Satu Minggu sudah berlalu, aku masih belum menemukan petunjuk apapun tentang ibunya Gandum. Bukan itu saja aku semakin khawatir kepada Firly, pasalnya satu Minggu ini tidak masuk sekolah, bahkan sekarang di Minggu kedua dia juga tidak sekolah. Aku tahu dia sakit, tapi aku tidak menyangka sakitnya akan separah ini.
"Jadi, setelah uang iuran kalian terkumpul, besok kita harus Berangkat menjenguk Firly," tutur wali kelasku.
Firly dirawat di rumah sakit selama beberapa hari yang lalu, jujur saja aku merasa bersalah padanya. Aku terlalu fokus pada tugasku membantu Gandum hingga lupa teman sendiri yang sedang berjuang melawan rasa sakitnya. Aku benar-benar harus meminta maaf padanya.
Setelah wali kelasku keluar, akhirnya aku dan teman-teman mengumpulkan iuran untuk Firly. Tidak mematok hanya seikhlasnya saja, suasana di kelas berbeda, air muka teman-temanku menyiratkan kekhawatiran dan kesedihan. Firly yang notabenenya seorang yang ceria dan perhatian yang membuat satu kelas riuh karena tingkahnya menghilang begitu saja.
Aku menghembuskan napas berat, semoga Firly sehat kembali dan bisa tertawa dan bermain bersama. Aku juga rindu saat dia menistaku, mengejekku dengan sebutan 'Nashoto', dan perkataan kasarnya.
"Jangan sedih, dia tidak akan merasakan sakit lagi."
Celetuk Gandum yang sekarang menjadi penjaga tak kasat mataku, selama aku mencari tahu dia terus saja mengikutiku kemana pun aku pergi, terkecuali ke toilet, dia akan menunggu di luar. Aku tahu dia sudah melakukan sesuai janjinya untuk tidak mengintip perempuan lagi.
"Dari mana Lo tahu?" bisikku ke arah samping karena aku sadar di kelas ini hanya aku yang bisa melihat Gandum.
"Lo lupa? Gue 'kan hantu," jawabnya.
"Emang hantu bisa meramal, yah?"
"Nashita!" sergah Ratih.
Aku menatap Ratih cengengesan, aku tidak sadar kalau ada Ratih di sebelahku. Apakah dia melihat aku bicara sendiri lagi?
"Cepet ke tempat lo, sebentar lagi hafalan qurdis!" titah Ratih, membuat jantungku berdegup dengan kencang.
Hari yang menegangkan kembali lagi, aku sungguh tersiksa dengan pelajaran ini, sulit untuk mengingat semua hafalan yang diperintahkan oleh guru Al-Quran hadist itu. Tak lama seorang wanita paruh baya masuk ke kelas dengan sorot mata tajamnya, tak lupa dia mengucap salam sebelum masuk kelas.
Dia menyimpan buku-bukunya di meja dengan keras hingga menimbulkan sedikit geprakan. "Selamat test hafalan!"
***
"Nashita, jangan berdiri di depan lagi," peringat Bu Rani.
Bu Rani tahu bahwa aku adalah langganan berdiri di depan karena aku selalu gagal menghafal bacaanku, sebagai hukumannya aku harus menghafal surat yang ditest di depan sambil berdiri. Jujur saja aku tidak akan bisa berkonsentrasi untuk menghafal karena terus dilihat oleh teman sekelas, sekarang aku ada di depan untuk test hafalanku.
Aku berdeham mengkondisikan degup jantungku. "Bismillahirrahmanirrahim ..." Jedaku. "Wallahu akhrojakum ..." jedaku lupa kelanjutannya.
"Mimbutuni," ucap Gandum di sampingku
"Mimbutuni ... Ummahatikum lata' lamuna syaiawwaja 'ala ..." jedaku sambil menatap ke samping seakan meminta bantuan Gandum yang tak akan ada orang lain yang melihatnya.
"Lakumussam'a," ucap Gandum lagi.
"Lakumussam'a ... Wal absooro wal af idata la'alakum tasykurun."
Aku menghembuskan napas lega, akhirnya aku bisa menyelesaikan hafalan ayatnya walaupun dibantu oleh hantu seperti Gandum, selanjutnya aku akan menyebutkan arti dalam ayat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hantu Galau
Novela Juvenil[End] [Complete] #1 teenfintion 21/05/22 #3 teentlit 14/06/22 #1 Dareen 22/06/22 #1 keluarga 07/06/23 #1 ngakak 07/06/23 #1 arwah 07/06/23 #3 tertawa 08/06/23 #3 remaja 08/06/23 Nashita kesulitan menjalankan aktifitas di sekolahnya gara-gara dia bis...