04. Curhatan Para Hantu Goodlooking

818 84 88
                                    

"Hantu Galau emang gitu, kerjaannya cemberut Mulu, kalau gak cemburu beraksi lagi liat manusia di WC," celetuk sosok berambut gondrong itu.

Ingin rasanya aku menyumpal mulutnya dengan sianida, tapi sialnya dia sudah mati dan sekarang dia sudah menjadi arwah penasaran.

"Oh, gue tahu dia galau karena di tolak sama manusia!" kelakarnya dia tertawa akan nasibku.

Aku menatapnya tajam. "Dari pada Lo, pas masih hidup aja Lo di tolak bahkan jadi korban ghosting, makanya Lo jadi hantu luntang-lantung," balasku dengan diikuti tawa.

"Memangnya Lo gak kayak gue?" timpalnya lagi.

Ah, dia berbicara seperti itu membuatku sadar diri. Aku dan dia bernasib sama, mau hidup mau mati tetap saja kita ditakdirkan susah.

"Heh, lu harus sopan sama gue, gue lebih tua dari Lo," ucap lelaki gondrong itu.

"Kenapa gitu? Kita 'kan sama-sama hantu galau," balasku.

"Ya, Lo harus sopan dikitlah, panggil gue kakak atau abang!"

"Eh, Lo yang harusnya ngomong gitu, kan gue yang lebih dulu mati dan bergentayangan di sini, nah Lo kapan mati ... Tiba-tiba ada di sini aja tanpa permisi," balasku.

"Eh, sesama makhluk astral Lo jangan gitu, ya kali gue luntang-lantung di jalanan kan nantinya gue jadi hantu gembel."

Aku kembali duduk di kursi yang berada di gudang ini. Di sekolah ini banyak makhluk sama sepertiku, bahkan banyak hantu yang lebih tragis kematiannya di banding diriku. Aku sangat gelisah, sebenarnya apa penyebab aku mati, siapa orang tuaku, di mana mereka, apakah mereka masih hidup ataukah sama sepertiku?

Aku berharap mereka tidak sama sepertiku menjadi arwah yang masih bergentayangan, jikalau mereka sudah meninggal, setidaknya mereka harus beristirahat dengan tenang. Aku ingin tahu semua hal tentang diriku sendiri, aku kehilangan ingatan setelah menjadi hantu. Namun, satu yang kutahu ada sesuatu di rumahku, aku juga sering ke sana dan bergentayangan juga di sana.

Setelah beberapa tahun kosong, rumah itu akhirnya ada yang membeli, aku harap orang itu bisa menjaga rumahku dan tidak mengubahnya, sebelum aku mengingat kenangan tentang rumah itu.

Si gondrong menepuk pundakku. "Tenang, kita senasib, kita berdua gak tahu penyebab kita mati. Jadi kita berjuang buat cari tahu soal kita semasa hidup, bisa jadi kita melakukan dosa besar semasa hidup hingga kita gak bisa tenang," ucapnya bijak.

Aku menghela napas. "Lo bener, Bang."

"Wis, katanya Lo gak mau manggil gue Abang," celetuknya.

Aku menatap tajam. "Emang, yah cowok emang selalu salah, udah diturutin kemauannya eh, salah lagi. Maunya apa, sih Lo?"

Si gondrong terbahak. "Udah, sih jangan galau terus mening Lo tembak aja si mbak yang duduk di pohon belakang kasian dia masih jomlo, dari pada Lo ngejar manusia itu."

"Bukan itu alasannya, gue harus mikir gimana caranya gue bisa Deket sama, tuh manusia soalnya cuman dia yang bisa nolongin gue dan tentunya dia bisa liat kita!" jelasku.

"Emang Lo mau apa, deketin manusia. Udahlah kasian dia masih hidup jangan sampai dia dalam bahaya gara-gara Lo, gue tahu dia bisa lihat makhluk kayak kita, tapi dia punya waktu yang panjang, biarin dia bebas Lo jangan gangguin dia."

Dia selalu berkata bijak, itulah dia hantu yang sangat dewasa.

"Tapi, ini satu-satunya cara biar gue bisa tahu penyebab gue meninggal dan bisa pergi dengan tenang."

"Tapi, jangan gitu juga, dia kayaknya orang baik. Semua murid-murid di sini pada baik."

"Iya, gue tahu, gue juga alumni sekolah ini dan gue juga termasuk golongan orang baik kayak mereka."

Dia terlihat menyepelekanku. "Hilih, orang baik mana ada ngintip cewek di WC."

Aku menggaruk tengkukku tak gatal. "Ya, mau gimana lagi, kebiasaan itu udah mendarah daging."

"Nah, jangan-jangan karena itu Lo gentayangan, karena Lo banyak salah karena ngintip cewek ganti baju!" celetuknya.

"Sembarangan Lo!" Aku menggigit jari. "Tapi, bisa jadi, sih."

"Nah, loh berarti Lo harus minta maaf ke cewek yang pernah Lo intip."

"Ya, gak bisalah 'kan gue gak tahu siapa aja yang pernah gue intip semasa hidup."

Dia berkacak pinggang sambil mengangguk. "Bener juga," ucapnya. "Tapi tadi kenapa Lo bisa inget kalau Lo alumni sekolah ini?"

"Ya, tahulah dari seragam gue yang sama kayak mereka."

"Mana? Semua seragam SMA kayak gitu, Kenapa Lo yakin Lo alumni sini?"

Aku membuka jaket abu-abuku dan memperlihatkan badge yang menempel di seragamku dan tertera nama sekolah ini.

"Nih, liat bet gue sama kayak mereka." Aku memperlihatkan jelas kepada si gondrong.

Dia melihat badgeku dengan wajah teliti. "Bener juga, yah dan Lo dari kelas 11 IPA 1, bukannya kelas itu jadi di ganti, yah."

"Ya, makanya kelas itu udah ganti jadi kelas 10 IPS 1, dan cewek itu kelasnya di sana, makanya gue sering ke sana dan Lo tahu dia duduk di bangku bekas bangku gue," tuturku.

"Wih, seriusan?" tanyanya seakan tak percaya.

"Asli, makanya Lo liatin gue goda tu cewek!" Aku terkekeh.

"Emang bener kayaknya Lo harus deketin, tuh manusia. Lo ketemu dia mungkin sudah jodohnya."

"Jodoh-jodoh gue udah mati beg*!"

Si gondrong tertawa lagi, dia emang suka usil terhadapku dia selalu menggoda agar aku kesal.

"Maksud gue, mungkin ini jalan buat Lo bisa mengetahui penyebab Lo mati."

Aku mengembuskan napas. Dia sangat benar, aku harus berusaha untuk mengetahui tentang keluargaku, aku tidak mau dijuluki sebagai hantu galau oleh para makhluk astral di sini.

***

Aku Gandum, si hantu galau yang sangat ganteng. Kegantenganku tidak berguna lagi sekarang, Ganteng saja tidak cukup jika sudah berwujud hantu. Aku tidak mau mengeluh akan nasib, bagaimanapun aku harus menerima takdir dengan ikhlas.

Sekarang aku kembali ke rumah, tempatku tinggal semasa hidup. Jujur saja walaupun aku bergentayangan di sini aku masih tidak ingat kejadian yang pernah aku alami, ya ... Sedikit sih, aku ingat kamarku dan ruangan rahasiaku. Di sana banyak benda kesayangan yang aku simpan di sana.

Aku berharap tidak ada seorang pun yang mengganggu benda milikku, kecuali orang yang kupercaya, tetapi tunggu! Kenapa rumahku ramai.

Pasti keluarga ini yang membeli rumahku, lalu aku masuk ke dalam rumah melihat-lihat isinya yang lumayan bersih dan nampak seperti rumah yang baru dibangun.

Terdengar tawa perempuan, suara itu berasal dari ruangan bekas kamarku, lantas aku naik ke lantai atas dan masuk ke kamar menembus pintu.

Tiga orang gadis berseragam SMA, satu orang sibuk mengetik di laptop, sedangkan dua orang lagi malah asik berselfi. Bahkan mereka tidak peduli dengan barang-barang mereka yang berserakan, tapi tunggu aku harus bersembunyi.

Aku bersembunyi di balik lemari karena jika aku berdiri di ambang pintu, pasti perempuan itu melihatku. Ya, salah satu di antara mereka bisa melihat makhluk astral sepertiku ya itu Nashita Barkat.



TBC

06/01/22<3

Hantu GalauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang