Case 06. Yearning Feeling [2]

190 20 3
                                    

Notes! Tulisan ini terinspirasi dari lagu Lee Hi "MISSING U" dan "SCARECROW", serta puisi yang terdapat dalam tulisan ini ditulis oleh Anugrah Mirabbi.

***

Seharusnya aku tahu dari awal bahwa semua yang ada di dunia ini tidak ada yang abadi, semuanya fana yang perlahan-lahan akan menguap seiring berjalannya waktu. Mungkin dirikulah yang terlalu naif untuk mengakui betapa bodohnya diriku. Tidak! Aku memang bodoh dari awal, bagaimana bisa aku hanyut dalam perkataan manisnya akan masa depan yang ia katakan dari lidah tak bertulang itu?

Sesshōmaru. Kesalahan terbesarku adalah mengenalnya. Satu nama laki-laki yang pada awalnya terdengar asing ketika ada yang menyebutkan tentangnya di hadapanku, namun lambat laun aku merasa terbiasa mendengar nama itu. Waktu yang seakan-akan bersekongkol dengannya untuk merayuku dan membuatku jatuh begitu dalam padanya. Sejujurnya, aku tidak tahu pasti apa yang kurasakan dan sejak kapan aku mulai seperti itu, yang jelas ketika aku tidak bertemu dengannya semuanya terasa aneh, dan aku mulai mendambakan diriku untuk bisa selalu berada di sampingnya. Untuk pertama kalinya aku jatuh begitu dalam pada seseorang pria, yang nyatanya membuatku rela melakukan apa saja untuknya. Cih, bodoh dan murahan sekali diriku!

Sendainya hari itu aku tidak hadir pada pertemuan rutin klub musik yang aku ikuti, aku tidak akan pernah mengenalnya. Karena semuanya bermula dari situ. Mungkin aku sudah terpikat oleh laki-laki bernama Sesshōmaru itu sejak pertemuan pertama di bawah guyuran hujan di halaman kampus saat aku hendak pulang. Semuanya bermula dari situ, hubunganku dengannya yang awalnya hanya sebatas adik tingkat dengan kakak tingkat berubah menjadi hubungan yang melibatkan rasa di dalamnya. Harusnya aku menyadari bahwa aku harus merasakan duri yang menancap untukku demi kobar api perasaan kami, nyatanya aku begitu menikmati kobaran cinta mawar yang hanya harum sesaat itu. Fana.

Sebuah keputusan yang berani kau ambil, berarti kau harus siap dengan resiko apa yang akan kau terima. Malam itu, aku memberi laki-laki bajingan itu seluruh aku, yang akhirnya dibalas dengan segala kesemuan yang tak pernah berlayar. Seharusnya aku percaya ketika mereka mengatakan kepadaku, "Mengapa kau tidak tahu? Tidak peduli apa jenis cinta itu, semuanya berubah setelah waktu berlalu." Dengan kenaifanku aku menyangkal semuanya, aku berkata pada mereka bahwa tak ada cinta yang berubah di antara kami, dua minggu sejak kejadian malam itu, ia mengatakan padaku bahwa ia akan ke luar negeri untuk melanjutkan studinya, bodohnya diriku yang langsung percaya begitu saja. Aku menyesal? Rasanya terlambat untuk diriku mengatakan bahwa aku menyesali semuanya, bahkan air mata rasanya enggan untuk sekadar menyapaku. Dia adalah cinta pertamaku, dan cinta semacam itu tidak bisa dilupakan begitu saja. Dalam sabar ini, ada seseorang yang mengalah, menahan semua waktunya untuk tetap bisa melihatmu, meski jauh dari pandangannya. Dalam jarak ini, ada seseorang yang selalu mendoakanmu, agar apa yang sedang engkau perjuangkan di sana adalah mimpi yang membuatmu semakin yakin untuk kau raih. Dan aku adalah orang itu, yang selalu berharap kau menggapai mimpi itu bersama diriku.

Lima tahun bukanlah waktu yang singkat untuk kulalui tanpa kehadiranmu, dengan susah payah aku tertatih hanya untuk meneguk kebahagiaan semu yang kau berikan padaku. Kau mungkin berpikir bahwa aku sudah melupakanmu dan berpaling pada orang lain dengan mudah, tidak! Aku tidak bisa melakukan semua itu dengan mudah setelah apa yang kita lalui selama ini. Tak peduli seberapa banyak orang menertawakanku, layaknya orang-orangan sawah aku akan berdiri sendiri bahkan ketika semua orang meninggalkanku. Setelah matahari terbenam dan semua orang pulang meninggalkanku, aku berdiri dengan susah payah di bidang yang luas dengan uluran tangan ibuku. Sedikit demi sedikit, aku tak bisa melihat apa yang ada di hadapanku karena kegelapan yang membuatku takut sendirian. Ketika aku membuka mata yang tertutup rapat di beberapa titik, kulihat sebuah bintang yang indah bersinar terang yang mengingatkanku pada sosokmu. Sosok kecil itu menggambarkan dirimu yang meninggalkan jauh, ketika kulihat matanya lebih dalam, kusenandungkan doa bahwa kau akan kembali padaku suatu hari nanti.

