1. Terjatuh

56 11 3
                                    


Suara isak kan, terlontar dari bibir seorang anak laki-laki yang kakinya sedang terluka akibat terjatuh.

Seorang anak kecil perempuan pun datang, dengan raut wajah bingung karena melihat anak laki-laki itu yang menangis. "Gilpan, kenapa nangiss?" tanya seorang anak kecil perempuan yang menghampiri.

Anak laki-laki itu mendongak. "Kaki Gilpan sakit, Thani," jawabnya, dengan terisak karena merasakan sakit pada kakinya.

Anak kecil perempuan yang dipanggil Thani tersebut mensejajarkan tubuhnya, dengan anak laki-laki yang kakinya terluka. Anak kecil perempuan, melihat luka pada lutut anak laki-laki yang tak henti-hentinya menangis karena merasa kesakitan. Ia juga menatap kasihan padanya.

"Gilpan jangan nangis, nanti Thani obatin Gilpan di lumah ya," ucap anak perempuan itu, mencoba menghentikan tangisan dari anak laki-laki itu.

Anak laki-laki itu berhenti menangis, ia menghapus bekas air mata di pipi dengan tangannya. Anak laki-laki itu menatap anak perempuan yang ada di hadapannya, dengan bibir bergetar menahan tangisnya yang ingin keluar lagi. Suara pohon-pohon yang diterpa oleh angin, membuat kesan menenangkan. Ditambah dengan indahnya pemandangan danau di dekat mereka berdua.

"Thani, gendong Gilpan ya," pinta anak laki-laki itu dengan polos, yang meminta sang anak perempuan untuk menggendongnya.

"Nathania gak kuat gendong Gilvan. Abang saja yang gendong Gilvano, ya?" sahut seorang anak laki-laki yang sedikit lebih besar dari mereka, datang dari lain arah.

"Bang Geyyan, Gilpan kakinya bedalah," beritahu anak perempuan bernama Nathania.

"Thani, nama abang, Gerlan. Bukan Geyyan," ucap sebal anak laki-laki yang lebih besar itu, karena kedua anak-anak ini selalu memanggil nama yang berbeda.

"Bang Gelyan, kita beyum lancay bicalanya," kesal anak laki-laki yang tak lain bernama Gilvano.

Gerlan tertawa. Ia lupa, jika mereka berdua belum bisa berbicara dengan lancar. "Oh iya, maafin abang ya Gilvano, Nathania abang lupa," katanya sembari tertawa.

Sedangkan Gilvano dan Nathania, menatap Gerlan dengan bibir mengerucut karena kesal pada Gerlan. Gilvano digendong oleh Gerlan, setelah ia selesai tertawa. Tangannya yang satu menahan Gilvano yang berada di punggungnya, sedang tangan Gerlan yang satunya lagi menggenggam tangan mungil milik Nathania. Gerlan kemudian membawa mereka untuk pulang ke rumah, karena hari sudah mulai akan gelap. Mereka harus segera pulang.

• • • Gilnath • • •

Satu anak perempuan dan dua anak laki-laki itu sudah sampai di rumah mereka. Rumah berlantai tiga dengan dominan warna hitam, putih, dan abu-abu. Rumah mewah yang terlihat begitu sangat elegan. Rumah mewah itu, bagi mereka bertiga selalu terasa sepi. Bagaikan hanya mereka bertiga saja yang ada di dalamnya.

Mereka bertiga masuk ke dalam rumah, masih dengan Gerlan yang menggendong Gilvano di punggungnya dan tangan mungil Nathania yang ia genggam sepanjang perjalanan. Gerlan mendudukkan Gilvano pada sofa yang berada di ruang tamu rumahnya, sedangkan Nathania mengambilkan obat untuk luka Gilvano. Setelah dapat obat yang dicarinya, Nathania datang dan langsung menghampiri Gilvano. Ia mengobati luka pada kaki Gilvano dengan hati-hati, sesekali Gilvano meringis dan mengaduh kesakitan karena lukanya yang terasa sakit saat diobati oleh Nathania.

"Awsss, sakit Thani," ringis Gilvano, karena Nathania terlalu menekankan luka di kakinya.

Nathania menghentikan aktivitasnya, begitu mendengar ringisan dan juga ucapan dari Gilvano. "Sakit, ya? Maap Gilpan, Thani gak sengaja." Nathania pun menangis, karena merasa bersalah membuat Gilvano kesakitan.

GILNATH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang