Case 20. Moxie

74 5 0
                                    


Disclaimer : I own nothing. I don't own Inuyasha, I'm just renting them from Rumiko Takahashi, Viz, etc. I will make no money from this fic, I write for my own enjoyment and the enjoyment of my readers.

Summary : Sesshoumaru dan Kagome paham benar, baik dalam pekerjaan maupun percintaan, dibutuhkan nyali besar untuk mewujudkan impian menjadi kenyataan

.

.

.

Dalam hidup, setiap saat, kita akan selalu dihadapkan pada pilihan.

Seringkali, keputusan terkecil yang diambil oleh seseorang mampu membawanya pada titian takdir yang jauh berbeda dari yang ia perkirakan atau malah ... mempercepatnya menggapai impian yang ia dambakan.

.

Esok adalah hari keberangkatan Sesshoumaru Taisho, rekan kerja Higurashi Kagome sejak masih menjadi dokter magang. Miroku dan Sango, Ayame, Kouga, tiga dokter magang, bahkan dokter senior seperti Naraku pun setuju untuk menggelar pesta pada malam itu.

Kagome sendiri, yang sudah kenal dan dekat dengan lelaki stoic itu selama sembilan tahun sudah menyanggupi untuk hadir. Akan tetapi, sejam sebelum pesta itu diadakan, hal di luar prediksi pun terjadi.

Baru saja dokter cantik itu melucuti seragamnya, gawai khusus tugasnya berdering. Ia pun segera menangani pasiennya yang mengalami perubahan mendadak. Tindakan yang diambilnya kemudian mengharuskan ia 'tuk melakukan operasi darurat dengan bantuan kepala rumah sakit.

Setelah dua jam lebih bergelut dengan pisau bedah serta organ dalam manusia, mengejar waktu demi menyelamatkan nyawa, operasi pun selesai. Pasien dalam kondisi stabil dan masih terlelap dalam pengaruh obat.

Pada akhirnya, wanita itu bisa meninggalkan rumah sakit dengan hati tenang. Walau terlambat, Kagome tetap pergi ke Kafe Mary Jane, tempat perpisahan itu digelar. Sayangnya, sesampainya di sana, semua teman dan rekan kerjanya sudah pulang.

Ia tidak bisa menghadiri pesta perpisahan yang diadakan sebelum Sesshoumaru Taisho pergi ke Toronto. Hari itu, mereka bahkan belum bertemu sekalipun sepanjang waktunya di rumah sakit.

Kepalanya tertunduk dan bahunya terkulai. Kagome sudah memutar badan, menyusuri tepi jalan dengan perasaan terkalahkan akan keadaan. Akan tetapi, kala ia sudah berada di balik kemudi. Ia balik menolak perasaan tak berdaya dan dengan tekad bulat ia kembali berkendara.

Tak peduli apa yang terjadi, malam itu, ia merasa harus menyerahkan hadiah yang telah ia siapkan sebelumnya.

Setibanya di pintu masuk, ia sudah berhadapan dengan keypad numeric berwarna silver yang digunakan untuk menghubungi kamar apartemen yang dituju.

Pikirannya sibuk menimbang-nimbang apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Sopankah yang dilakukannya? Mendatangi seorang pria pada tengah malam, apa kata mendiang ayahnya di atas sana? Tetapi, lagi-lagi, logikanya berdalih, 'Toh ia hanya datang untuk menyerahkan hadiah, bukan benar-benar masuk ke rumah apalagi kamar Sesshoumaru, 'kan?'

Dokter wanita berpendirian keras itu sudah sampai di area apartemen rekannya, ia akan merasa pengecut bila mengurungkan niat dan memilih untuk pulang tanpa menemui kawannya tersebut.

Pangkal alis Kagome tertaut. Genggaman pada gawai dikantongnya mengerat sejenak. Dengan satu helaan napas, ia mengakhiri keraguan dan mulai mencari satu nama yang selalu muncul di dalam pikirannya selain pekerjaan.

Limerence CaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang