10. Kita Temenan

461 67 41
                                    

"Ratih."

"Ratih!"

Terlihat Ratih tersentak kala aku memanggilnya dengan keras, lantas dia menatapku dengan sengit.

"Apaan, sih, aku punya telinga. Masih bisa denger," ucapnya.

"Lagian dari tadi dipanggil juga, gak nyaut-nyaut," ucapku sedikit kesal.

"Oke, terus mau apa?" tanya Ratih ketus.

Aku menyenggol tangan Ratih yang berjalan beriringan denganku. "Sekarang, 'kan ada MTK, aku gak ngerjain PR-nya. Jadi--"

"Minta nyontek," potong Ratih. "To The point aja."

Aku mencebik, dia sangat peka sekaligus menyebalkan. Kenapa aku bisa-bisanya berteman dengan orang yang judes abis! Walau begitu dia tetap akan memberiku contekan tanpa imbalan. Memang baik hati dan sombong temanku ini.

"Jadi, boleh 'kan?" tanyaku.

Ratih memutar bola mata malas, dia merogoh sesuatu di tasnya, kemudian mengeluarkan sebuah buku dan memberikannya padaku. Buku itu tertera tulisan matematika. Ah, Ratih memang sangat baik, biasanya murid pintar sulit kalau mau diminta contekkan.

Aku tersenyum sumringah. "Makasih Ratih, sayang!" aku mencium pipi Ratih yang terhalang khimarnya.

Ratih mendorongku menjauh, dia terlihat ogah-ogahan saat aku cium. "Geli Nashita! Gue masih suka kaum bernaga," sengitnya.

Aku tidak peduli, itu adalah tanda terima kasihku. Beberapa langkah lagi kami akan masuk kelas, tetapi saat masuk kelas terlihat semua murid berkumpul di satu bangku. Mereka seperti membicarakan sesuatu, dari segerombolan itu suara Firly yang paling heboh.

Aku bergabung ke sana dan berdempet-dempetan di sana agar aku berada di tengah-tengah untuk bisa mendengar apa yang terjadi.

"Ngegosip apa ini?" tanyaku setelah bersusah payah menembus gerombolan manusia.

"Yaelah! Lo ketinggalan berita," ledek Salman teman sekelasku.

"Berita apa?" tanyaku planga-plongo.

"Lo tahu gak, pekerja yang suka bersih-bersih di sini?" tanya Salman lagi.

Aku mengangguk antusias. "Tahu, tahu."

"Kemarin salah satu dari mereka ada yang kesurupan."

Aku terbelalak mendengar itu. " Masa, sih. Kok bisa?"

"Iya, Nash. Kemarin dia kesurupan beberapa kali lagi, katanya dia kesurupan pas lagi nyapu di halaman belakang yang ada pohon itu," Hesa menyela.

"Kok, lo tahu?" tanyaku kepada Hesa.

"Tahulah, dia tetangga gue," jawab Hesa.

Semua yang mendengar ber'oh' ria.

"Pas dia kesurupan dia ngomong, gini, saya kesepian, saya ingin teman." Hesa bergidik ngeri.

Seketika tanganku terasa merinding, setiap aku ke halaman belakang memang selalu ada wanita cantik di sana, dia selalu sendirian di pohon, dia selalu menampakkan diri setiap menjelang Maghrib. Aku selalu melihatnya ketika pulang les bahasa Inggris, walau begitu aku harus berpura-pura tidak melihat.

"Apa tugas matematika Kalian sudah selesai?" tanya seseorang.

"Emang sekarang ada MTK?" tanya Firly tanpa sadar.

Brak!

Terdengar seseorang memukul meja. Sontak murid yang bergumul tadi berhamburan kala tahu suara itu ulah guru matematika sendiri. Habis sudah! aku belum sempat menyontek PR matematika Ratih gara-gara bergosip.

Hantu GalauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang