13. Menangisi Keadaanー Di dunia ini, tak ada yang abadi. Semua akan kembali pada Sang Pencipta. ー
•••
Keesokan harinya, Harles sudah bisa membawa Nathania keluar dari rumah sakit. Keadaan gadis kecil tersebut, saat ini sudah terlihat lebih baik dari sebelumnya. Seorang perawat tengah membuka selang infus, yang ada di tangan Nathania. Sesekali gadis itu meringis, karena merasa kesakitan.
"Aws, sakit..."
"Tahan sebentar ya, Dek. Gak terlalu sakit, kok."
Tangan Harles sedikit mengangkat dagu Nathania, agar anak itu tidak melihat tangannya sendiri. "Jangan dilihatin Nathania, nanti malah kerasa sakitnya."
"Nah, udah selesai. Sakitnya cuma sebentar, nanti gak akan sakit lagi."
"Permisi, Pak, saya sudah mencabut infusnya. Dokter bilang, pasien sudah boleh untuk dibawa pulang."
"Baik, terima kasih, suster."
Perawat itu pun pergi, karena sudah menyelesaikan tugasnya. Matanya berkaca-kaca, setelah infusan itu terlepas darinya. "Bang Gerlan..."
Nama Gerlan kembali terlontar dari bibir Nathania, membuat Harles tak bisa membayangkan bagaimana reaksi Nathania jika tahu kakak dan ayahnya telah tiada. Sungguh Harles mengkhawatirkan keadaan Nathania ketika ia mulai besar nanti, apa kejadian yang dia alami akan mempengaruhi perkembangannya?
"Om, ayah sama abang gak jemput aku?"
Menatap wajah polos Nathania, Harles tidak tahu dengan cara apa ia harus menjawab pertanyaan dari gadis itu. Ingin ia jawab dengan jujur, namun apa Nathania akan mengerti? Bahwa Ayah dan Kakaknya telah pergi, meninggalkan gadis kecil tersebut untuk selama-lamanya.
Memberikan senyuman hangat, Harles mengusap kepala Nathania. "Ayah sama Abang kamu, pasti senang lihat kamu baik-baik aja. Kamu juga udah bisa pulang dari sini."
Nathania tersenyum penuh semangat. "Iya, om. Nathania gak sabar, ketemu Bang Gerlan sama Ayah!"
Gadis itu turun dari ranjangnya, dibantu oleh Harles. "Ayo, om!" Nathania menarik tangan Harles, mengajaknya keluar ruangan.
Mereka berdua sudah berada di dalam mobil, dengan Harles yang menyetir. Ketika Nathania masuk ke dalam mobil, tubuhnya menjadi tegang. Harles yang memperhatikan Nathania menjadi bingung, mungkinkah jika Nathania mempunyai trauma dalam benaknya? Mata Nathania tampak kosong, tangannya dingin, tubuhnya seperti menggigil ketakutan.
"Aku mau turun dari sini. Nathania takut, Om...."
"Om, ada mobil..."
"Om Harles, aku mau turun..."
Harles memeluk Nathania, mencoba menenangkan gadis kecil tersebut. Ia menepuk lembut punggung Nathania. "Nggak ada apa-apa, Nathania. Kamu gak perlu takut."
"Nggak, Om. Di sana ada mobil!"
Meraba lehernya, Harles melepaskan dasi hitam yang ia kenakan. Dasi itu, Harles gunakan untuk menutup mata Nathania. Sepertinya benar, Nathania memiliki trauma untuk masuk ke dalam mobil. Dengan menutup matanya, mungkin akan sedikit mengurangi rasa takut yang di rasakan Nathania. Dan benar saja, gadis itu kembali tenang ketika matanya tertutup.
"Sekarang kamu udah gak takut lagi, kan? Nathania, om bakal bawa kamu dengan selamat. Jadi kamu jangan takut, ya."
Nathania mengangguk kecil.
Harles mulai menyalahkan mobil itu, mereka melaju meninggalkan rumah sakit. Mobil yang mereka tumpangi, tak membawa mereka pada sebuah rumah. Harles tak ingin menutupi kepergian Arta dan Gerlan lebih lama lagi dari Nathania, gadis itu harus bisa menerima pahitnya kenyataan.
KAMU SEDANG MEMBACA
GILNATH
General Fiction✴[ FOLLOW ➡ BACA ] ✴ Melodi itu indah. Rindu itu berjuta-juta rasanya. Namun ketika melodi rindu begitu menyakitkan, rasanya harapan sudah tidak lagi ada dalam diri. Tapi, akankah alunan melodi terus beralun seperti ini? apakah rindu akan terus ter...