"𝓨𝓸𝓾 𝓬𝓪𝓷 𝓸𝓷𝓵𝔂 𝓫𝓮 𝓳𝓮𝓪𝓵𝓸𝓾𝓼 𝓸𝓯 𝓼𝓸𝓶𝓮𝓸𝓷𝓮 𝔀𝓱𝓸 𝓱𝓪𝓼 𝓼𝓸𝓶𝓮𝓽𝓱𝓲𝓷𝓰 𝔂𝓸𝓾 𝓽𝓱𝓲𝓷𝓴 𝔂𝓸𝓾 𝓸𝓾𝓰𝓱𝓽 𝓽𝓸 𝓱𝓪𝓿𝓮 𝔂𝓸𝓾𝓻𝓼𝓮𝓵𝓯." - 𝓜𝓪𝓻𝓰𝓪𝓻𝓮𝓽 𝓐𝓽𝔀𝓸𝓸𝓭
*.*.*.
"Suri!" Keenan yang sepertinya baru saja datang, memanggil.
Aku yang sedang berada di atas saja bisa mendengar. Saat berteriak tidak terdengar ada emosi, tetapi tetap saja aku yakin Suri takut. Kalau Keenan sampai meninggikan suara, itu berarti bukan hal yang baik.
Segera aku turun meski masih menggunakan piyama mandi. Terlihat Suri berdiri di depan Keenan. Langkahku makin cepat menuruni tangga.
"Kenapa lari-lari di tangga, Sayang? Kamu lagi hamil." Keenan memandang ke arahku.
"Ada apa?" Aku menatap Suri dan Keenan berganti, tidak menjawab pertanyaan Keenan yang sepertinya memang tidak butuh jawaban.
"Lihat bunga kristal itu." Keenan menunjuk ke meja kecil yang berada di sudut ruang tamu.
Vas bunga bening itu memiliki lima bunga kristal, masing-masing merah, biru, hijau, kuning, dan putih. Ada aturan khusus dalam penempatan bunga itu, warna putih di tengah; merah di bagian selatan; kuning di utara; hijau di timur; dan biru di barat. Tidak boleh berubah. Parahnya, bunga putih bertukar tempat dengan kuning.
Alis tebal Keenan saling mendekat. "Sangat menggangu," rutuknya.
"Anu ... tadi aku yang mengatur," timpalku.
Keenan menggeleng. "Cukup, Sayang. Aku tahu kamu terus berusaha menutupi kesalahan Suri."
Suri menekur. "Ma--maaf, Pak."
Keenan masih memandangku, seolah-olah tidak peduli dengan pemintaan maaf Suri. "Berikan gaji Suri bulan ini. Besok aku akan minta Asya cari pembantu baru untuk kamu."
Setelah mengatakan itu, Keenan berlalu, meski Suri meminta maaf lagi dan berkata tidak akan mengulangi kesalahannya. Mencari pembantu lagi bukan perkara mudah, apalagi aku merasa cocok dengan Suri yang sudah bekerja berbulan-bulan di rumah ini.
"Sayang!" Aku mengejar Keenan yang menaiki tangga.
Dia berhenti, berbalik kepadaku.
"Nggak usah dipecat, Sayang. Aku mohon. Suri nggak bakal mengulanginya lagi," mintaku saat kami sudah beriringan menaiki tangga.
"Kamu tahu aku nggak menolerir kesalahan."
Saat Keenan mengatakan itu berarti percakapan berakhir. Kami pun melanjutkan langkah sampai ke kamar. Aku berdiam di dekat ranjang sebentar, mengatur napas, sebelum menyusul Keenan ke ruang ganti.
Saat aku masuk ke sana, Keenan telah mengenakan celana pendek dan kaos putih polos, tanda bahwa dia akan mandi. Baju bekas pakainya diletakkan di lemari khusus. Jas tetap tergantung dan celana terlipat rapi. Jika orang lain masuk ke walk-in coset ini, mereka pasti berpikir pakaian di lemari itu bersih.
Tempat ini dikelilingi rak-rak lemari dan di tengah-tengah terdapat kotak kaca yang memiliki banyak laci dari atas sampai bawah. Kotak itu merupakan tempat jam, pin dasi, dan dasi. Aku masih ingat bagaimana susahnya mengatur barang-barang di sini saat pertama kali. Selain mengatur sesuai jenis dan warna, aku dan Nurul--pembantu kami saat itu--juga harus memperhatikan rumah mode dari setiap pakaian. Ya, dan Nurul berakhir bekerja hari itu juga.
Rak sebelah kiri adalah milikki. Rak paling atas adalah bagian untuk tas, kedua dari atas adalah pakaian rumahan yang berupa kaos dan celana pendek, juga piyama. Rak selanjutnya untuk pakaian yang digantung, didominasi oleh gaun untuk keluar. Rak paling berupa laci besar yang berisi sepatu dan sandal. Susunan yang sama berlaku untuk rak milik Keenan, hanya saja untuk bagian gaun diganti jas dan pada rak yang lain berupa kemeja. Anak-anak mungkin suka berada di sini karena warna baju yang seakan-akan membentuk pelangi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Sempurna
RomanceNindy, seorang remaja yang jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Keenan, kakak sahabatnya. Saat tiba-tiba dilamar oleh cinta pertamanya, dia langsung menerima. Menganggap dirinya adalah Cinderella yang beruntung menikahi pangeran berkuda putih. ...