31

39 8 160
                                    

Hingga adzan subuh berkumandang Zayn masih terjaga. Fikirannya tak henti memikirkan Kirana. Perjuangan seperti apa yang harus Zayn lakukan? jika Kirana sendiri menyetujui pernikahannya dengan si tua bangka Mardi. Zayn meraih handphonenya dan menghubungi Kirana.

Kirana yang hendak mengambil wudhu mengurungkan niatnya, lantas dengan ragu-ragu mengangkat panggilan telepon Zayn. "Kak Zayn ...."

Terdengar helaan nafas berat Zayn. "Kufikir kau tidak akan mengangkatnya?!"

"Bagaimana keadaanmu, Kak?" tanya Kirana mengabaikan sindiran Zayn.

"Hanya mengalami cidera di persendian, tidak sampai patah. Calon suamimu akan menyesal jika mengetahui ini," jawab Zayn.

Kirana merasakan pukulan telak di dadanya karena kalimat sindiran Zayn, namun ia berusaha tenang. "Semoga lekas membaik, Kak!"

"Oke ... kita akhiri basa-basi ini!" Zayn mengubah panggilannya menjadi panggilan video.

Dengan berat hati Kirana menerima, ia tak berani menatap lekat mata Zayn, meski hanya melalui benda elektronik itu.

"Lihat aku, Ran!" titah Zayn.

"Aku sudah melihatmu, aku minta maaf atas semua luka itu!" ucap Kirana, mengalihkan keseriusan Zayn yang pasti ingin membahas hubungan mereka lagi.

Lagi-lagi Zayn menghela dan mengembuskan nafas beratnya, seolah ada puluhan kilo beban yang ia tanggung. "Aku akan bertanya sekali lagi..."

"Soal cintaku padamu?" Kirana menyela.

"Iya,"saut Zayn."Aku bisa berjuang lagi jika kau mau?"

Kini Kirana yang harus melepaskan beban sesak di dadanya melalui nafas yang ia hempaskan. "Aku tidak mau memancing emosi Pak Mardi. aku tidak mau membahayakan siapapun karena menentang kehendaknya!"

"Dia bukan Tuhan yang bebas bekehendak, Ran!" tukas Zayn.

"Tapi dia orang yang dengan mudah membuat ayahku menjadi tersangka. Dia orang yang dengan mudah menghilangkan jejak kejahatannya. Aku tidak mau mengambil resiko!" cecar Kirana.

"Ran..."

"Lupakan aku jika kau mencintaiku, Kak!" Kirana menukas seketika, membuat Zayn terkejut sekaligus tertegun, bagaimana cara melupakan jika mencintai?

"Perjuanganku selesai, Ran! kau tidak percaya padaku. Kau tidak mengizinkanku menjadi pelindungmu. Semoga kau tidak menyesal!" Zayn kehabisan kesabaran, ia mematikan panggilannya lalu mencari Virgie untuk mengajaknya meninggalkan desa yang baginya begitu menyesakkan.

*****
Perjalanan Semarang-Jakarta terasa canggung bagi Zayn dan Virgie. Hening—tak ada yang mau bersuara. Hingga Zayn merasa muak dengan kondisi itu. "Aku tidak ingin kau berubah, Vir!" Zayn menggeram tertahan.

Virgie pun tercengang karena ucapan Zayn. "Aku tidak berubah", saut Virgie naif.

"Kau yang biasanya tak bisa diam jadi anteng seperti ini, kau bilang tidak berubah?" tukas Zayn.

Virgie menetralkan ekspresinya. "Sebenarnya aku malu pada diriku sendiri, Zayn ... tidak seharusnya aku lancang mencintaimu. Aku takut kau berfikir aku mendekatimu."

"Tidak ada peraturan pada siapa manusia jatuh cinta. Meski aku tidak tahu bagaimana kau bisa jatuh cinta padaku? dan aku tidak bisa membalas cintamu, tapi aku menghargai perasaanmu itu, Vir!" ucap Zayn.

Virgie menoleh Zayn sesaat, tidak mengapa Zayn tidak membalas cintanya, setidaknya Zayn menghargai perasaannya. "Terima kasih" ucap Virgie.

"Ayolah Vir, jangan bersikap seperti orang asing padaku! Aku  sedang butuh teman untuk berkeluh kesah. Oke ... Ini memang jahat, karena aku ingin mengadukan kesedihanku yang kehilangan cintaku pada kau yang mencintaiku, tapi ....." Zayn menjeda ucapannya, ia tampak begitu kacau. "Aku merasa hanya kau yang bisa mengerti kesedihanku!"

Mengikuti TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang