Case 17. Slow Motion

87 14 0
                                    

Summary : Demi kebanggaan dan kemuliaan, Sesshoumaru dan Kagome terpisahkan, bukan dalam kehidupan, tapi oleh kematian.

Genre : Tragedi

Setting : All Human/Alternate Universe/WWII

. . .

. .

.

Gegap gempita perayaan di siang hari telah berlalu. Doa telah dipanjatkan. Seruan masyarakat kepada para prajurit_yang sebentar lagi menjadi_pahlawan telah teredam oleh permadani malam. Akan tetapi, perjamuan utama baru dihadiahkan oleh para petinggi militer.

Di sebuah tenda besar yang berfungsi sebagai aula, makanan lezat dan sake yang disajikan telah tandas. Usai melahap makan malam, para prajurit yang terpilih untuk tugas penting esok hari disuguhkan geisha tercantik yang ada di sekitar kamp. Meski begitu, ada satu dua prajurit yang memilih untuk menghabiskan malam terakhir mereka dengan tidur nyenyak.

Sesshoumaru, putra sulung keluarga Taisho itu berjalan di antara tenda. Baru saja laki-laki tegap itu memasuki tenda kecilnya, sebuah suara familiar memanggil namanya. Sedetik, ia membeku. Perlahan, remaja berusia sembilan belas tahun itu membalik badan.

Tebakan yang juga harapan terbesarnya hadir di depan mata. "Kagome!?" ucapnya tak percaya.

Rambut legam sepunggung terurai indah, bulir keringat menghias pelipis raut lembut itu. Iris biru kelabu yang tergenang kerinduan menatapnya dalam-dalam. Perempuan yang telah ia kenal sejak bisa mengingat itu terdiam, tapi ekspresinya menampilkan sejuta pernyataan. Kebanyakan adalah rasa keberatan.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya sang pilot Kamikaze.

Gadis itu menelan ludah. Ia berkedip, dua tetes air mata jatuh. Dengan tangan kanan, ia lantas mengelap mukanya hingga kering. "A-aku, menolong Sango dan ibunya memasak untuk perjamuan." Cepat-cepat, Kagome meralat ucapannya, "Aku memaksa keduanya untuk memperkerjakanku khusus hari ini. A-aku mendengar bahwa esok mereka akan mengirimmu untuk misi bunuh diri. Oleh karena itu, aku ingin bertemu denganmu untuk terakhir kali."

Dua kata terakhir itu seakan melesakkan tikaman tepat di jantung sepasang insan yang saling menaruh hati.

Sesshoumaru takkan pernah lupa bagaimana sahabatnya itulah yang menentang keputusannya meninggalkan kampus dan menjadi bagian dari kebanggaan Jepang. Oleh karena itu, ia menceritakan, "Saat upacara kelulusan dari pelatihan, Kaisar Hirohito datang dengan menunggangi kuda putih. Ia seakan memintaku secara personal untuk membantunya. Tekadku kian bulat."

Suara baritone itu masih sama tegasnya seperti saat lelaki itu hendak masuk ke kamp pelatihan, enam bulan lalu. "Aku tak akan pernah berubah pikiran."

Tak punya nyali untuk langsung mengonfrontasi, Kagome berkomentar asal, "Potongan rambut yang mereka buat itu tidak cocok denganmu." Rambut Sesshoumaru yang biasanya mencapai kuping itu dipangkas habis hingga menyisakan sebagian di puncak kepala. "Kau terlihat lebih tampan dengan rambut sedikit lebih panjang."

Mengerti maksud lawan bicaranya, Sesshoumaru kembali ke topik inti. "Aku siap mati demi Kaisar."

"Aku tahu." Kagome tertawa putus asa. Ia melanjutkan dengan tercekat, "Aku tahu, kau mendaftarkan diri sendiri. Ini adalah pilihanmu. Kau selalu mengagungkan nasionalisme dan kesetiaan kepada Kaisar. Kau rela mati demi mencapai kemuliaan tak terbatas. Kau sepenuh hati mengambil bagian dalam pertempuran yang menentukan takdir kekaisaran."

Intonasi gadis bermarga Higurashi itu meninggi, "Namun, kau sungguh bedebah egois! Kau akan meninggalkan keluargamu."

"Tidak ada 'aku', ini tentang membela negara. Kaulah yang bertindak egois, Kagome."

Limerence CaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang