Reuni

931 74 6
                                    

𝘓𝘰𝘷𝘦 𝘴𝘩𝘰𝘶𝘭𝘥 𝘯𝘰𝘵 𝘮𝘢𝘬𝘦 𝘺𝘰𝘶 𝘧𝘦𝘦𝘭 𝘭𝘪𝘬𝘦 𝘸𝘢𝘭𝘬𝘪𝘯𝘨 𝘰𝘯 𝘦𝘨𝘨𝘴𝘩𝘦𝘭𝘭𝘴.
– 𝘌𝘮𝘮𝘢 𝘟𝘶

*.*.*.

Aku terus memegang ponsel setelah membaca pesan di grup sekolah. Teman-temanku berencana berkumpul di salah satu restoran. Delfi sudah mengirim pesan juga kalau akan pergi dan mengajakku ikut. Sudah beberapa kali acara kumpul bersama dilangsungkan oleh mereka, tetapi aku tidak pernah bergabung karena tidak ada izin dari Keenan. Aku selalu memberi alasan kalau sedang ada rencana dengan suami atau Mama.

Keenan masih ada di ruangan pribadinya. Dia biasanya membaca atau melanjutkan kerjaannya di sana. Aku mondar-mandir di depan boks Louis. Bosan mondar-mandir, aku kembali ke kamar. Aku duduk di bibir ranjang, sesekali menatap pintu kamar bergantian dengan jam di dinding atau layar ponsel. Sebentar lagi, Keenan akan datang.

Untuk membunuh waktu, aku memutuskan berselancar di media sosial. Ada video pendek dari Delfi yang sedang berada di pantai dengan beberapa temannya. Rasa iri menguasai hatiku. Aku sudah lupa bagaimana rasanya berkumpul dan bercanda dengan teman.

"Sayang, Louis sudah tidur?"

Aku mendongak, menatap Keenan yang berdiri di depan meja riasku. Aku mengangguk sambil tersenyum, memperbaiki posisi di ranjang untuk siap-siap istirahat. Keenan pun pergi ke tempatnya, masuk ke dalam selimut setelah mematikan lampu utama dan menyalakan lampu tidur.

"Ehm, Sayang," ucapku.

"Ada apa?"

Aku mengatur napas berkali-kaki sebelum menyampaikan keinginanku. "Begini, besok teman sekolahku mau ngumpul bareng. Aku juga mau ikut. Tapi, aku berangkat bareng Delfi, kok."

"Bukannya aku mau melarang, tapi ada Louis yang harus kamu jaga. Sofia juga butuh diantar jemput les."

Aku sudah tahu Keenan akan berkata seperti itu. Tidak bermaksud melarang, tetapi tidak memberi izin. Tidak ada bedanya.

"Nanti aku ke sana kalau Sofia sudah masuk les dan pulang kalau Sofia sudah kelar les. Lagian, Louis bisa tinggal sama Riri, dia juga minumnya susu formula." Aku menggamit lengan Keenan, berharap dia luluh kalau aku sedikit bermanja-manja.

"Kamu tahu kalau aku nggak bisa percayain anakku dengan orang lain, selain kamu," katanya.

Aku duduk lebih dekat. "Cuma sebentar. Kalau memang Louis nggak boleh ditinggal, kau bakal bawa. Boleh, ya? Sebentar aja, kok."

Keenan membaringkan tubuhnya, sehingga aku menarik tanganku dari lengannya.

"Nggak bisa, Sayang. Louis itu rewel, mau dia nangis terus," ucap Keenan. "Aku mengantuk. Kamu juga harus istirahat sebelum Louis bangun."

Percakapan kami berakhir. Apa pun alasanku, Keenan akan tetap melarang. Aku tidak mungkin bisa keluar kecuali bersamanya atau untuk kepentingan keluarga kecil kami. Meminta izin kepada Keenan seperti menunggu gerhana tiba.

Tidak mendapatkan izin, aku tidak menyerah. Aku lelah berada di rumah dengan kegiatan yang itu-itu saja. Itu sebabnya, aku menghubungi Asya.

"Sya, boleh minta salinan kegiatan Keenan hari ini?" Aku menghubungi Asya.

"Boleh, aku kirimkan sekarang kalau begitu."

"Ya, ya, terima kasih, ya, Sya."

Setelah menerima jadwal harian Keenan, aku menyunggingkan senyum. Hari ini, dia akan pulang malam karena ada pertemuan dengan rekan kerjanya sekalian makan malam. Pebisnis harus memperluas jaringan, makanya Keenan selalu sibuk bertemu sana-sini.

Suami Sempurna Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang