[19. Kedinginan]Ketika hari sudah akan gelap, para pegawai perusahaan sudah mulai pulang ke rumah mereka masing-masing. Termasuk Nathania, Firzan, dan Gilvano yang sudah bersiap-siap. Di depan gedung perusahaan, Nathania dan Firzan bertemu dengan Gilvano.
"Eh, Bu Natha sama Kak Firzan belum pulang?"
Mendengar panggilan Gilvano pada Firzan, membuat Nathania seketika menatap Gilvano dengan sedikit kesal. "Kamu manggil dia kak dan manggil saya ibu?"
"Saya keliatan lebih tua dari Firzan?"
"Nggak gitu, bu..." Gilvano menjadi bingung harus bagaimana.
Firzan tertawa menimpalinya. "Gilvano, panggil dia Natha saja. Umur kalian sama."
"Tapi ... saya gak enak kalau cuma manggil nama. Apalagi Bu Natha atasan saya."
"Panggil saya Natha, atau kamu cari perusahaan lain?" ancam Nathania, menatap tajam Gilvano dengan penuh peringatan.
Gilvano menelan susah payah salivanya. Tatapan gadis itu terhadapnya, membuat merinding seluruh tubuh Gilvano. Pria itu mengangguk singkat. "I-iya, Natha."
Nathania tersenyum, tangannya dengan refleks terangkat. Tadinya ia ingin mengusap kepala adik kembarnya itu, namun dengan segera ia urungkan.
Firzan tersenyum tipis, ia bisa membaca apa yang ingin Nathania lakukan sebelumnya. Gengsi yang ada dalam diri gadis itu, begitu besar hingga memendam perasaan peduli pada saudaranya sendiri.
"Mau bareng sama kita?" Firzan menawarkan sebuah tumpangan pada Gilvano.
"Rumah kamu gak jauh dari sini, kan? Jadi dia bisa pulang sendiri, Firzan." Nathania menyahutinya, tak ingin Gilvano pulang bersama mereka.
"Nath ... kamu apa-apaan sih? Aku yang ngajak Gilvano buat pulang bareng."
"Tapi aku mau cepet-cepet pulang ke rumah!"
"Kalau gitu, kamu aja yang pulang sendiri!"
Nathania terdiam sejenak, lalu mengangguk singkat. "Oke! Kalau gitu aku pulang sendiri."
Gadis tersebut pergi dari tempatnya, namun Firzan hanya diam tak bergeming. Pria itu seolah tak peduli dengan Nathania. Namun Gilvano, merasa tidak nyaman. Mereka bertengkar karenanya.
"Maaf, harusnya Kak Firzan gak biarin Natha pergi sendiri. Ini udah malem, Kak. Dia perempuan, gak aman kalau biarin dia sendirian di jalan."
"Ayo masuk, Gil. Biar saya antar kamu."
"Tidak usah, sayaー"
"Cepat Gilvan, saya takut Nathania pergi jauh."
Mau tak mau, Gilvano akhirnya masuk ke dalam mobil bersama Firzan. Mereka segera menyusul Nathania, sebelum gadis itu pergi terlalu jauh. Di depan sana, terlihat Nathania kesulitan untuk menyebrang.
"Itu Natha, Kak..."
"Iya, Gil." Firzan segera mendekat pada Nathania. "Kamu tunggu di sini aja, biar saya yang turun."
KAMU SEDANG MEMBACA
GILNATH
General Fiction✴[ FOLLOW ➡ BACA ] ✴ Melodi itu indah. Rindu itu berjuta-juta rasanya. Namun ketika melodi rindu begitu menyakitkan, rasanya harapan sudah tidak lagi ada dalam diri. Tapi, akankah alunan melodi terus beralun seperti ini? apakah rindu akan terus ter...