25. Bergantung Pada Takdir

16 4 0
                                    


25. [ Bergantung Pada Takdir]

Tetesan air mata, terjatuh pada sebuah album foto keluarga yang sedang berada dalam genggaman. Sambil memandanginya, Keysa mengusap lembut orang-orang yang ada di dalam foto itu. Ia memeluk erat, dan semakin terisak.

"Gak ada sedikitpun rasa benci saya pada kalian..."

"Mas Arta, bagaimanapun kamu pernah saya cintai. Bahkan, mungkin sampai saat ini."

"Gerlan, bunda sangat menyayangi kamu. Kamu anak bunda, yang paling bunda sayangi."

"Maaf, karena saya telah egois mas. Saya tidak pernah menyalahkan pernikahan kita. Merahasiakan kalian dari Gilvano, karena saya tidak mau lagi kehilangan Gilvano."

"Sudah cukup saya jauh dari Gerlan, tapi Gilvano akan selalu bersamaku."

Keysa sangat takut, jika Gilvano jauh darinya seperti Gerlan. Ia tidak mampu jika Gilvano juga membencinya. Merahasiakan Arta dan Gerlan dari Gilvano, adalah satu-satunya cara agar anaknya itu dapat melupakan mereka. Tetapi hingga saat ini, Gilvano selalu mengingat mereka walaupun Keysa tidak pernah membicarakannya.

Pada hari dimana ia mendengar kabar tentang mantan suami dan anak pertamanya, hati Keysa benar-benar hancur. Ia datang ke peristirahatan terakhir mereka, setelah orang lain pergi dari sana. Harles bahkan tidak tahu itu.

"Kepergian kalian terlalu cepat ... kita bahkan tidak berpamitan."

''Maafkan saya mas, maafkan bunda Gerlan. Kenapa harus kalian yang pergi? Harusnya kalian yang selamat, bukan anak itu.''

''Bunda sudah bilang bukan, anak itu adalah kesialan. Harusnya kalian mendengarkan saya.''

''Saya tidak akan pernah memaafkan dia. Jangan sampai dia muncul di hadapan saya, sampai dia atau saya mati. Semoga hidupmu tidak pernah bahagia, Nathania.''

Berdiri di ambang pintu, Gilvano melihat Keysa yang sedang menangis. Dia memeluk album foto, yang hanya ada satu-satunya di rumah itu. Namun dalam album foto tersebut, tidak ada Nathania di dalamnya.

Ia melangkah menghampiri Keysa, lalu duduk tepat di samping Bundanya. Gilvano jarang melihat Keysa memikirkan ayah serta saudaranya, sampai menangis seperti ini. Tangannya bergerak mengelus pundak sang bunda, agar dia lebih tenang. "Bunda kangen ayah sama Bang Gerlan?"

Perlahan kepala Keysa bergerak, membenarkan tebakan anaknya. "Bunda kangen banget..."

"Terus kenapa kita gak coba buat cari mereka, bund? Gilvan pasti bantu juga buat nemuin mereka."

Keysa menggeleng, karena ia tahu mereka tidak akan pernah bertemu lagi di dunia ini. Sekeras apapun usaha untuk mencari mereka, hanya akan membuang waktu sia-sia. "Kita gak akan pernah bertemu mereka lagi, sayang. Mereka udah pergi terlalu jauh dari kita."

Gilvano merasakan usapan pada rambutnya. "Nggak, Bun. Kita pasti bisa ketemu lagi."

Tangan Keysa menggenggam tangan Gilvano, matanya tak lepas dari anak laki-lakinya tersebut. "Bunda gak mau, kamu sampai cari mereka diam-diam. Andai mereka peduli sama kita, mereka pasti nemuin kita dari dulu. Tapi sampai sekarang, mereka nggak ada!"

"Gilvan, bunda yang ngelahirin kamu, bunda juga yang rawat kamu sendirian dari kamu kecil. Jadi bunda cuma minta, kamu patuh sama bunda."

"Jika suatu saat kamu bertemu dengan anak itu, janji sama bunda kalau kamu bakal pergi dari dia. Jangan berbicara padanya, anggaplah kalian tidak pernah saling mengenal. Dan lupakan ikatan diantara kalian."

Setetes air mata, mulai mengalir tak terbendung dari mata Gilvano. Laki-laki itu tak sanggup untuk menuruti semua perintah Keysa. Setiap kali dirinya ingin mencoba melawan, ia teringat akan Keysa yang sudah merawatnya dengan kerja keras sendirian.

GILNATH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang