49-Peri Kecil

144 27 4
                                    

Jangan pernah menaruh harapan kepada manusia, jika tak ingin kecewa.

•••

Rea sedang uring-uringan di kamar, bingung mau menyibukkan diri dengan kegiatan apa lagi, semuanya sudah di cobanya. Dari masak, olahraga, menonton drakor, bahkan sampai menyulap kamarnya menjadi ala-ala diskotik.

Bedanya dia menggunakan minuman cokelat panas sebagai perayaannya. Ntah, mungkin perayaan karena hama-hama di rumahnya sedang keluar, jadi ia merasa sedikit bebas melakukan apapun.

"Gue gabut banget, gila!" Umpat Rea sebal seraya mematikan musik dj yang suaranya amat memekakkan telinga.

Sedang asik asiknya stres, tiba-tiba kaca penghubung balkon dengan kamarnya di ketuk. Terdapat siluet tubuh dibalik tirai kamarnya itu.

Jangan jangan?!

Gadis itu melotot tak percaya. Lalu, berjalan mondar-mandir dengan mengigit kuku sangking paniknya.

Rea penasaran dengan siluet tubuh seseorang itu, tapi dia juga parno jika orang itu adalah orang jahat. Terlebih dirinya hanya sendirian di rumah.

"Bagaimana kalo orang itu macem-macem sama gue?" Pikir Rea membuat bergidik ngeri.

Dengan pikiran berkecamuk dan was-was, Rea mengambil tongkat baseball sebagai senjata jika orang itu berani macem-macem.

Dia berjalan mengendap-endap, berusaha agar orang misterius itu tak mengetahui keberadaannya. Lalu, dengan gesit membuka pintu balkon kamar dan melayangkan tongkat baseball kepada orang misterius itu, namun pergelangan tangannya langsung di cekal.

"Ampun dah, Sya, ini gue, Aksa." Ujar laki-laki didepannya sambil menurunkan pergelangan tangan Rea yang masih memegang baseball. "Galak amat jadi cewek."

"Ya, habisnya lo sih, ketuk-ketuk pintu kaca balkon orang sembarangan, udah gitu gak nyebut nama. Gue kan jadi parno." Cerocos Rea mengeplak bahu sahabatnya.

"Maaf deh, Sya. Janji enggak akan ngulangin lagi. Nanti kalo lupa janji lagi." Balas Aksa dengan cengiran lebarnya. "Btw, gue mau ajak lo keluar. Mau gak?"

Rea mengerjap polos menatap Aksa. "Lo kesambet apaan dah? Atau lo kebentur apa gitu? Kok tiba-tiba jadi baik gini sama gue?" Herannya sambil mengecek dahi Aksa. "Aman kok, gak panas-panas amat." Lanjutnya.

Laki-laki berhoodie hitam itu berdecak sebal, menatap Rea jengah. "Gue selalu baik ya sama lo. Lo-nya aja yang gak peka." Ucap Aksa tak terima. "Tadi Tante Rena telfon, nyuruh gue buat selalu jagain lo selama Tante Rena pergi."

"Kata siapa gue gak peka? Gue peka kok!" Elak Rea. "Duh sosweetnya Mama Renaku." Tambahnya tersenyum seraya merangkul Aksa.

Aksa, laki-laki itu menegang ketika gadisnya tiba-tiba merangkul. Ia berdoa dalam hati, semoga Rea tidak mendengar detak jantungnya yang berpacu berkali-kali lipat dari biasanya.

"Iya, lo peka dalam berbagai hal, Sya. Sayangnya lo gak peka sama perasaan gue ke elo." Batin Aksa tersenyum miris.

Aksa berdehem menetralkan kegugupannya. "Tau gak kenapa Tante Rena nyuruh gue jagain lo?" Rea menggeleng.

"Katanya sih, takut anak satu-satunya kesepian terus jadi gila. Eh, ternyata benar kata Tante Rena, anaknya udah gila memasuki tingkat akut." Rea mencubit pinggang sahabatnya kesal.

Aksa meringis sambil mengusap-usap pinggangnya. "KDRT banget sih, lo, Sya."

"Gak like gue sama lo!"

ALGORITMA [SELESAI]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang