12. Terlalu Cepat

35 10 0
                                    


12. Terlalu Cepat

••••

Harles sudah berada di dalam rumah sakit, ia langsung berlari menuju ruang UGD seperti yang sudah diarahkan oleh resepsionis rumah sakit itu. Saat ia sampai, beberapa dokter masuk ke dalam dengan wajah yang terlihat panik. Melihat seorang dokter keluar dari ruang itu, Harles menghentikannya dan mengajukan beberapa pertanyaan.

"Dokter, bagaimana keadaan mereka? Pak Arta dan anak-anak tidak apa-apa, kan? Mereka bertiga baik-baik saja, dokter?"

"Dua anak itu, sudah dapat perawatan terlebih dahulu. Anak perempuannya, hanya mengalami luka gores kecil. Tapi anak laki-laki itu, keadaannya cukup parah. Ada pendarahan di bagian dalam, akibat terbentur dengan keras. Sepertinya, dia melindungi anak perempuan tersebut."

Harles tahu, Gerlan pasti akan melindungi adiknya. Tapi apa ia baik-baik saja, dengan keadaannya yang seperti ini?

"Lalu, bagaimana dengan Pak Arta?"

"Ia mengalami luka yang paling parah, karena saat itu ia ikut terguling bersama dengan mobilnya. Dan saat ini, kami masih melakukan perawatan."

"Dokter, apa saya boleh menemui anak-anak? Saya orang kepercayaan Pak Arta."

"Iya, silahkan. Anda boleh menemui mereka. Soal pasien yang sedang kami tangani, kami akan memberi tahu keadaannya nanti."

Harles mengangguk. "Baik, terima kasih sebelumnya, Dokter."

Dokter tersebut, kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti. Sebelum meninggalkan tempatnya, Harles menatap ruangan itu. "Pak, tolong bertahan. Demi anak-anak bapak. Mereka masih membutuhkan sosok ayah."

"Saya mohon, bertahanlah..."

Kaki Harles membawanya ke tempat Nathania dan Gerlan. Dari kaca jendela, Harles terdiam melihat kondisi mereka. Kecelakaan yang terjadi ini, terlalu besar untuk mereka. Harles memasuki ruangan itu, ranjang Nathania dan Gerlan bersampingan. Keadaan Gerlan jauh lebih buruk, wajahnya terlihat lebih pucat.

Melihat kondisi mereka, Harles tak bisa menahan tangisnya. Ia mengusap lengan Gerlan, matanya mulai terbuka perlahan. "Om Harles..."

Pria itu mendongak, ia tersenyum melihat Gerlan yang sudah sadar. "Gerlan, kamu gak apa-apa, kan? Kamu emang kuat! Makasih ya, kamu udah jagain Nathania. Sekarang, kamu pasti baik-baik aja!"

Gerlan tersenyum. Ia menoleh ke samping, tempat Nathania berbaring. "Om, Nathania baik-baik aja, kan?"

Harles mengangguk, matanya tak bisa berhenti mengeluarkan air mata. Mulutnya terasa terkunci, tak bisa mengeluarkan kata-kata.

"Om Harles, mau jagain Nathania?"

"Iya, om pasti jagain. Om juga bakal jagain kamu, Gerlan."

Gerlan menggeleng. "Tolong jagain adik-adik Gerlan ya, Om. Kalau mereka nakal, jangan marahin mereka, Om. Bilang aja, kalau Gerlan gak suka lihat mereka nakal. Dan kalau nanti Nathania sama Gilvano berantem, bilang juga sama mereka kalau Gerlan gak suka lihat mereka berantem."

"Kamu bisa bilang itu langsung ke mereka, Gerlan. Kamu gak akan pergi kemana-mana, sampai harus om yang bilang itu ke mereka."

"Semua badan Gerlan sakit, Om. Tangan sama kaki Gerlan, gak bisa bergerak. Kepala Gerlan juga sakit. Om, Nathania sama Gilvano pasti bertemu, kan?"

GILNATH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang