25. Arunika

398 55 32
                                    

Dear cahayaku ...

Hidup penuh belenggu dan gulita, sekonyong-konyong muncul secercah cahaya, hingga cahaya itu membuatku keluar dari kurungan kesengsaraan, terima kasih karena cahaya itu adalah ... kamu. Saat ingatanku kembali, hal yang pertama kali muncul di pikiranku adalah senyummu.

Kamu berhasil memberi warna di kehidupanku, kau adalah sinar di kehidupanku. Aku tahu ditinggalkan secara tiba-tiba sangat menyakitkan bagimu dan bagiku sangat menyakitkan berpisah denganmu. Sekali lagi terima kasih, kau telah memberiku kebahagiaan yang tak pernah kudapatkan.

Sekarang satu-satunya solusi dari masalah ini adalah mengikhlaskan, ikhlaskan kepergianku ... Mulailah hidup yang baru, aku tidak akan marah ketika kau menjalin hubungan dengan lelaki lain ... Selagi itu membuatmu bahagia, aku juga akan ikut bahagia.

Kau sudah memberiku cahaya, tetapi jangan lupa untuk memberi cahaya pada dirimu sendiri. Kau berhak bahagia.

Aku sangat menyayangimu, terima kasih Arunika. Selamat tinggal ...

Salam hangat,

Cakra Andreas

****

Ruangan gelap menemaninya, suara dercikan air hujan mengisi kesunyian. Lampu kelap-kelip terhias di dinding kamar, palaroid tertempel berjejer di sana. Wanita itu terisak setelah membaca surat yang dia dapatkan dari seorang remaja yang tak ia kenal.

Cahayaku

Kata yang membuatnya bahagia berubah menjadi sebutan yang menyedihkan untuknya. Satu tahun sudah berlalu, tetapi Arunika masih belum melupakan Andreas. Kepergiannya tanpa kabar dan tanpa pesan membuatnya frustasi.

Arunika tidak sadar bahwa sedari tadi Andreas berada di sisinya, menemani kesendiriannya. Andreas menyesal jika saja ia tidak pergi, Mungin dia masih ada di samping Arunika. Lelaki itu ingat penyebab dia meninggal.

"Kenapa kamu ninggalin aku?" lirih Arunika masih menatap secarik kertas di tangannya.

"Maaf," ucap Andreas walau tahu tak akan pernah tersampaikan.

"Kenapa?" Arunika menenggelamkan kepalanya.

Andreas mengusap air mata di pipinya, sesak pada dadanya belum juga menghilang. Dia tak berdaya jika melihat Arunika sesakit ini. Andai waktu bisa diputar mundur, dia tak akan melakukan itu. Banyak andai yang tak akan pernah terwujud apa pun yang malah akan berujung sia-sia.

Malam itu, Andreas masih bercengkrama dengan Arunika. Setelah mengantarkan pulang Arunika, Andreas pulang menggunakan motor bertuliskan Ninja di sisi motor tersebut. Saat di perjalanan pulang, dia melihat seorang wanita di ganggu oleh sekelompok pemuda, mereka seperti hendak melecehkan wanita itu.

Dengan perasaan tak tega, lantas Andreas menolong wanita itu dan menghadang para komplotan lelaki itu, dengan susah payah Andreas melawan beberapa laki-laki yang hampir sebaya dengannya. Namun, Andreas kalah jumlah pada akhirnya dia tertusuk senjata tajam dari salah seorang dari mereka. Saat Andreas terkapar, polisi sampai di sana dan menangkap para komplotan itu.

Masih sadar, dia masih bisa melihat seorang wanita mengguncang tubuhnya, pada akhirnya dia juga berhasil menolong wanita malang itu. Dia menatap langit malam penuh dengan bintang-bintang, sekilas terlihat bayang-bayang Arunika dia mengulum senyum, kemudian semuanya gelap dan menghilang.

Isakan Arunika semakin keras, Andreas tahu walau sentuhannya tembus, tetapi dia tidak ingin membuat Arunikanya menangis seperti ini. Waktu pasti akan menyembuhkannya, pasti ada lelaki yang akan membuat cahayanya bahagia. Andreas yakin itu.

***

Malam hari dan hujan, kak Nashrul masih sibuk dengan janda bolongnya. Eh, sepertinya bukan, bunga itu seperti daun, tetapi dengan bentuk yang berbeda. Apa dia membeli bunga lagi? Aku sampai tepuk jidat dengan hoby kak Nashrul ini.

"Kak, beli lagi bunga?"

"O'i," balasnya seakan ke sesama teman.

"Janda bolong yang di situ kemana?" tanyaku menunjuk tempat dimana pernah ada tanaman janda bolong itu.

"Ya, di jual, terus beliin ke bunga ini." Dengan tangan yang masih mengelap helai daun itu, heran harus sekinclong apa, sih! Padahal udah bersih juga.

"Terus yang itu berapa harganya?" tanyaku lagi penasaran.

"Yang, ini lebih murah. Harganya cuman 300 ribu."

"Lah, tumben gak beli yang jutaan?"

"Iyalah, kalau dipikir lagi, sayang beli taneman sekian juta yang akhirnya rusak karena salah rawat, mening uangnya tabungin, beli tanaman sewajarnya aja," jelas kak Nashrul.

Aku mengembuskan napas, cukup lega dengan ucapannya. Sepertinya dia sudah berada di titik kedewasaannya. Daripada mubazir uang lebih baik ditabung buat modal nikah, 'kan!

"Kak, mau nanya," lontarku.

"Apa?"

"Kakak punya temen yang namanya Andreas gak?"

Kak Nashrul menghentikan aktivitasnya, lalu menatapku dengan tatapan yang tak bisa di artikan, lantas dia termenung. Ini membuktikan bahwa bang Andreas memang temannya kak Nashrul.

"Kenapa Lo nanya gitu?"

Aku gelagapan, bodohnya tidak menyiapkan alasan aku menanyakan itu. "I-itu ... Ya, rata-rata cogan namanya itu!" jawabku asal.

Kak Nashrul menatap ke depan, seakan menerawang sesuatu. "Iya, kakak punya temen namanya Andreas."

"Wah, asli? Dia ganteng gak?" tanyaku pura-pura.

"Dia ganteng, ganteng hatinya ... Bahkan saat-saat terakhirnya dia tetap berbuat baik."

"Maksud?"

Kak Nashrul menatapku dengan wajah serius. "Dia udah meninggal satu tahun lalu."

Aku terbelalak, aku harus tetap pura-pura terkejut walaupun sudah tahu ceritanya. Bang Andreas yang menceritakan penyebab dia meninggal. Ceritanya membuatku terharu, mengapa semua  arwah yang kutemui tidak ada meninggal dengan cara bahagia?

"Masa sih, kenapa meninggal?"

"Dia meninggal gara-gara nolong orang lain."

Aku mengangguk, tak bisa mengatakan apa pun pada kak Nashrul. Air mukanya pun seperti menyiratkan kesedihan, sedekat apa sih kak Nashrul dengan bang Andreas?

"Lo tahu? Kita itu sama, tinggi badan hampir sama, rambut sama, jurusan di kampus juga sama, bahkan kita juga suka cewek yang sama," ungkap Kak Nashrul.

Aku terenyak mendengar pengakuan kak Nashrul, seingatnya bang Andreas tidak menceritakan tentang hal ini. Aku menjadi penasaran siapa wanita yang di maksud kak Nashrul? Apakah perempuan yang tadi kutemui?

"Wah? Terus gimana?"

Kak Nashrul tertawa kecil. "Kita berdua berebut satu cewek, gue dan dia sampe musuhan gara-gara itu cewek, tapi ternyata cewek itu lebih memilih si Andreas akhirnya mereka pacaran.

"Gue sih, gak masalah itu pilihan si cewek gue gak boleh maksa. Gimana pun kodrat cewek emang berhak memilih."

Terlihat dari matanya tersirat kesedihan, aku jadi semakin kenal bahwa ternyata kak Nashrul yang usil ini bisa menjadi sadboy begini. Untuk pertama kalinya dia curhat seputar cewek.

"Dia udah, gak ada 'kan. Jadi bisa, dong deketin lagi, secara 'kan dia masih berduka."

"Iya, pinginnya kayak gitu, tapi gue harus ngerti kalau ngelupain seseorang yang dicintai itu gak gampang, apalagi kedatangan gue yang hampir mirip sama Andreas ... Kalau dia butuh gue, tangan gue terbuka buat dia."

"Kalau boleh tahu siapa cewek itu?"

Kak Nashrul menatapku lagi, dengan senyuman. "Namanya ... Arunika."



TBC ...

13/06/22<3

Hantu GalauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang