Case 08. Seeing Blue [4]

164 19 16
                                    

... and seeing blue signifies a heavenliness.

.

.

.

Sepasang kupu-kupu bersayap emas dan biru terbang dengan luwes di atas bebungaan yang mekar. Hangat mentari menyorot dari celah pepohonan rindang. Sesekali diiringi oleh nyanyian burung, rimba terasa begitu harmonis. Meski pagi itu hutan semarak dengan keindahannya, bagi Sesshoumaru yang terhanyut oleh arus pemikiran, panorama di sekelilingnya hanyalah cokelat dan hijau yang kabur. Tampang tampan yang jarang tersentuh oleh ekspresi itu kini dilanda dilema.

Puluhan menit kesatria itu membelah belantara, yang memenuhi benaknya adalah citra gadis tertentu; helaian kelam yang membingkai paras manis, safir biru kelabu yang hampir selalu terlihat sendu, senyum hangat yang bertentangan dengan pancaran tatapannya.

Secara konstan, kepala Sesshoumaru diisi oleh pelbagai macam reka ulang kejadian yang ia alami terkait seseorang; tatkala ia pertama kali melihat perempuan itu berlarian di tengah hujan, sikap menantangnya yang tak kenal gentar, keberanian gadis itu mengusik sesuatu di dalam dirinya. Ketika miko itu terbalut oleh pakaian yang dipinjamkan, batinnya tergerak. Dan saat ia memergoki Kagome menatapnya diam-diam, ia terpikat.

Samurai itu menghentikan lajunya secara mendadak dan menatap sekitar. Seumur hidup, ia meyakini bahwa dirinya adalah seorang prajurit yang penuh perhitungan, tajam pemikiran, bersikap tenang dan tidak gegabah. Satu-satunya hal yang bertahun-tahun menjadi obsesinya adalah kekuatan. Ia senantiasa berupaya untuk menguasai banyak hal demi mewarisi kekuasaan sang ayah. Ia tidak pernah bertindak bodoh demi apapun jua. Ia selalu mengantisipasi rantai kejadian agar segala sesuatu berjalan sesuai dengan keinginan.

Sungguhpun begitu, semua pendapat si kesatria tentang dirinya sendiri benar adanya. Hanya saja, si sulung Taisho adalah pemula dalam persoalan asmaraloka.

Benar, lelaki itu ahli membangkitkan nyali tapi sama sekali amatir dalam hal yang menyangkut cinta kasih. Pria itu tidak pernah mengantisipasi satu hal yang kini dihadapi: Sesshoumaru telah jatuh hati.

Dari keseluruhan penampilan, hanya sepasang mata samurai itu yang terpajang. Kedua manik tajam itu hanya memancarkan keheranan tak terkira atas pemandangan yang ia saksikan; Di bawah tebalnya gerombolan awan putih serta langit biru yang terbentang, Kastil tua itu kehilangan sentuhan keangkeran. Yang terhampar hanyalah estetika bangunan tua di tengah asrinya alam.

Iya, entah bagaimana, lagi-lagi ia menyimpang dari tujuan awal dan usai memintas hutan. Sepasang tungkai bodohnya itu telah membawanya kembali ke tempat ia pertama kali bertemu dengan gadis yang bernama Kagome.

Prajurit itu tidak tahu berapa lama waktu yang berlalu saat ia berdiri di tempatnya, di tengah kesenyapan, ketika suara terkesiap yang familiar itu mencapai pendengarannya.

Tatkala Sesshoumaru menoleh, di sanalah sosok yang menjadi tambatan asmara, berdiri di tengah gerbang dengan mata yang membulat atas eksistensinya.

Apakah itu sebuah kebetulan? Ataukah takdir yang digurat oleh para Dewa? Apapun itu, yang terjadi pada mereka adalah sebuah guncangan. Guncangan menyenangkan yang membawa persetujuan dan pertentangan di dalam inti jiwa keduanya.

Samurai itu membuka tali di dagu dan yang ada di belakang kepala dengan satu tangan. Pelindung kepala dan wajah kini ia tumpangkan di atas pelana.

Kagome mengeratkan pegangan tangan kiri pada barang yang dipeluknya, ia membetulkan letak busur di bahu kanannya. Sembari mendekat, ia meminta keterangan, "Apa yang kau lakukan di sini?" Kakinya berhenti ketika jarak mereka sudah selangkah.

Limerence CaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang