Awal yang Baru

1.2K 84 0
                                    


"𝓣𝓱𝓮 𝓯𝓲𝓻𝓼𝓽 𝓽𝓲𝓶𝓮 𝔂𝓸𝓾 𝓯𝓪𝓵𝓵 𝓲𝓷 𝓵𝓸𝓿𝓮, 𝓲𝓽 𝓬𝓱𝓪𝓷𝓰𝓮𝓼 𝔂𝓸𝓾 𝓯𝓸𝓻𝓮𝓿𝓮𝓻 𝓪𝓷𝓭 𝓷𝓸 𝓶𝓪𝓽𝓽𝓮𝓻 𝓱𝓸𝔀 𝓱𝓪𝓻𝓭 𝔂𝓸𝓾 𝓽𝓻𝔂, 𝓽𝓱𝓪𝓽 𝓯𝓮𝓮𝓵𝓲𝓷𝓰 𝓳𝓾𝓼𝓽 𝓷𝓮𝓿𝓮𝓻 𝓰𝓸𝓮𝓼 𝓪𝔀𝓪𝔂."

~𝓝𝓲𝓬𝓱𝓸𝓵𝓪𝓼 𝓢𝓹𝓪𝓻𝓴

*.*.*.

You're just too good to be true
Can't take my eyes off of you
You'd be like Heaven to touch
I wanna hold you so much

Suara lembut dipadu flute yang merdu terdengar begitu aku memasuki ruangan. Seorang lelaki menantiku di bawah dengan mengenakan tuksedo putih dan dasi kupu-kupu hitam yang membuatnya makin memesona. Dia tersenyum begitu aku menuruni tangga sambil mengangkat sedikit gaun putih yang aku kenakan. Rambutnya yang ditata ke belakang terlihat berkilau diterpa cahaya kandelir kristal di atasnya.

Satu tangannya di balik punggung dan satu lagi terarah kepadaku saat aku telah tepat di depannya. Pelan, aku meletakkan jemari di genggamannya, mengantar sengatan listrik yang membuat tulangku seakan-akan berkedut. Dia menunduk, meletakkan bibirnya singkat di punggung tanganku. Mendadak oksigen seolah-olah menghilang dan jantungku seperti berada di pacuan, ketika jemari lelaki bermata cokelat terang itu diletakkan di punggungku.

Pandangan kami beradu, tidak peduli keramaian pesta pernikahan ini. Aku terkesima menatap bayanganku di pupilnya. Tatapannya membuatku merasa bahwa mata itu hanya akan selalu tertuju kepadaku. Rasanya seperti MIMPI.

Perlahan, tanganku menyusuri lengannya dan berhenti di bahu. Kaki kami bergerak beriringan, melangkah ke kanan-kiri, lalu memutar. Dansa manis yang menjadikanku seperti Cinderella, bedanya aku bisa berdansa dengan pangeranku hingga pagi.

Keenan Malik Moretti, suamiku. Lelaki yang mengikrarkan akad untuk selalu bersamaku, mewujudkan pernikahan impianku sejak kecil. Sebagai penggemar Putri Disney; gaun, tiara, dan dansa adalah hal yang aku sukai.

Keenan tidak hanya memberi tiga hal itu. Dekorasi ballroom ini juga sengaja dibuat mirip dengan ruang pesta dansa di film Cinderella, bahkan tangga dan karpet merahnya. Dia sepertinya tahu kalau dari semua karakter Disney, aku sangat menyukai Cinderella.

Meski aku tidak memiliki ibu tiri dan kakak tiri yang jahat, aku memiliki ibu kandung yang selalu mengomeliku. Pun selalu membandingkanku dengan kedua kakakku yang dianggapnya membanggakan. Sama-sama anak kandung, tetapi aku dianaktirikan. Kata ibuku, aku adalah bentuk kegagalan dalam hidupnya. Perkataan yang sebenarnya sering menyakiti hatiku, dan juga menjadi alasan aku makin membangkang. Ah, aku tidak akan membahas buruknya Ibu di hari bahagiaku ini, tanpanya aku tidak mungkin berdansa dengan lelaki yang merebut hatiku sejak lama.

"Rasanya aku mau berdansa terus seperti ini," bisikku.

Dia mengulas senyum, lalu mengangguk. "Setelah ini, kita bisa berdansa kapan saja kamu mau."

I love you, Baby
And if it's quite alright
I need you, Baby
To warm the lonely night
I love you, Baby
Trust in me when I say

Lagu terus berlanjut, begitupun dansa kami. Beberapa pasangan ikut menemani kami. Namun, bisa kuyakinkan, aku tidak bisa melihat apa pun malam ini selain Keenan.

Ada beberapa yang bilang bahwa cinta pertama berkesan karena itu adalah pertama kalinya kita merasakannya. Katanya, saat cinta yang lain datang, cinta pertama sirna dengan sendirinya. Kupikir mereka salah, karena setelah beberapa lelaki datang dan pergi di hidupku, Keenan tetap memiliki tempat yang tidak terganti di hatiku.

Setelah sesi dansa selesai, aku dan Keenan berkeliling untuk berbincang dengan tamu. Dia juga memperkenalkanku kepada beberapa teman dan rekan kerjanya. Hal yang membuatku bahagia adalah genggamannya yang tidak pernah terlepas meski berbincang serius. Kalau saja dia tidak ke toilet, tanganku akan selalu menempel di tangannya. Sebenarnya, aku mau saja ikut ke toilet kalau dia mengajak.

"Aku nggak bakal bilang selamat kalau itu yang kamu harapkan," ketus Delfi, bersedekap dan tidak mau menatapku.

Aku menggaet lengan Delfi. "Kita udah jadi saudara, masa nggak senang. Tenang, aku kakak ipar yang baik."

Aku dan Delfi berbaikan setelah seminggu saling menghindar satu sama lain. Sejujurnya, aku sangat sakit hati dengan ucapannya itu. Namun, saat dia meminta maaf, aku pun berpikir kalau sahabat baikku itu tentu saja tidak bermaksud demikian. Aku sempat bertanya alasannya tidak setuju dan dia berkata tidak tahu, hanya tidak mau saja.

Aku hampir tersentak karena Keenan tiba-tiba muncul di belakangku dan berbisik, "Cuma ditinggal beberapa menit, kamu sudah di tangan orang lain."

Tanganku seketika berpindah di lengan Keenan, terkekeh pelan saat mendengar ucapan ketus Delfi. "Jangan bikin aku jijik!"

Acara dilanjutkan dengan pemutaran video pra-wedding kami. Dimulai dari foto saat aku dan Keenan masih kecil. Termasuk foto memalukan saat kami hanya mengenakan popok dan ada yang bahkan tidak memakai apa-apa. Meski kami masih bayi dan bagian tertentu ditempeli stiker, tetap saja memalukan melihat foto itu dipertontonkan di depan umum. Aku yang sedang berdiri di samping Keenan, langsung membunyikan wajah di dada suamiku itu.

Berbeda denganku yang telah lucu dan imut sejak lahir, Keenan bukan sejenis bayi yang akan dikerubuti oleh ibu-ibu. Standar kecantikan yang ditetapkan kebanyakan orang tidak pas dengan Keenan yang lahir dengan kulit gelap dan kurus. Namun, sepanjang foto terus berganti, bisa dilihat bagaimana waktu mengubah bayi yang terlihat tidak menarik bagi sebagian besar orang menjadi lelaki dewasa yang menawan.

Video itu mengingatkanku pada hari pertama bertemu dengan Keenan. Saat itu, dia mengantar Delfi ke rumahku untuk mengerjakan tugas. Aku yang mendengar mobil berhenti di depan rumah berlari untuk menyambut, maklum pertama kali menyambut teman yang berkunjung ke rumah sederhana orang tuaku.

Mobil yang dikendarai Keenan berwarna putih, mulus seperti baru. Aku sudah lupa mereknya, bahkan benar-benar tidak memperhatikannya karena fokus kepada lelaki yang keluar dari mobil bersama Delfi.

Saat pertama kali melihat Keenan yang memasang senyum ramah, waktu serasa terhenti. Kalo Afgan bilang, senyumnya mengalihkan duniaku. Lebay? Memang, tetapi itu kenyataannya. Bibirnya yang ditarik, gigi putihnya berderet sekilas mirip gigi kelinci. Matanya yang di kelilingi bulu lentik dan panjang. Aku yakin siapa pun akan terpesona melihatnya.

"Sayang, ada apa?"

Aku gelagapan mendengar pertanyaan Keenan. Saat menatap ke sekeliling, aku baru sadar kalau orang tua Keenan telah ada di depanku, menatapku dengan alis agak terangkat. Kebiasaan lamaku, kalau mengkhayal tidak tahu tempat.

"Mama tadi bilang kalau waktu bayi kamu sangat lucu," sebut Keenan.

"Ah, ya." Aku mengangguk kikuk, padahal biasanya aku tidak sekaku ini di depan ibu Keenan mengingat aku sering menginap bersama Delfi.

"Kalo kalian punya anak nanti, pasti akan jauh lebih lucu."

Punya anak? Kepalaku seketika memikirkan proses pembuatan anak. Maksudku ... oh, jorok sekali! Aku jadi bertanya-tanya, apa Cinderella juga mengkhawatirkan hal yang sama sepertiku?

"Tanganmu dingin, kamu baik-baik saja, kan, Sayang?"

Aku menoleh ke arah Keenan yang sedang menatapku. Aku memulas senyum untuknya. Tidak apa-apa, semua akan terjadi secara alami. Sealami sel sperma yang bertemu dengan sel telur pada waktunya.

*.*.*.

Suami Sempurna Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang