[33.] Hal Nekat"Kamu ada dimana, Nath? Tolong kembali lagi ke rumah ini." Setelah Nathania pergi, banyak sekali yang hilang dalam bagian rumah ini.
Duduk di atas ranjang kamar Nathania, Firzan menggenggam bingkai foto gadis itu. Senyuman yang selalu terukir saat bersamanya, kejahilan Nathania, ia sangat merindukan hal itu.
Ia kembali meragukan keputusannya untuk tetap bersama dengan Safa. Jika kehilangan Nathania seperti ini saja sudah membuat Firzan hampir segila ini, bagaimana jika kedepannya Nathania dimiliki oleh pria lain?
Di atas keraguaan itu, ia memaksa diri untuk tetap yakin dan percaya pada pilihan yang sudah diambilnya. "Jika ini adalah hukumannya, aku terima. Tapi jangan menghukum diri kamu sendiri, Nath."
Firzan terdiam kala ia mendengar suara gemuruh dari langit. Angin malam berhembus dengan kencangnya, langit pun terlihat sangat gelap. Dari balik jendela kamar Nathania, Firzan sama sekali tidak mendapati adanya cahaya.
"Nathania, apa kamu baik-baik saja?"
Ingatannya tidak lepas saat Nathania ketakutan setengah mati pada suara gemuruh petir, terlebih saat cahaya di dalam rumah padam. Ia mengkhawatirkan bagaimana tersiksa nya Nathania sendirian di sana.
Firzan berlari keluar kamarnya, untuk menghampiri Harles. Ia butuh informasi tentang Nathania, bagaimana pun ayahnya berusaha untuk menutupi hal itu. Jika harus memaksa, akan Firzan lakukan.
Saat pintu kamar terbuka, Firzan tidak menemui ayahnya. Ia mencari ke seluruh area rumah, namun tetap tidak menemukannya. "Ayah pasti khawatir dengan Nathania, tapi kenapa ayah gak ajak aku untuk ikut?"
Laki-laki itu sudah prustasi, jari jemarinya menarik rambutnya sendiri sebagai bentuk pelampiasan. Kepada siapa ia harus marah saat ini?
Ia duduk pada sofa yang ada di ruang tengah, seharusnya ruangan ini digunakan untuk kumpul bersama. Setelah kehilangan Gilvano, ia harus kembali merasakan kehilangan gadis yang sangat ia cintainya.
"Belum ada kabar tentang Gilvano, sekarang aku juga harus cari tahu keadaan kamu." Firzan bersandar, ia memikirkan banyak hal di kepalanya.
"Bagaimana, jika kamu tahu keadaanku sedang tidak baik? Apa kamu mau menemuiku, Nath?"
Sekarang Firzan benar-benar kehilangan akal sehatnya, ia memikirkan cara instan agar Nathania mau muncul di hadapannya.
Pertama, ia mengambil gelas yang ada di atas meja. Tangannya meremas kuat gelas itu hingga hancur, membuat serpihan nya menancap dan mengalirkan cairan merah segar.
Tak cukup hanya melakukan itu, Firzan berjalan membuka laci. Ia mengeluarkan botol kecil berisi kapsul obat. Ia membawa botol itu dan menyiapkan air. Mengeluarkan hampir seluruh dari isinya pada telapak tangan, Firzan tak ragu untuk memasukkan obat itu dalam jumlah yang banyak ke dalam mulutnya.
Nathania, apa ini cukup?
Tubuh Firzan mulai menimbulkan reaksi, perutnya terasa ingin mengeluarkan seluruh isinya. Kepalanya juga terasa sangat berat, pandangannya kabur dan mulai gelap. Saat itu juga Firzan terjatuh dari kursinya, ia kehilangan kesadaran akibat obat yang ia konsumsi dalam dosis tinggi.
"Firzan!"
••• GILNATH •••
Harles yang saat itu sedang berada di tempat Nathania, mendapati ponselnya yang terus berdering. Nathania pun tertarik pada suara itu, kenapa Harles tidak segera mengangkat panggilannya.
"Angkat aja, Om. Takutnya penting."
Pria itu mendengarkan Nathania, keningnya berkerut saat melihat nama Safa yang menelponnya. "Safa? Mau apa menelpon om?"
KAMU SEDANG MEMBACA
GILNATH
General Fiction✴[ FOLLOW ➡ BACA ] ✴ Melodi itu indah. Rindu itu berjuta-juta rasanya. Namun ketika melodi rindu begitu menyakitkan, rasanya harapan sudah tidak lagi ada dalam diri. Tapi, akankah alunan melodi terus beralun seperti ini? apakah rindu akan terus ter...