Bulan Madu

1.3K 79 5
                                    

"𝘉𝘦𝘪𝘯𝘨 𝘥𝘦𝘦𝘱𝘭𝘺 𝘭𝘰𝘷𝘦𝘥 𝘣𝘺 𝘴𝘰𝘮𝘦𝘰𝘯𝘦 𝘨𝘪𝘷𝘦𝘴 𝘺𝘰𝘶 𝘴𝘵𝘳𝘦𝘯𝘨𝘵𝘩, 𝘸𝘩𝘪𝘭𝘦 𝘭𝘰𝘷𝘪𝘯𝘨 𝘴𝘰𝘮𝘦𝘰𝘯𝘦 𝘥𝘦𝘦𝘱𝘭𝘺 𝘨𝘪𝘷𝘦𝘴 𝘺𝘰𝘶 𝘤𝘰𝘶𝘳𝘢𝘨𝘦."

~𝘓𝘢𝘰 𝘛𝘻𝘶

*.*.*.

Kata Kak Naura, dia takut kalau aku nantinya menyesal jika menikah muda. Dia tidak tahu saja betapa indahnya pernikahan, apalagi kalau menikah dengan Keenan. Setiap pagi, hal pertama yang aku lihat adalah pemandangan ciptaan Tuhan yang sempurna, suamiku. Rasanya tidak mau bangun kalau sudah di ranjang. Bukan hanya itu, menikah dengan Keenan membuatku bisa menginjakkan kaki di salah satu destinasi yang aku impikan.

Keenan membawaku ke Maladewa untuk bulan madu. Awalnya, kami berencana ke Bora-Bora, tapi waktu tempuhnya sangat lama karena jarak yang jauh. Sementara Keenan tidak bisa pergi lama karena harus bekerja.Bulan madu kami juga menjadi pertama kalinya aku keluar negeri. Naik pesawat saja hanya satu kali saat berkunjung ke rumah tante di Palembang waktu kelas dua SD. Itu pun kelas ekonomi di maskapai termurah yang sepertinya sudah tidak beroperasi sekarang.

Kali ini, aku merasakan kemewahan dari pesawat yang sesungguhnya. Aku dan Keenan memiliki bilik tersendiri dengan teve besar dan tempat luas dan nyaman. Aku bisa berbaring dan duduk sesukaku. Privasi pun sangat terjaga karena pintu bisa ditutup. Makanannya juga sangat enak.

Untuk sampai di resort yang telah direservasi oleh Keenan, kami menaiki sea plane dari Bandara Valena. Perjalanan itu memakan waktu lebih satu jam dan aku manfaatkan untuk tidur sambil menyandarkan kepala di bahu Keenan. Dan rasanya jauh lebih nyaman dari tidur di bilik first class pesawat. Saat aku membuka mata, pesawat kecil itu sudah siap mendarat. Keenan yang duduk di dekat jendela teru menatap lautan yang warnanya perpaduan biru dengan toska.

"Kita akan mendarat di mana?" Aku bertanya karena melihat di sekeliling kami hanya ada lautan.

"Nama pesawat ini sea plane karena satu alasan, Sayang," jawab Keenan, mengusap puncak kepalaku pelan, lalu mengecup keningku.

"Berarti kita tidak mendarat, tapi melaut," candaku, ditimpali tawa oleh Keenan.

Pesawat yang baru mendarat mulai bergoyang. Aku menggenggam tanga Keenan erat. Rencananya ingin menenangkan degupan jantung, ternyata detakannya justru makin cepat. Mungkin karena aku sangat mencintai Keenan, jadi jantungku tidak pernah aman setiap kali menyentuhnya. Padahal, kami sudah sekamar sejak tiga hari yang lalu. Sensasi mendarat di darat cukup berbeda dengan mendarat di laut, sampai turun pun rasanya pesawat masih bergoyang.

Perjalanan kami dilanjutkan dengan menaiki perahu. Aku dan Keenan duduk di sudut belakang sebelah kiri. aku bersandar nyaman di bahu Keenan sambil menyaksikan panutan indah juga terpaan angin yang kencang. Rasanya tidak sabar menikmati keindahan bawa laut salah satu tempat favorit untuk sailing dan snorkling. Bukannya di Indonesia tidak ada tempat yang bagus, mungkin ada yang lebih indah. Aku hanya mau merasakan terbang jauh ke luar negeri, mumpung gratis.

"Kita akan menginap di sana." Keenan menunjuk ke arah deretan kamar-kamar bungalow yang berada di atas air, membentuk cabang-cabang yang rapi.

Aku hanya mendongak, memunculkan senyum manis kepada Keenan. Tanda kalau aku tidak sabar untuk segera ke kamar kami. Saat turun dari perahu, kami disambut oleh petugas resort yang mengenakan kemeja putih dan celana krem. Mereka menyiapkan kalung bunga dan mengalunkannya satu per satu kepada seluruh penumpang perahu, termasuk aku dan Keenan. Mereka bahkan menyambut kami dengan tabuhan gendang.

"Say Jesslyn yang akan mengantar Anda ke kamar. Mari, kita akan naik mini cart," ucap seorang petugas perempuan dengan rambut cokelat dan mata keabu-abuan.

Suami Sempurna Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang