16. Fakta Mengejutkan

449 85 38
                                    

Masalah dengan arwah kakaknya Ratih sudah selesai, tetapi ada satu hal yang membuatku penasaran. Tetang buku diary itu, rasa kepoku meronta-ronta setiap memegang buku itu, nyatanya kesopananku terkalahkan oleh rasa penasaran. Membaca buku diary orang lain yang bersifat pribadi, memang tidak sopan. Apalagi belum diketahui siapa pemilik buku ini.

Aku membaca dua halaman buku itu, tidak ada hal yang aneh. Di sana tertulis bahwa si penulis sangat bahagia dengan kelulusan MTs-nya, walaupun dia tidak mendapat nilai yang tinggi, tidak ada hal yang aneh, mungkin aku belum membaca keseluruhan diary itu. Setelah aku membaca diary itu timbul perasaan bersalah karena tidak sopan membaca buku harian orang lain.

Firly datang membawa beberapa camilan, baru saja sehari dia memiliki tubuh langsing, sekarang dia menjadi lebih berisi lagi karena terlalu banyak makan. Memang benar Firly ini tidak bisa makan sedikit.

"Nah, kita ngemil!" Dia menawariku beberapa cemilan, tapi untuk satu ini aku sangat suka Firly.

"Ly, gue udah bilang jangan makan sembarangan!" sergah Ratih.

"Lo khawatir, yah, sama gue." Firly Menaik turunkan alis.

"Bukan gitu!" Terlihat Ratih geram.

"Udah, sih, ngaku aja kalau lu udah mulai perhatian sama gue." Firly terkekeh.

Ratih tidak menanggapi, dia kembali membaca buku hafalannya karena setelah istirahat ini. Akan ada pelajaran akidah akhlak yang akan test hafalan, sejujurnya aku belum hafal ... Aku tidak bisa menghafal dengan baik, membuatku jadi tidak bersemangat.

"Ratih, Lo udah tahu, 'kan kalau gue bisa liat hantu," ujarku pada Ratih.

Ratih hanya berdeham sebagai balasan.

"Jadi--"

"Apa? Apa yang tadi gue denger?!" Firly memotong ucapanku, aku lupa belum memberi tahu Firly tentang ini. Jika aku menceritakan semuanya apakah dia akan percaya?

Aku menatap Firly, buncah untuk menjelaskannya. Ratih pun menghentikan kegiatan membacanya beralih menatapku dengan sebelah alis terangkat.

"Gue lupa ceritain sama Lo, tapi ... Lo bakal percaya?" tanyaku.

Firly berdecak. "Maksud Lo bisa liat hantu apa? Ngelawak Lo?"

Aku sedikit gemas pada Firly, seakan dia tidak percaya akan kemampuanku. "Ah, gue yakin Lo gak bakal percaya."

"Emang bener?" tanya Firly lagi.

"Bener, emang gue bisa liat hantu." Aku berbisik di hadapan Firly.

Netra Firly beralih pada Ratih. "Lo percaya?"

"Percaya," jawab Ratih singkat.

Aku menatap kagum kepada Ratih, aku apresiasi ucapan Ratih. Dia memang kawan baikku.

"Wah! Orang pinter kayak Lo bisa ketipu juga sama si Nashoto!" Firly tertawa.

"Heh! Firlot! Main ubah nama seenaknya aja!" teriakku tak terima.

"Lo juga sama aja!" timpal Firly.

"Lo yang duluan, yah!" balasku.

"Heh, Ratih jangan percaya sama si Nashoto, dia itu dustah!" Firly mempengaruhi Ratih.

Aku melipat bagian pakaian tangan panjang, bersiap untuk menyerang Firly. Aku tidak terima dengan tuduhan itu!

"Berani, yah, Lo sama gue. Ayo, lawan gue!" ucapku menantang.

"Tangkap aja kalau bisa!" Firly kabur terbirit-birit, tetapi dia malah berlari mengelilingi ruang kelas. "Eh, eh, eh, eh, eh gak kena!" ledeknya dengan nada seperti lagu bang Jono yang dinyanyikan oleh Zaskia Gotik.

"Sini Lo, Firlot!"

"Wlee, beli Nashoto di pinggir jalan pasti enak, nih!"

"Heh! Diem Lo, ye!"

Terdengar suara bel, tanda waktunya masuk kelas. Aku jadi sadar bahwa belum menghafal lagi surat yang akan ditest, aduh mampus! Sudahlah pasrah, aku pasti akan di hukum.

***

Kebetulan sekali, hari ini adalah jadwal les bahasa Inggris. Kesempatan bagiku untuk mencari tahu tentang buku diary itu dengan pemilik bernama Dareen Rasyadi. tidak masalah, sehari ini saja aku bolos les, rasa kepoku semakin bergejolak.

Sekarang aku berada di perpustakaan, beruntung belum terkunci. Aku mencari ke deretan lemari yang menyimpan banyak dokumentasi para alumni sekolah MAN Al-Faraz. Tak butuh waktu lama akhirnya aku menemukan, rak-rak berwarna hitam khusus tempat dokumen terdahulu.

Aku mengembuskan napas, sangat mudah menemukan lemarinya, tetapi aku akan kesulitan jika rak-rak itu sangat banyak. Apakah aku akan mudah menemukan nama Dareen Rasyadi dari ratusan buku-buku photobook. Ah, ini perlu waktu bertahun-tahun, sepertinya!

Oke, baiklah akan kucari sampai dapat!

***

Sudah setengah jam, bahkan waktu les sudah selesai. Namun, aku masih belum menemukan identitas orang yang kucari.

"Oke, gue cari di tahun 2017." Aku mencari setiap rak yang masing-masingnya tertera tahun angkatan setiap siswa. "Dapat!" aku berada di hadapan rak angkatan tahun 2017.

Di setiap satu photobook, diurutkan sesuai huruf depannya. Ini lumayan tidak sulit, asalkan aku tahu si Dareen ini angkatan tahun berapa? Aku membawa photobook dengan tulisan D, aku melihat tidak ada nama Dareen.

"Angkatan tahun berapa dia masuk ke sini?" Aku mulai frustasi.

"Apa ada orang di sana?"

Aku tersentak saat seseorang berteriak. Aku segera berlari ke arah luar.

"Saya di sini, Bu!" teriakku  pada orang yang menjaga perpustakaan.

"Kenapa kamu di sini? Orang lain sudah pulang?"

"Ehh, aku izin di perpus dulu, Bu. Soalnya ada buku yang mau saya cari," imbuhku.

"Oke, saya kasih waktu lima belas menit saja." Dia duduk lagi di tempat penjagaan.

"Iya, Bu." Tanpa buang waktu lagi, aku mencari ke jajaran rak angkatan 2016.

Semua foto siswa di sini, menduduki kelas 10 saja karena mungkin terlalu banyak dokumentasi, akan semakin sulit untuk di cari. Sepertiku sekarang aku malah lebih kesusahan mencari satu nama saja.

Aku menemukan photobook huruf D di rak angkatan 2016, segara meneliti setiap nama yang tertera. Tanpa perlu membuka halaman selanjutnya, akhirnya aku mendapatkan nama yang sedari tadi aku cari Dareen Rasyadi, lahir di Surakarta pada tahun 2000.

Aku terbelalak setelah menatap foto yang ada di sana, seketika tanganku bergetar napasku tercekat. Aku merasa telingaku juga berdenging keras. Menggeleng tak percaya.

Aku menjatuhkan photobook itu tanpa sadar. "Gak! Gak mungkin ..." Lirihku.

Jantungku berdegap dengan kencang. Orang yang selama ini kucari adalah orang yang sudah meninggal dan selama ini aku benar-benar berkomunikasi dengannya. Dareen Rasyadi tak lain adalah ... Gandum.

Aku terduduk, napasku tersenggal-senggal keringat pun bercucuran. Aku merasakan sesak yang tak terkira, lantas berlari keluar dari perpustakaan yang menyesakkan itu. Bahkan aku tidak membalas pertanyaan ibu penjaga perpustakaan karena masih ada waktu sebelum lima belas menit.

Aku berhenti berlari. Tercatak di teras koridor sepi. Tidak ada murid lantaran waktu les sudah selesai, tak terasa air mataku jatuh. Aku merasakan ketakutan, ini diluar dugaan kenapa bisa? Gandum? Buku diary? Dari mana mereka berasal? Aku menutup mataku dengan kedua tangan, menghilangkan semua rasa takutku.

"Gue minta maaf."




TBC

Aku sadar ternyata aku munafik, aku menulis di sini mengharapkan terkenal. Aku terus nyakinin diri, "Tujuan nulis untuk belajar, tujuan nulis untuk pelampiasan ide." Ternyata dalam hati pingin banget ceritaku banyak yang baca, mungkin karena aku manusia pasti ada perasaan seperti itu. Gimana caranya, yah. Buat bodo amat sama perasaan sendiri?



12/05/22<3

Hantu GalauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang