Untukmu ....
Aku yakin sepucuk surat ini sangat berharga untukmu, walau dengan tulisan yang tiada rapinya sedikitpun. Aku tahu kau sangat sakit bahkan amat sakit, tetapi terima kasih karena sudah kuat. Ibu ... Ikhlaskan aku, aku ingin ibu bahagia. Lupakanlah aku, aku di sini sudah bahagia bersama Ayah. Aku menyesal tidak mengasihimu ketika berusia lanjut, aku menyesal tidak menghabiskan waktu bersama ibu, tetapi tidak perlu khawatir, kita akan bertemu dan membentuk sebuah keluarga ... Ayah, ibu, Ananda dan Amanda di Swargaloka.
Terima kasih dan maaf ...
Salamku: Ratih Ananda.
____
Ratih Amanda
Dari celah pintu yang sedikit terbuka, aku mengintip diam-diam kala seorang wanita paruh baya membaca sebuah surat. Surat yang kutemukan terselip di buku matematika. sadar bahwa surat itu bukan untukku, lantas aku berikan surat itu kepada orang yang dituju, secara diam-diam.
Aku tahu surat itu sangat berharga dan aku juga mendapat pesan dari mimpi, mimpi yang juga berharga. Aku bertemu dengan kakak, dia memakai seragam yang sama seperti terakhir kali, wajahnya mengingatkanku betapa cantiknya dia. Aku kecewa, kenapa ini hanya mimpi?
Dalam mimpi dia selalu berkata maaf dan terima kasih, seharusnya dia datang tidak harus berkata seperti itu. Aku selalu berharap jika dia mengatakan, 'aku akan kembali.' tetapi tidak, aku terlalu berekspektasi tinggi, lalu dia mengatakan, "Jagalah ibu, cuman kamu satu-satunya harapan untuk ibu setelah aku dan ayah pergi." Bukan! Bukan itu yang aku mau. Aku ingin dia kembali dan berbahagia bersama.
"Aku tidak benar-benar pergi, aku selalu dekat denganmu ... Aku selalu berada di hatimu," ucapnya. "Belajar dengan baik, jadilah anak yang berbakti kepada orang tua dan ... Terima kasih sudah menjadi adik yang baik." Dia melepas genggaman tanganku.
Aku tidak bisa menahannya, seakan tanganku dikendalikan sesuatu, agak-agak memberi celah untuk kakak agar bisa pergi. Aku menangis sejadinya. Aku tidak bisa menahannya untuk pergi, kemudian secercah cahaya menyilaukan mataku, kakak pergi dan masuk ke dalam cahaya itu.
"Kak Ananda!" teriakku.
Keringat bercucuran, napasku tak beraturan. Aku bahkan menangis ke dunia nyata. Rasanya seperti bukan mimpi, sesak di dada terbawa sampai aku bangun. Tak lama aku menangis lagi, melihat sekeliling yang ternyata di kamarku sendiri. Jam menunjuk pukul 03.45, segera aku keluar kamar dan memeriksa apakah ibu membaca surat itu? Hingga sekarang aku di sini, masih mengintip ibu yang menangis. dia mengenakan mukena, mungkin berniat untuk shalat tahajud.
Aku sengaja mengendap-endap menyimpan surat itu di alat shalat, tahu bahwa ibu pasti akan sholat tahajud seperti kebiasaanya. Punggungnya bergetar. Ingin sekali aku mendekap dan menenangkannya, tetapi ini bukan saatnya. Ibu mungkin butuh kesendirian, aku mundur beberapa langkah. Baiklah kak, aku akan menjaga ibu dengan baik, terima kasih atas pujianmu kau juga kakak yang terbaik.
***
Nashita Barkat
Pagi yang cerah. setelah turun di halte, aku berjalan kaki beberapa langkah untuk sampai ke sekolah, hati yang tenang. Kali ini aku merasa lega setelah menolong arwah, dengan memaksa kak Nashrul malam itu, akhirnya dia mau membantuku dengan imbalan mengurus tanamannya selama sebulan.
Aku meminta kak Nashrul menjagaku agar tidak terjadi hal yang buruk, aku sengaja membiarkan arwah itu merasukiku dan mengizinkannya menggunakan tubuhku untuk menuliskan surat. setelah sadar, ternyata aku berada di kamar kakak, sedangkan dia tidur di kamarku. Aku sempat protes kenapa aku tidur di sana?
Kak Nashrul malah menjawab, "Dari pada, punggung gue encok gara-gara ngendong Lo, lebih baik tidur di kamar Lo aja."
Ngomongnya itu, loh, lebih tajam dari mulut magos alias emak-emak gosip. Masa iya bakal encok cuman gendong orang ringan dan tipis kembaran pembalut kayak gini. Emang dasar Abang gondrong! Bisa gak, sih, rambutnya cukur biar rada ganteng sedikit.
Selama aku dirasuki arwah kakaknya Ratih, tidak ada terjadi hal-hal yang merepotkan. Kata kakak, arwah ini kayaknya baik dan keliatan kayak cewek beneran, soalnya cara nulisnya anggun sesekali dia mengibas-ngibas lehernya seakan merapihkan rambut panjang, membedakan cara nulisku. Kak Nashrul yakin bahwa aku benar-benar kerasukan. Bahkan saat seperti itu dia masih saja meledekku, secara tidak langsung dia mengatakan bahwa cara menulisku sangat buruk.
Bahkan Kak Nashrul mengatakan, "Kalau aja gue bisa liat hantu, bakal gue tembak, tuh, arwah!" Aku mengutuk-ngutuk dia, memang betul dia buaya! Playboy yang sesungguhnya, bukan cewek berwujud manusia saja yang akan dia kencani, bahkan arwah pun dia sikat!
"Nashita!"
Aku tersentak kala seseorang memanggilku, aku berbalik dan mendapati arwah kakaknya Ratih. Dia berlari padaku sembari tersenyum. Dia seperti manusia, sama seperti aku melihat Gandum, bayangan hitam di sekeliling tubuhnya pun tidak ada.
"Terima kasih," ungkapnya.
Aku mengangguk dan membalas senyumannya, aku tidak bisa berbicara karena aku masih di trotoar di mana banyak orang yang berlalu-lalang, aku akan malu jika seseorang melihatku berbicara sendiri.
"Aku sudah tenang, aku akan pergi! Aku tidak akan mengikuti Hardi lagi ... Ternyata harus sebelas tahun aku mencari bantuan, ternyata orang yang membantuku, kamu Nashita ... Setelah sekian lama, ternyata kamu. Terima kasih, terima kasih sudah membantuku, aku akan pergi!"
Dia berjalan mendahuluiku, aku masih mematung di tengah lalu-lalang orang-orang. Tanpa sadar air mataku menetes tatkala kakaknya Ratih berlari menuju sepercik cahaya.
"Jangan kemana-mana! Aku ingin pergi dengan tersenyum!" teriaknya tanpa peduli sekitar.
Aku beruntung bisa menyaksikan perpisahan ini, untuk pertama kalinya aku membantu arwah. Aku merasakan sesak di dada, merasakan kehilangan seorang kakak. Dia cantik memakai seragam SMA dengan rok hanya sebatas lutut. Bahkan Bagaskara menyambut kepergiannya dengan cerah. Dia sampai pada titik Kilauan, tersenyum dan melambaikan tangan, secercah cahaya itu semakin besar mengerubungi arwah itu dan tak lama dia pergi menghilang.
Bersamaan dengan hilangnya binar, turunlah tetes demi tetes hujan. Aku pun ikut menangis, gerimis ini menyamarkan air mataku, khimarku pun sedikit basah. Namun, aku masih belum berniat untuk segera melangkah ke halaman sekolah. Rasanya aneh, arwah itu bukan keluargaku, tetapi aku seperti merasakan kehilangan keluarga.
Terasa tetesan hujan tidak mengenai kepalaku, aku mendongak ternyata sebuah payung yang melindungiku, aku melihat kepada orang yang Menudungi.
"Gerimis, lama-lama baju Lo basa."
Ratih. Dengan wajah khasnya, baru saja aku mengantarkan kakaknya pergi sekarang adiknya datang membantuku. Aku rasa sekarang, aku menganggap Ratih bukan sekedar sahabat dia selalu membantuku walaupun perawakannya dingin, aku bersyukur memiliki teman yang beragam. Bukan sekedar sahabat yaitu ... Keluarga
"Lo datang dari mana?" tanyaku.
"Ya, dari emak guelah, masa gue datang dari naga bapak!"
Aku tertawa terbahak, sepertinya Ratih tertular virus Firly! Bicaranya itu lawak-lawak garing.
"Lo cocok kayaknya jadi komedoan!" timpalku.
"Komedian, Nashita!"
TBC ...
30/04/22<3
KAMU SEDANG MEMBACA
Hantu Galau
Teen Fiction[End] [Complete] #1 teenfintion 21/05/22 #3 teentlit 14/06/22 #1 Dareen 22/06/22 #1 keluarga 07/06/23 #1 ngakak 07/06/23 #1 arwah 07/06/23 #3 tertawa 08/06/23 #3 remaja 08/06/23 Nashita kesulitan menjalankan aktifitas di sekolahnya gara-gara dia bis...