Apa kau percaya dengan keajaiban di hari pertama salju turun di musim dingin? Seringkali aku mendengar pertanyaan klasik itu dari banyak orang, tapi ketika pertanyaan klise itu terlontar dari bibirmu lima tahun yang lalu, seperti magis yang menyihirku, aku mempercayai omong kosong yang kau ucapkan itu. Aku sangat yakin bahwa proses tidak pernah berbohong akan hasil, kau akhirnya datang padaku, doaku yang selalu kupanjatkan akhirnya terjawab. Kau membawa segudang kerinduan yang kita pendam selama ini, tapi kau datang bersama petir di saat yang sama. Nyatanya, aku tidak ingin menjadi puncak, cukuplah aku menjadi tanah, menjadi tiap jejak yang kau tinggal, menyerap peluh yang terlanjur jatuh, menjadi tempat istirahat saat kau terlampau lelah, menjadi saksi untuk setiap langkah yang kau ambil, karena aku menetap bukan untuk melihatmu sempurna, aku tinggal untuk tumbuh bersamamu apa adanya. Tapi, kenyataannya tak sesuai dengan apa yang kuharapkan.

Aku adalah orang yang maju paling depan untuk salah yang kau tak sengaja buat maupun sengaja sekalipun. Aku akan selalu ada meski tak kau minta, meski tak kau balas dengan kebaikan pula. Yang aku tahu, aku harus ada saat kau butuh. Yang aku tahu, aku harus jadi sapu tangan untuk menghapus keringat lelah dan air mata kesedihanmu, meski kau telah menyediakan tisu. Aku dekat di pandangmu, meski jauh hatimu. Kau dekat di hadapanku, meski sangat dekat dalam doaku. Akan ada saat aku akan melupakan semuanya kan? Saat aku tak melihatmu meski kau dekat, meski semua temanku membicarakanmu, aku hanya mengangguk mengiyakan saat aku mendengarnya seakan-akan aku mendengarkan cerita orang asing.

Hari berganti begitu cepat, kini kita bukanlah apa-apa dan aku berharap tak pernah mencintaimu. Lalu ketika aku teringat tentangmu, aku tersenyum seperti orang gila. Aku sudah muak dengan diriku dan aku tak ingin seperti ini. Meski waktu tlah berlalu dan air mata telah jatuh, kenapa hatiku masih begini? Maafkan aku, aku tak ingin menjadi kenanganmu saja. Jika aku melupakanmu, maka aku akan menjadi sepertimu, mengucap namamu seakan-akan ini bukanlah apa-apa. Kau datang lagi setelah kejadian satu tahun lalu, aku memberimu sumpah serapah di bawah guyuran bunga salju.

Kehadiranmu telah memporak-porandakan benteng yang kubangun dengan rangkak kaki yang dipenuhi darah dari bunga mawar. Kau datang lagi dalam kehidupanku, melakukan hal yang sama dengan yang kau lakukan tahun lalu, kau kembali membawa awan hitam di musim dingin dengan segulung perasaan yang tercetak pada selembar kertas. Dendamku terkoyak begitu saja ketika kau berbisik kata yang begitu kunantikan darimu.

"Aku merindukanmu walaupun aku tahu kau membenciku, karena kau adalah satu-satunya pemilik hatiku, Kagome," katamu.

Saat itu juga, rasanya pertahanan yang sudah kubangun tertatih-tatih dengan derai air mata itu runtuh dalam sekejap atas perlakuan darimu yang begitu kurindukan. Menarikku dalam dekap hangatmu, sentuhan tangan kekar yang begitu kurindukan itu menghapus air mata yang menapak indah pada pipiku. Pautan bibir yang begitu aku rindukan itu telah menyapu bersih segala ruang yang tersisa. Dan saat aku bertanya "bagaimana kabarmu?", napasku tak berhenti ketika aku mendengar kau baik-baik saja. Aku tak ingin menitikkan air mata, tapi aku tak bisa melakukannya.

Jika aku menghapusmu, aku takut aku juga terhapus dari ingatanmu. Jika aku kalah meski hanya sesaat, aku takut semuanya akan terlepas. Jadi aku bergantung padamu, karena kau cinta terbaik yang pernah hadir dalam hidupku, dan itu selalu engkau. Tapi, apakah aku terlalu membebanimu? Apakah kau benar-benar melepaskanku? Aku akan tetap berpegangan padamu, seperti hari ini, aku akan melupakanmu. Ya, seharusnya aku membencimu setelah apa yang terjadi di masa lalu. Akan tetapi, aku merindukanmu, meskipun kau membenci fakta itu.

Semua benang yang terajut kusut di antara kita berdua berakhir malam ini, di bawah guyuran bunga salju seperti yang terjadi di musim dingin tahun lalu. Semua keputusan kini berada di tanganku, apakah aku harus mengakhiri semuanya atau membiarkan rasa itu tergantung pada kanvas sang pemilik takdir. Dan kata itu kembali terputar dengan jelas di kepalaku, seandainya ....

Yang kutahu kucinta kau ...
Yang kutahu kau cinta aku ...
Nyatanya tak
Kau tak cinta aku ...
Hancur lebur mati
Rasa itu kini menghitam, kelam
Tak ada lagi senyum
Pahit terasa ...
Kepercayaan lenyap
Yang kutahu kucinta kau ...
Yang kutahu kau cinta aku ...
Nyatanya tak
Kuberimu seluruh aku
Kau beriku semu
Kepergian, kesedihan jelas
Kini ...
Tersisa hanya puing-puing kenang
Tersusun acak perpaduan rasa sakit
Kucoba tata
Tertatih jelas ...
Ku seperti anak kecil yang kembali lagi berjalan
Merangkak, kau tahu?
Mungkin tak
Dan kini, kau datang seperti matahari pagi
Menyinariku ... meski kurang tidurku
Kau membangunkanku
Ternyata pagi semu
Kau datang bersama awan hitam
Ku membatu
Kau ciptakan hujan, basahi aku
Rindu tak rindu
Kulihat bahagiamu, sakit hatiku.

TO BE CONTINUED
emgrslda, 2019/10/29

Limerence CaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang