28. Menyadari Perasaan

6 4 0
                                    


28. Menyadari Perasaan


Dalam penanganan dokter, Nathania sedang berjuang di dalam ruang UGD. Banyak doa yang dilafalkan oleh Firzan dan Gilvano yang sedang menunggu.

Kejadian ini benar-benar tidak pernah Gilvano bayangkan sebelumnya. Kenapa Keysa dapat berbuat sejauh ini? Apa penyebabnya?

"Gilvan gak pernah berpikir bunda bisa ngelukain Nathania, kak. Maaf, ini semua salah Gilvan."

Firzan menoleh, ia berjalan ke arah kursi dan duduk di sana. Dia tidak menyalahkan Gilvano dalam hal ini, karena sejatinya Keysa lah yang tidak pernah mau menerima anak perempuan tersebut.

Sama seperti Gilvano, Firzan tidak pernah berpikir bahwa Ibu dari gadis itu akan menyakitinya. Kebencian Keysa, seolah ledakan yang tidak mempunyai pemicu.

Apa mungkin sekarang saatnya mengatakan pada Gilvano bahwa Nathania adalah saudaranya, atau dia harus tetap diam, membiarkan Nathania yang mengatakannya.

"Jangan menyalahkan diri kamu, mungkin Nathania berbuat atau mengatakan sesuatu yang membuat bunda kamu marah."

"Tapi gak seharusnya bunda ngelukain Nathania sampai kayak gini."

"Saya yakin, Nathania akan memaafkannya."

"Rasanya terlalu baik, jika Nathania memaafkannya begitu saja. Tapi saya mohon kak, jangan laporkan hal ini pada pihak berwajib. Untuk saat ini, saya hanya memiliki bunda di hidup saya."

"Untuk itu, saya izin mengundurkan diri."

Firzan terperangah oleh ucapan Gilvano. "Tidak, Gilvano. Kamu tidak perlu mengundurkan diri. Saya yakin Nathania akanー"

"Menerima dan memaafkan? Saya tahu itu, kak. Karena dia punya hati yang baik. Tapi, untuk menampakkan wajah saja rasanya saya malu. Untuk itu sebagai permintaan maaf, saya tidak akan muncul lagi di hadapan Nathania."

"Gilvan..."

"Sekali lagi, Gilvan minta maaf, kak. Tolong sampaikan maaf saya pada Nathania. Terimakasih, karena sudah berbaik hati dan memberikan Gilvan pengalaman tentang pekerjaan. Gilvan izin pamit, kak."

Beranjak dari tempatnya, Firzan menghalangi jalan yang akan di lewati Gilvano. "Nathania tidak akan memaafkan kamu, jika kamu pergi begitu saja. Tenanglah, Gilvan."

Gilvano memeluk Firzan, dengan air mata yang mengaliri pipinya. "Saya takut, jika kejadian ini terulang kembali. Bagi saya, Nathania sudah seperti seorang sahabat. Tapi saya lebih mengerti bagaimana sikap bunda, jadi saya minta tolong, kak. Izinkan Gilvan pergi..."

"Tapi saya tidak mengizinkan kamu."

"Maaf, kak. Saya harus tetap pergi..."

Gilvano melepaskan tangan Firzan yang menahan bahunya, lalu pergi dari tempat itu. Dengan penuh keyakinan, ia percaya bahwa Nathania akan baik-baik saja dan pulih kembali.

"Nath? Aku harus gimana?"

"Sekarang aku tahu, memang lebih baik jika kamu membenci bunda kamu. Tapi kenapa kamu begitu yakin bertemu dengan dia? Maaf, harusnya aku ada mendampingi kamu."

"Tante, ini terlalu berlebihan. Apa yang sebenarnya di pikirkan oleh anda? Menghancurkan keluarga anda sendiri?"

••• Gilnath •••

Selepas sadar dari masa kritisnya, mata gadis itu mulai terbuka. Yang pertama kali ia lihat, adalah Firzan yang sedang menggenggam tangannya. "Hey? Gimana keadaan kamu?"

GILNATH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang