The Day

1.9K 66 9
                                    

Sebuah sinar tajam, menghujam kelopak mataku yang tertutup. Sinar asing itu, mengusik mataku. Dengan sangat terpaksa, kedua kelopak mataku terbuka. Pagi ini adalah pagi paling buruk untukku. Haruskah hari ini tiba? Padahal harusnya aku akan memesan undangan dengan Davin, tapi karena keberangkatan Davin ke Jerman membuat pemesanan, dan jadwal pernikahanku mundur 3minggu. Padahal tinggal sebentar lagi, andai saja dia tidak berangkat untuk menemani mantan pacarnya itu.

"Dek, buruan mandi, abis gini Davin kesini" Kata kak Firza, yang entah dari mana bisa masuk ke kamarku. Ah ya! Aku lupa mengunci pintu kamarku.

Aku diam. Yang ada di pikiranku hanya Davin-pernikahanku-Alisha. 3 hal yang membuat kepalaku berdenyut nyeri. Tak hanya kepalaku yang merasakan nyeri itu, tapi hatiku pun juga merasakannya. Aku tak tahu keputusan yang ku ambil adalah keputusan yang paling tepat. Membiarkan Davin, pergi bersama mantan pacarnya bukan suatu pekara sepele. Membiarkan Davin untuk pergi, sama saja merelakan diriku sendiri untuk merasakan sakit. Sakit yang harus ku pendam sendirian.

"Dek kamu kenapa?" Kasurku bergoyang ringan, karena Kak Firza baru saja duduk di sampingku, yang masih diam, menatap kosong pada tembok kamarku. Tangan Kak Firza bergerak mengusap kepalaku.

"Kamu jangan maksain diri dek, kalau kamu ga kuat kakak suruh Davin langsung ke airport aja" kata Kak Firza lembut.

Aku menggeleng.

"Kamu mau tetep nganter Davin?" tanya Kak Firza.

Aku mengangguk.

"Yaudah siap-siap gih, aku tunggu di depan ya" Kata Kak Firza, setelah itu ia memberikan kecupan di keningku. Kak Firza akan beranjak dari kasur ini, tapi buru-buru ku tahan tangannya.

"Kenapa dek?" tanya Kak Firza, sambil duduk kembali di sampingku.

Aku memeluk badan kerempengnya itu. Tangisku pecah begitu kak Firza mengusap punggungku. Aku tak sekuat yang Davin pikir. Aku lemah. Bahkan untuk melihat dia bersama wanita lain, aku tidak sanggup untuk melihatnya.

"Sssh.... Kamu yang sabar dek. Kakak tau kamu kuat." Kuat? Aku tertawa sendiri, setelah Kak Firza bilang aku kuat. Tawa hambar, yang ku tujukan untuk diriku sendiri. Mungkin akan terdengar sedikit menyeramkan untuk kak Firza, di sela tangisku aku malah tertawa hambar.

Aku ga sekuat seperti yang orang lain lihat. Bahkan hatiku ini, lebih rapuh daripada tulang kakek-kakek sekalipun. Aku bukan tipikal wanita tangguh, yang rela melihat tunangannya harus pergi bersama mantan pacarnya. Walaupun tujuannya hanya untuk berobat, tapi pikiran-pikiran negatif tidak mau berhenti berputar di kepalaku.

"Aku.....Aku takut kak" ucapku terbata, dan air mataku ini terus mengalir tak henti-henti.

"Apa yang kamu takutin? Bilang sama kakak" Kak Firza menyelipkan anak rambut yang menutupi wajahku, ke belakang telingaku.

"Davin...." hanya itu yang sanggup aku ucapkan, menyebut namanya pagi ini, entah kenapa begitu menyakitkan.

"I know.... Kamu sabar dulu dek, kamu percaya Davin kan?" tanya kak Firza.

"I dont know" jawabku, yang masih saja sesenggukan.

"Percaya sama Davin, dia ga bakal ngelakuin yang macem-macem di sama. Kakak yakin." jeda sebentar. "Davin sayang kamu dek, kakak tau betul itu."

"Tapi kan yang namanya khilaf bisa aja kejadian kak. Aku takut selama 4/5 hari nanti, Davin bakalan sayang lagi sama Alisha. Aku...aku...." aku ga sanggup lagi melanjutkan ucapanku, dan kembali menangis di pelukan kak Firza. Kali ini aku memeluknya lebih erat.

"Sugar" Panggil sebuah suara.Aku dan Kak Firza menoleh ke sumber suara, Davin. Dadaku berdetak lebih cepat sekarang, tiba-tiba ngilu di hatiku muncul kembali. Aku memandang Davin sekilas, lalu melepas pelukan Kak Firza. Kenapa dia bisa disini? Ini baru pukul 6, tapi kenapa dia sudah datang?

My Beloved SugarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang