refleks merentangkan kedua tangannya, menikmati angin yang menerpa wajahnya. Untungnya sih, jalanan gak terlalu padat pengendara.
Nyaman.
Rea memejamkan mata, satu persatu memory kenangan bersama keluarganya dan Aksa tiba-tiba berputar, seperti kaset rusak.
"Gue cinta sama lo, Sya."
"Hah?"
"Bertahun tahun gue memendam perasaan ini sendirian, karena gue enggak mau merusak persahabatan diantara kita. Gue tau ini konyol, tapi kenyataannya gue udah lama jatuh cinta sama lo, Sya."
"Menurut gue hal yang paling rumit adalah terjebak friendzone. Lo tau kenapa? Karena mereka harus memilih antara mempertahankan persahabatan atau mengutarakan perasaannya. Keduanya memiliki konsekuensi yang berat."
Aksa menarik nafas berat. "Dan itu yang selama ini gue rasakan."
"Hah? Lo ngomong apaan sih, Sa? Soalnya suara lo gak kedengaran." Saut Rea yang samar samar mendengar perkataan Aksa.
"Enggak kok." Balas Aksa tersenyum paksa.
Mungkin emang belum waktunya, gue mengungkapkan perasaan ini.
Jika diungkapkan akan merusak persahabatan, tapi jika dipendam sakit.
Tuhan, kenapa kau menciptakan perasaan serumit ini?
Aku lelah mencintai seseorang yang belum tentu dia juga mencintaiku kembali.
Andai perasaan ini gak pernah hadir, mungkin rasa sakitnya masih bisa terobati, enggak bakal separah saat ini.
Mencintai dalam diam dan menjadi pengagum rahasia ternyata enggak segampang yang dibayangkan.
Semuanya butuh pengorbanan.
"Wait, Sa, jangan bilang lo amnesia? Ini bukan jalan ke arah rumah kita. Harusnya tuh, belok kanan bukan belok kiri. Gimana sih, lo?" Tanya Rea kelewat sebal.
"Siapa bilang gue bakal nganterin lo pulang? Gue mau ajak lo ke basecamp."
Tanpa sengaja mata Aksa tertuju pada sebuah tempat yang berada di pinggir jalan. Dengan iseng, ia menepikan motornya dihalaman tempat tersebut.
Kerutan di dahi Rea terlihat jelas. "Eh? Ngapain kita berhenti di sini?"
"Ngelayat."
"Hah?"
"Menurut lo, kalau orang-orang ke KUA itu suka ngapain?"
"Kebanyakan pada ngurusin soal akad nikah gitu." Balasnya yang masih belum paham.
"What? Lo mau nikah? Parah sih, lo hamilin anak orang sampai mau menikah dalam usia dini." Teriak Rea heboh, setelah otak lemotnya kembali berfungsi.
"Astagfirullah, pikiran lo udah kelewat jauh." Ucap Aksa menyugar rambutnya frustasi.
"Gue cuma mau pemanasan."
"Hah?" Tanya Rea kebingungan, sambil menatap sekitar halaman KUA yang sepi.
"Ck! Suatu saat gue juga mau nikah, mangkanya sekarang pemanasan dulu, biar gak kaku."
"Emang udah ada calonnya?" Ejek Rea tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALGORITMA [SELESAI]✓
Roman pour AdolescentsLepas-Ikhlas-Tuntas. Terimakasih telah membuat cerita singkat bersamaku kemarin. ••• Selamat bertemu di titik terbaik menurut takdir. ••• Ini tentang Ansel Arganta Aldridge, si kepala batu yang belum bisa berdamai dengan masa lalunya. Dan juga tenta...