Case 11. The Competition

192 19 16
                                    

“Apa?” tanya Kagome pada dirinya sendiri nyaris berteriak tatkala matanya hanya berfokus pada gawai yang ada di genggamannya. Di lobi perpustakaan kampus, ia tak berhenti merutuki dirinya sendiri sambil terus berfokus pada gawai miliknya yang berukuran kurang lebih lima inci tersebut.

“Ada apa?” tanya Sango sedikit malas dengan tingkah aneh sahabatnya itu.
Jantung Kagome berdegup kencang hanya untuk melototi sebuah nama yang terpampang di pengumuman laman fakultasnya mengenai kompetisi Bahasa Jepang Tingkat Internasional yang diadakan oleh program studinya melalui gawainya. Kagome terus mengumpat pada dirinya sendiri mengenai hal yang baru saja terjadi.

“Kau tahu? Dia ikut kompetisi yang diadakan oleh program studi kita!” cerita Kagome dengan nada sedikit heboh pada sahabatnya yang sibuk membaca koran.

“Bagus dong, ada kesempatan kalian untuk bertemu!”

“Aish kau tidak mengerti apa yang akan kualami! Lalu bagaimana kalau aku bertemu dengannya saat kompetisi? Jika aku tidak fokus, aku akan gugup, dan akan mengacaukan semuanya. Kau tahu ... ah tidak, tidak ... kenapa dia harus ikut kompetisi tersebut?” rutuk Kagome dengan mengibas-ngibaskan tangan kanannya seolah menjadi kipas untuk menyejukkan suasana yang dialaminya.

“Aku tidak menyangka dia mengikuti kompetisi semacam itu. Kukira dia hanya mahasiswa yang kuliah lalu pulang jika tidak ada perkuliahan,” sahut Sango dengan menahan tawa, “syukurlah, berarti dia memiliki nilai plus plus untukmu.”

“Kenapa nama Sesshōmaru harus muncul di pengumuman?” desis Kagome mengulang untuk kesekian kalinya, bahkan hanya dengan menyebut nama laki-laki yang sudah ia suka sejak semester awal membuat jantungnya berdegub semakin kencang, tak karuan.

“Bilang saja kalau kau bahagia,” sindir Sango dengan menutup koran.

“Tentu saja aku senang, tapi gugup, dan juga takut,” jawab Kagome mengerucutkan bibirnya dengan imutnya, “beruntung dia mengikuti kompetisi di kategori esai, bukan resensi.” Kagome mendesah lega setelah mengetahui nama orang yang ia suka tidak masuk ke dalam kategori yang sama dengan yang ia ikuti.

*

Pagi itu dengan langkah yang gugup, Kagome melangkahkan kakinya menuju kampus untuk mengikuti kompetisi yang diadakan oleh program studinya. Sebagai salah satu delegasi yang dipilih program studinya untuk mewakili kategori resensi, ia trus mempelajari sebuah lagu yang sudah ditentukan, sebuah lagu yang ia pilih dari sekian pilihan untuk diresensi sambil berjalan. Ia tak ingin mengecewakan kepercayaan yang sudah diberikan program studi padanya. Ia yakin, ia bisa melakukan semuanya semaksimal mungkin, tak apa jika ia tak menang nantinya. Pikirnya, kompetisi tersebut akan mengasah dirinya untuk mendapatkan pengalaman yang berharga selama menjadi mahasiswa. Semalam ia  menelepon keluarganya, meminta doa dan dukungan atas partisipasinya dalam kompetisi tersebut. Mendengar bahwa Kagome akan mengikuti sebuah kompetisi tingkat internasional, tak ayal membuat keluarganya bahagia dan bersyukur atas apa yang Kagome capai. Bagi Kagome, kompetisi itu merupakan salah satu cara ia membahagiakan keluarganya.

Ketika ia melewati gerbang utama menuju fakultasnya, sebuah baliho bertuliskan tentang kegiatan tersebut telah terpajang dengan jelasnya dari kejauhan.

Kompetisi Bahasa Jepang untuk Mahasiswa Tingkat Internasional Tahun 2016

Sabtu, 19 November 2016

Kagome tersenyum bangga, bahwa ia bisa menjadi salah satu perwakilan dari program studinya untuk mengikuti kompetisi dalam kategori resensi. Ia masih ingat dengan jelas bagaimana kepala program studinya memuji betapa bagus tulisannya dalam hal resensi, kala itu beliau mengatakan saat sore hari di ruang kepala program studi.

Limerence CaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang