Imran melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, tak peduli maut bisa saja menyambutnya. Tujuannya gedung kantornya. Sang penjaga keamanan kantor heran melihat salah satu pemilik perusahaan datang ke kantor malam-malam. Namun ia tak berani untuk bertanya. "Nyalakan lift dan lampu di setiap lobby!" titah Imran pada penjaga keamanan bagian dalam kantor.
Titah dilaksanakan dengan baik, Imran bisa sampai ke lantai atas sesuai kemauannya. Ia membuka pintu yang membuatnya bisa menjangkau atap gedung, lalu ia melangkah gontai melewati pintu itu. Setelah berada di bagian tepi atap gedung, Imran berpegangan pada pagar pembatas, mati—mungkin lebih baik untuknya saat ini.
Imran berteriak sekuat tenaga, lalu menangis sejadi-jadinya karena nyeri yang teramat menyakitkan di dadanya. Perlahan tubuhnya merosot. Imran benar-benar frustasi saat ini. Ia menjambak rambut depannya lalu memukuli kedua lututnya sebagai pelampiasan. Ia terlanjur menyerahkan semua hatinya untuk Dinda, dan Dinda malah meremasnya menjadi serpihan debu. "Kenapa aku harus mencintainya, jika dia bukan untukku?" rintih Imran tak kuasa menanggung derita hatinya .
****
Jika Imran sedang frustasi karena cinta Rizky dan Dinda yang menghancurkan harapannya, di rumah Dinda tengah merawat Rizky.Rizky menahan tangan Dinda yang sedang mengompres lebam di tulang pipinya. " Menikahlah denganku, Din!"
Dinda melotot seketika, sebenarnya dimana letak otak Rizky?
"Aku tidak akan pernah menikah denganmu. Sudah kukatakan aku bukan tulang rusukmu, Mas!" Dinda terpaksa harus melempar kalimat tajam itu lagi.
"Lalu tulang rusuk siapa? Kak Imran sudah menceraikanmu" saut Rizky logis.
"Bukan berarti kita bisa egois untuk berbahagia. Tidakkah kau berfikir betapa hancurnya hati kakakmu saat ini?" Dinda geram akan sikap Rizky.
Rizkypun menyadari keegoisannya. Detik berikutnya ia tertunduk lemah. "Tapi kita saling mencintai, Din!" ucapnya rapuh, tapi masih berusaha memperjuangkan cinta terlarangnya.
Dinda mengembuskan nafas beratnya. "Istirahatlah!" ucapnya lantas bangkit untuk meninggalkan Rizky.
"Apa sebenarnya arti dari semua ini?" Rizky frustasi menelaah benang merah antara dirinya dan Dinda. Kini Imran sudah menerima takdirnya, namun ia dan Dinda tetap tak bisa bersatu.
Dinda berbalik. "Tuhan sedang mengajariku makna kehidupan. Aku tidak boleh mengikuti egoku dalam setiap langkah hidupku!" jawabnya.
"Lalu untukku?" tanya Rizky naif.
"Dengarkan hati dan fikiranmu, Mas! kau akan tahu jawabannya," ucap Dinda. Rizky tercenung mencerna kata- kata Dinda.
*****
Dinda mengemasi barang-barangnya, ia berniat untuk kembali ke Semarang besok. Sesaat ia memikirkan kemana suaminya? umm...mantan suami mungkin lebih tepat. Ada rasa cemas memikirkan kondisi hati Imran saat ini. Dengan ragu-ragu Dinda menghubungi nomor Imran, namun dering handphone Imran yang bisa ia dengar memberitahunya bahwa Imran tak membawa handphonenya. Dinda mendesah kecewa.
Detik berikutnya Dinda menoleh pintu yang diketuk Jacky, dan segera membukanya." Papi?" sapanya.
Jacky berusaha tersenyum. "Boleh Papi berbicara denganmu?"
Dinda mengangguk, lalu melebarkan pintu kamarnya. Jacky duduk di sofa yang ada di kamar Dinda dan Imran, kemudian menepuk bagian sofa yang kosong. "Kemarilah!"
Dindapun menurut, segera menghenyakkan tubuhnya di samping Jacky. Jacky bisa melihat kecemasan yang ada di hati Dinda. Jacky merengkuh tubuh Dinda dan mengecup puncak kepala Dinda penuh kasih. " Maafkan Papi membawamu ke dalam takdir rumit putra-putra Papi." Dinda mendongak seketika.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mengikuti Takdir
Fiksi PenggemarDinda hanya bisa mengikuti kemana takdir akan membawanya,setelah kepergian sang ayah.Tanpa Dinda duga,sahabat sang ayah memintanya untuk menikahi Imran,putra dari sahabat ayahnya itu.Dan disana dia bertemu dengan Rizky,adik Imran yang sepertinya men...