23. Bahkan Gue Udah Balas Dendam

434 60 37
                                    

"Jalan I love you!" seruku.

"I love you too," celetuk Gandum di sampingku.

Aku menatap Gandum dengan kernyit, jantungku juga ikut-ikutan berdetak kencang.

"Maksud lo?"

"I-iya, 'kan balasan dari I love you adalah i Love you too," timpal Gandum.

Aku memukul Gandum yang sudah diduga akan tembus. "Untung balasannya gak, kita temenan aja, yah." Sembari mengubah nada bicara.

"Bukan itu maksud gue! Butik itu adanya di jalan I love you," lanjutku menjelaskan.

"Oh, gitu ..." Gandum mengangguk-angguk.

"Dan Lo tahu? Jalan ini jauh banget!" sergahku.

"Emang sejauh apa?" tanya Gandum.

"Sejauh kita yang berbeda alam," batinku yang sayangnya tak bisa kuucapkan.

"Jauh Gandum, bisa aja naik angkot tiga kali," jawabku.

"Jangan pake angkotlah, Lo 'kan orang kaya punya mobil atau motor."

"Gak bisa, motor punya kak Nashrul, mobil punya papa!" teriakku kesal ditambah suara klakson kendaraan membuat suaraku harus sedikit keras.

"Minta anterin mereka, kek."

Aku memijat dahiku, cukup pusing dengan perdebatan ini. Bagaimana mungkin aku meminta mereka mengantarku ke sana hanya untuk membantu hantu, jika aku menceritakan yang sesungguhnya pasti papa marah besar.

"Gak bisa, gue pasti di marahin apa lagi ke papa," jelasku penuh penekanan. "Kalau Lo mau, Lo harus tunggu hari Minggu saat gue gak sekolah, biar gue naik kendaraan umum."

Tiba-tiba, seseorang menepuk pundak kiriku, lantas aku menoleh. Orang yang menepuk pundak seorang wanita dewasa berkerudung navi, dia melihatku dengan kerutan di dahi.

"Neng, kenapa?" tanyanya.

Aku gelagapan, mataku terus menatap kiri dan kanan bingung harus menjawab apa. Aku baru sadar telah berteriak-teriak di sisi jalan dimana banyak orang yang berlalu-lalang, seketika rasa maluku kembali.

"Eh, gak, gak apa-apa, kok, Mbak ... Aku permisi."

Aku berjalan menjauhi tempat itu, merutuki diri sendiri yang tak sadar melakukan tindakan yang orang lain akan menganggap gila. Ini semua salah Gandum, dia malah tertawa tanpa merasa bersalah sedikit pun, dasar arwah!

***

Aku pulang malam, sampai di rumah sudah pukul 18.45. setelah membuka pintu ternyata papa sudah menyambutnya dengan pertanyaan mengintimidasi. Hingga akhirnya aku dimarahi karena tidak izin dan pulang tidak sesuai aturan. Ya, ini semua salahku karena tidak bicara sebelumnya.

Setelah beberapa menit aku dimarahi, aku langsung ke kamar dengan kesal dan sedih. Papa ini selalu mengekangku.

"Sorry, yah."

Aku menatap ke luar jendela yang menampilkan langsung halaman samping dimana terdapat bunga-bunga milik kak Nashrul. Halaman itu seperti taman sekarang, bukan hanya tanaman berwarna hijau saja, sekarang ada bunga berbagai warna seperti rose, bunga bakung, melati, dan lainnya.

"Nash," ucap Gandum lagi.

Aku berdeham sebagai balasan.

"Sorry, yah."

Aku menatap Gandum, raut wajahnya terlihat merasa bersalah. Aku menjadi tidak enak membuatnya seperti itu, dia pasti melihat aku yang di marahi habis-habisan oleh papa. Ini juga salahku karena tidak meminta izin terlebih dahulu.

Hantu GalauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang