[ 31. Rumah Pertama ]Setelah menjemput kepulangan Safa di stasiun, Firzan membawa Safa ke rumahnya. Saat itu, Safa meminta izin untuk pergi sebentar mencari sesuatu. Tidak jauh dari rumah Firzan, ada toko buah. Di sana, ia bertemu dengan Nathania.
"Nathania? Bukannya dia ada di rumah sakit? Kata Firzan, dia lagi sakit?" Gadis itu menghampiri Nathania yang sedang memilih buah-buahan.
"Nath, kamu ada di sini?" sapanya.
Nathania yang mengetahui kehadiran Safa terkejut, ia melihat sekeliling tapi syukurlah tidak ada Firzan di sini.
"Safa? Kamu sendirian?" tanya Nathania.
"Iya, tadi sempat sama Firzan di rumahnya. Tapi aku izin keluar sebentar mau cari buah, buat jenguk kamu. Katanya kamu sakit?" Wajahnya tampak khawatir, dia juga memperhatikan perban di kepala Nathania. "Kepala kamu kenapa, Nath?"
Nathania hanya tersenyum, setelah ia memilih buah yang ingin dibeli, ia pun segera membayarnya dan membawa Safa pergi dari sana.
Tepat dibawah pohon rindang yang melindungi mereka dari panas sinar matahari, Nathania dan Safa duduk bersandar.
"Nath? Kenapa gak pulang ke rumah aja? Di sini panas, kamu baru sembuh."
"Safa, Firzan bohong." Nathania menoleh pada Safa yang tengah memandangnya kebingungan.
"Aku bukan bagian dari keluarga Om Harles. Aku ... bukan sepupu Firzan."
Safa hanya diam mendengarkan penjelasan Nathania sampai dia selesai berbicara.
"Aku, cuma anak yang ditinggalkan oleh ayah serta saudara-saudaranya. Yang kebetulan diasuh oleh Om Harles. Aku Nathania, putri dari Arta."
"Om Arta? Kamu adiknya Kak Gerlan?"
Wajah Nathania berubah saat Safa menyebutkan nama Gerlan. "Kamu kenal abang?"
Safa tersenyum antusias. "Aku, Kak Gerlan, dan Firzan pernah bertemu saat pertemuan bisnis orang tua kami. Nath, aku seneng banget ketemu kamu. Kenapa kamu gak bilang dari awal kalau kamu adik nya Kak Gerlan?"
Jadi Safa dan Firzan memang sudah bertemu lebih dulu? Abang juga ternyata sudah pernah bertemu dengan Safa.
"Safa, soal Firzan..."
Sejenak Nathania diam memandang datar ke arah Safa. "Aku titip Firzan ke kamu, tolong bantu dia untuk mencintai kamu. Itu yang sedang dia usahakan."
"Apa yang kamu maksud, Nath?" tanya Safa yang kebingungan.
"Aku yang bodoh, karena selama ini tidak menyadari tentang perasaan Firzan sama aku. Dan aku juga bodoh, karena tidak mengerti perasaanku sendiri."
"Mau merubah semuanya pun, sudah terlambat. Kamu sudah hadir dalam hidup Firzan, dengan restu Om Harles."
Safa mulai menyadari maksudnya. Apakah selama ini hubungan Nathania dan Firzan lebih dari yang ia pikiran? "Kamu dan Firzan saling mencintai? Aku telah merusak hubungan kalian berdua?"
"Aku minta maaf, Nathania..."
"Enggak, bukan kamu. Tapi aku yang merusaknya. Andai saja aku tidak pernah menyadari perasaan ini, mungkin hubungan kita tidak akan serumit ini."
Menggenggam tangan Safa, Nathania menatapnya dengan teduh. "Bantu Firzan meyakinkan hatinya, bahwa dia memilih kamu. Buat Firzan melupakan aku. Temani dia di setiap keadaannya. Janjikan hal itu padaku, Safa."
"Aku mohon ... aku ingin melihat dia bahagia. Aku hanya akan memberi Firzan ribuan kesialan, jika aku yang bersamanya."
Safa dengan cepat membantahnya. "Kamu bicara apa, Nathania? Kamu adalah keberuntungan. Firzan selalu bahagia saat bersama kamu, aku sadari itu. Dia selalu membicarakan tentangmu setiap saat."
KAMU SEDANG MEMBACA
GILNATH
Ficción General✴[ FOLLOW ➡ BACA ] ✴ Melodi itu indah. Rindu itu berjuta-juta rasanya. Namun ketika melodi rindu begitu menyakitkan, rasanya harapan sudah tidak lagi ada dalam diri. Tapi, akankah alunan melodi terus beralun seperti ini? apakah rindu akan terus ter...