02. Item Kayak Ayam Gosong.

1.3K 124 129
                                    

Badanku terasa di bakar, tanganku seakan kram dan kakiku juga sudah tidak tahan untuk berdiri. Pada akhirnya aku olahraga dua kali, bedanya sekarang aku dihukum karena kesalahanku sendiri.

"Ingat Nashita Barkat, setelah ini kalau kamu gak berubah, maka saya akan panggil orang tua kamu, mengerti?" tegas Bu Rahmi.

"Iya, Bu," ucapku dengan nada menyesal.

Tanpa peduli lagi, Bu Rahmi pergi meninggalkanku kepanasan di lapangan. Sejujurnya aku bukan tipe anak yang nakal dan susah di Atur, aku seperti murid kebanyakan, hanya saja hari ini aku banyak melakukan kesalahan dan ini semua gara-gara si cowok brengsek itu.

Ibu Rahmi sudah pergi dan sekarang yang datang adalah si pengintip itu, dia malah melihatku dengan seringai yang merendahkan. Terlihat dia bersandar di dinding dengan tangan dilipat di dada. Ingin sekali aku memukulnya, dia bahkan tidak merasa bersalah ketika aku dihukum karenanya.

"Apa Lo liat-liat?" sarkasku padanya yang berada di hadapanku.

Laki-laki berjaket abu itu mendekat padaku. Dia senyum-senyum sendiri ketika berada di depanku.

"Pegel, yah?" tanyanya ketika melihatku ingin menurunkan tangan yang terhormat.

"Ini semua gara-gara Lo," timpalku.

"Lah, kenapa gara-gara gue, gue gak ngelakuin apa-apa."

Aku mengepalkan tangan kiriku, rasanya hatiku juga ikut panas seiring teriknya matahari.

"Lo tuh, hantu atau manusia sih, gampang banget datang ngilangnya, hah!" teriakku mengeluarkan emosi.

Laki-laki itu malah mendengus. "Ternyata gue bakal punya temen kayaknya."

"Maksud Lo?"

Laki-laki itu mengulurkan tangannya. "Kenalin gue  Gandum."

Aku menurunkan tanganku, lalu menggenggam ujung khimarku dan mengempaskannya kepada tangan laki-laki itu.

"Apaan, sih. Bukan mahram tahu," ucapku ketus.

Laki-laki itu menggaruk tengkuknya. "Oh, oke oke."

Aku mengamatinya dari atas sampai bawah, jujur aku merasakan hal yang berbeda pada laki-laki ini. Terasa hal yang sangat berbeda dari manusia kebanyakan. Di lihat dari wajah dia normal-normal saja, hanya saja kakinya terlihat sedikit bengkok.

"Jadi, Lo mau 'kan jadi temen gue?" tanya tiba-tiba.

Aku menaikkan sebelah alis, aku bingung ada apa dengan laki-laki ini dan memiliki nama yang sangat aneh, Gandum katanya?

"Nama Lo Nashita 'kan? Gue tahu dari guru matematika tadi," sambungnya lagi. "Mau 'kan?"

Aku mendengus. "Gak, gue gak mau punya temen yang suka ngintip cewek ganti baju," balasku.

"Gue gak akan ngintip lagi, beneran. Asal Lo mau jadi temen gue dan bantuin gue."

Sepertinya Gandum tidak memiliki teman, dia akan melakukan apapun asal aku menjadi temannya.

"Nashita, turun hukuman kamu selesai!" teriak Bu Rahmi dari ambang pintu.

Akhirnya tubuhku ini bisa istirahat juga, aku langsung berlari tanpa berkata lagi kepada Gandum. Aneh sekali dia memiliki nama Gandum.

***

Waktunya pulang sekolah, aku segera bergegas pergi Karena aku harus membereskan barang-barangku untuk pindahan. Kami akan pindah rumah karena papaku akan bekerja di universitas kota ini. papaku seorang dosen pendidikan agama Islam dia resign dari kampus sebelumnya dan memutuskan untuk mengajar universitas Al-Faraz.

Sebenarnya aku belum pernah melihat rumah baru kami, maka dari itu aku antusias untuk segera menempati rumah baru, kata mamaku rumah itu besar dan bagus, walaupun rumah itu sudah ditinggalkan tiga tahun yang lalu.

Aku turun dari angkutan umum yang berhenti tepat di depan rumahku, ternyata satu mobil pick up sudah ada di sana dan beberapa orang sedang susah payah mengangkat lemari yang cukup besar.

"Pah, mau berangkat sekarang?" tanyaku tiba-tiba.

Papa menoleh padaku yang sedang mengatur orang yang akan mengangkat lemari. "Wa'alaikumus salam ...."

Aku lupa tidak ucap salam, otakku ini terkadang macet. "Assalamu'alaikum ..." Aku terkekeh.

Papa mengusap puncak kepalaku yang berbalut kerudung. "Iya, kita berangkat sekarang, kalau besok nanggung, kita berangkat sekarang saja."

Aku cemberut. "Kenapa tiba-tiba, terus barang-barang aku?"

"Sana, mama kamu lagi beresin."

Aku segera berlari ke kamarku dan mendapati Mama yang sedang mengemas semua bukuku. "Mama kenapa ganggu barang pribadi aku!" sergahku.

Mama melotot padaku. "Kamu, inget yah, kamu keluar dari benda pribadi mama juga."

Aku mencebik, mama memang seperti itu dia selalu bisa saja membuatku mati kutu.

"Ya, udah aku aja yang lanjut beresin."

Tanpa berdebat lagi, Mama membiarkanku membereskan barang-barangku yang sangat banyak ini.

"Ganti dulu bajunya mama gak mau seragam kamu kotor," titahnya.

"Iya, Mama cantik."

"Semangat beres-beresnya," ucap Mama bernada menggoda.

Aku mengembuskan napas, barangku sudah di paking sebagian, ini berarti mama yang membereskan. Aku sedikit merasa bersalah padanya kenapa juga dia harus repot-repot membereskan barangku.

"Heh, Pentol! Nih makan dulu!" teriak seorang pria yang langsung masuk ke kamarku.

"Aih, kakakku ini baik banget, sih," pujiku pada kakak laki-lakiku bernama Nashrul.

"Iya, dong Lo beruntung punya Abang kayak gue," bangganya.

Aku langsung menyambar piring plastik
yang tertutup kain di tangan kakakku.

"Wah, sama apa nih Kak, kok di tutup-tutup."

"Buka aja!" Dia bersandar di dinding.

Aku membuka kain yang menutupi piring itu, sepertinya ini goreng ayam. Perlahan aku membuka penutup itu dan ... Tercium aroma yang sangat kuat dan warna yang sangat gelap, tekstur yang krispi, itu adalah sepotong paha ayam yang terbakar gosong.

"Apaan, sih!" Aku melempar piring plastik itu, sedangkan si Nashrul malah tertawa puas.

Aku memukul-mukul kakak. "Gila, Kakak tergila Lo!"

"Eh, Nash Lo sama daging itu kembaran, yah. Kok sama-sama item!" tawanya.

Aku semakin kuat memukul-mukul kakakku yang lebih tua lima tahun dariku.

"Gila, ayam itu seitem gigi Lo, makanya gosok gigi pake baigon!"

Kakakku masih tertawa puas, lantas aku mendorongnya keluar dari kamarku dan menutup pintu secara kasar, aku mengepal kuat. Kakak durhaka! Bisa-bisanya dia mejahiliku seperti itu.

Walaupun aku sudah mengusirnya dari kamarku, tetap saja dia masih tertawa mengejek bahwa aku hitam. Iya aku akui aku hitam dan jelek, tetapi aku bangga.

Sekarang aku sudah tidak memiliki pretensi lagi untuk membereskan barang-barang pribadiku. Terkadang aku heran kenapa perempuan sangat ingin memiliki kakak laki-laki padahal eksistensinya cukup mengganggu, buktinya tadi aku di jahili. Bahkan Firly dia sangat mengagumi kakakku, Nashrul. Dia bilang kakakku ini ganteng dan baik. Alah, kotoran! Baik dari Hong Kong.

Aku akui, kakakku itu berkulit putih berbeda jauh dariku yang hitam, tapi sedikit manis, sih. Kulit putihnya menurun dari mama. Sedangkan aku, hah aku pun tidak yakin kalau aku anak kandungannya. Bahkan teman dekatku sering meledek bahwa aku anak pungut yang di temukan dari kardus yang diikat pita seperti kado. Memangnya aku hadiah bisa dijadikan kado seperti itu.



TBC

20/12/21<3

Hantu GalauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang