-Davin POV-
Aku memasuki kamar hotelku. Aku melepas kemeja serta kaus putih yang melekat di badanku. Badanku lumayan lelah, setelah menunggu kurang lebih 6 jam di rumah sakit, menunggu Alisha -yang notabenya adalah mantanku- untuk chek up. Aku tau aku jahat. Aku egois. Aku tidak adil pada Mita. Tapi aku bisa apa? Ketika orang tua Alisha datang ke rumahku, sambil memohon untuk menjaga anaknya. Ditambah lagi dengan janji ayah Alisha waktu itu.
*Flash back on*
"Davin ada yang nyari tuh di bawah" Tiba-tiba saja kepala mama menyumbul dari balik pintu kamarku.
"Siapa ma?" tanyaku yang masih fokus pada tumpukan kertas-kertas yang berhamburan di kasurku.
"Mending kamu turun deh, cepetan ya." Ucap mama melemah.
Memang siapasih yang datang? Kok mama jadi lemes gitu? Debtcolector? Seingatku aku tidak mempunyai hutang sedikitpun. Atau janban-jangan mama belum membayar kartu kredit?! Yatuhan mama!
Akh langsung bangkit dari tidurku, dan bergegas turun ke bawah. Dengan langkah besar, aku berjalan melewati 2 anak tangga sekaligus.
"Davin" panggil sebuah suara, yang tak asing di telingaku. Seorang laki-laki yang dapat di katakan tua, dengan rambut yang tersisir rapih. Mata hitamnya, dan bentuk dagu memanjang membuatku langsung menyadari siapa laki-laki yang ada di hadapanku.
"Om Jeremy?" panggilku ragu, buat apa beliau datang kemari?
Om Jeremy tersenyum ke arahku. Ku balas dengan senyuman kecil. Aku masi belum bisa mencerna maksud kedatangan om Jeremy ke rumahku pagi ini.
"Davin om membutuhkan bantuanmu" ucap Om Jeremy dengan penuh harap.
"Ada apa om? Apa yang bisa Davin bantu?" tanyaku.
Om Jeremy nampak bingung harus menjelaskan masalahnya padaku. Nampak jelas dari wajahnya yang terlihat sangat gusar sekarang.
"Ah kita omongin di ruang kerja Davin aja om, mari" Ajakku. Aku dan om Jeremy berjalan melewati lorong-lorong rumahku, dan akhirnya sampailah pada ujung lorong, dengan pintu berwarna coklat tua.
"Silahkan om" Aku mempersilahkan om Jeremy duduk pada single sofa yang ada di samping pintu kerjaku.
"Terimakasih Davin," Kata Om Jeremy sambil tersenyum.
Aku balas tersenyum pada Om Jeremy, lalu aku ikut duduk di salah satu sofa panjang di ruanganku. Aku menyandarkan punggungku di sandaran sofa putih ini. Dalam hatiku aku masih menebak-nebak hal apa yang membuat papa Alisha datang ke rumahku.
"Davin" Ucap om Jeremy mengawali pembicaraan kami. "Alisha harus di oprasi, dan menjalani beberapa teraphy" Om Jeremy membuang nafas lega, seolah semua beban yang ada di pundaknya runtuh.
"Terus ada yang bisa Davin bantu? Om mau....pinjam uang?" ucapku sedikit ragu. Mungkinkah pengusaha salah satu merk perhiasan yang terkenal di benua Eropa masih membutuhkan dana tambahan?
Om Jeremy tertawa geli setelah mendengar pertanyaanku. Tidak ada yang lucu bukan? Aku hanya bertanya.
"Bukan gitu Dav, Alisha bilang dia mau melakukan semua itu asal kamu menemani dia."
Apa?
Aku diam. Di satu sisi aku ingin membantu om Jeremy, membantu Alisha yang sudah ku anggap sebagai adik perempuanku sendiri. Tapi di sisi lain, aku harus menjaga perasaan calon istriku Mita, my sugar yang memang tidak pernah akur dengan mantan kekasihku itu. Aku tidak ingin wanitaku bersedih melihatku harus menghabiskan waktu dengan Aliha. Dan aku lebih tidak ingin si Anta-sialan- itu menghibur wanitaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beloved Sugar
ChickLitPernahkah kalian menunggu seseorang, dalam status yang tidak pasti? Setelah sekian lama tidak bertemu, akhirnya mereka bertemu membali.Lagi-lagi dia memintaku menunggunya. Ditambah lagi dengan munculnya 'dia' diantara kami. apa aku masih bisa terus...