Arti Cinta

974 82 3
                                    

"𝘠𝘰𝘶 𝘤𝘰𝘮𝘦 𝘵𝘰 𝘭𝘰𝘷𝘦 𝘯𝘰𝘵 𝘣𝘺 𝘧𝘪𝘯𝘥𝘪𝘯𝘨 𝘵𝘩𝘦 𝘱𝘦𝘳𝘧𝘦𝘤𝘵 𝘱𝘦𝘳𝘴𝘰𝘯, 𝘣𝘶𝘵 𝘣𝘺 𝘴𝘦𝘦𝘪𝘯𝘨 𝘢𝘯 𝘪𝘮𝘱𝘦𝘳𝘧𝘦𝘤𝘵 𝘱𝘦𝘳𝘴𝘰𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘧𝘦𝘤𝘵𝘭𝘺."
—𝘚𝘢𝘮 𝘒𝘦𝘦𝘯

*.*.*.

"Sofia nggak ikut?" Mama bertanya.

Aku yang duduk di sofa tidak menatap Mama, lebih memilih menggulir layar ponsel untuk melihat beranda media sosial yang menampilkan foto-foto dari teman-temanku.

"Dia les matematika."

Sofa yang aku duduki turun sedikit saat Mama mengambil tempat di sampingku.

"Les matematika? Anakmu itu masih empat tahun, waktunya main. Kalau sudah pulang TK, biarin di rumah. Ini, kok les macem-macem. Nanti kalau sudah agak gedean. Anakmu nanti stres," omel Mama.

Aku tidak menjawab, menekan dua kali pada foto-foto yang lewat di depan mataku. Terdengar suara tangisan Louis di dalam.

"Bunga! Louis nangis!" teriakku kepada baby sitter Louis yang disewa Keenan.

Aku menoleh kepada Mama sambil meringis saat dia memukul pahaku. Dia menggeleng-geleng.

"Kamu ini, anak menangis ya samperin. Biarpun punya pengasuh, kalau kamu nggak ada kegiatan, ya jagain sendiri."

"Bunga dibayar buat jagain Louis, kok, Ma. Keenan nggak mau aku capek."

Aku masih ingat perkataan Keenan kalau dia tidak mempercayaiku dalam mengurus Louis. Ya, aku juga tidak peduli, justru lebih bagus. Aku tidak perlu menggendong agar Louis diam.

"Suamimu itu terlalu memanjakan kamu. Diberi pembantu, pengasuh anak, juga sopir. Kamu jadi makin malas. Istri yang berguna saja ditinggal sama suami, apalagi kalau modelan kamu."

Aku menekan rahangku keras mendengar perkataan Mama. Aku bisa melakukan pekerjaan rumah, menjaga bayi, dan menyetir. Aku bisa melakukan semuanya kalau saja Keenan memiliki sedikit saja pengertian.

Keenan dan segala aturannya membuatku susah melangkah. Aku seolah-olah orang yang tidak memiliki kekuatan apa-apa di depannya. Jika memang dia mau pergi, aku merelakannya. Tidak. Tepatnya, aku yang akan pergi karena rumah itu bukan rumahku.

"Eh, Naura," sebut Mama.

Aku mendongak dan mendapati Kak Naura yang baru saja datang. Aku tersenyum kepadanya, meminta agar dia segera duduk karena aku mau mengobrol. Ya, mengobrol basa-basi dengan Kak Naura lebih baik daripada terus menerus diceramahi Mama.

Dari dalam, Bunga datang sambut menggendong Louis dan duduk pada sofa di depanku. Mama pun berpindah tempat untuk bermain dengan cucu kesayangannya. Katanya, dia senang karena memiliki cucu lelaki setelah dua yang lain adalah perempuan. Tempat Mama diambil alih oleh Kaka Naura.

"Aku dengar toko Kakak buka cabang di luar Jakarta?"

"Iya, ada beberapa cabang yang buka."

Kak Naura bisnis clothing line. Dia menggandeng seorang selebriti ternama untuk membuat bisnis itu. Pada dasarnya, dia pemiliknya. Dia hanya memberi sejumlah saham kepada si selebriti untuk namanya.

"Kapan kamu mau hamil, Ra? Nggak mau kamu punya anak setampan Louis?" Mama memberondong Kak Naura dengan pertanyaan yang aku yakin sudah sering Kak Naura dengar.

"Louis ganteng karena bapaknya juga ganteng, Ma," ucapku.

Kak Naura menggetok kepalaku. "Jadi, maksud kamu suamiku tidak ganteng."

Suami Sempurna Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang