26. Adik Durjana

391 55 32
                                    

Sekali lagi aku merasakan kebahagiaan, tak kusangka hanya menjadi seorang pengantar pos sementara membuatku lega. Kemarin dengan membuat surat yang ditulis olehku, sesuai kata-kata dari bang Andreas. Jujur saja aku terenyuh dengan kata-kata manis bang Andreas, dia sangat menyayangi kak Arunika.

Aku berjalan di lorong sekolah sambil menatap camilan di tanganku, sari gandum coklat, lantas aku menatap sosok di sampingku. "Dareen, nama lo bagus, kenapa mau disebut Gandum?"

"Karena itu." Gandum menunjukkan arah matanya ke camilan di tanganku.

"Ini?" Aku mengacungkan jajanku. "Maksudnya gimana?"

Dia menghela napas. "Jajanan kesukaan gue sari gandum, jadi semua temen-temen gue menjuluki gue Gandum dan gue suka sebutan itu."

Aku mengangguk, sembari mengunyah biskuit berbahan gandum ini. "Bisa gitu, yah."

"Nashita!" teriak sosok tak kasat mata dari depan.

Di arah halaman belakang dari kejauhan bang Andreas melambaikan tangan padaku dan Gandum, dia melambai seakan menyuruh untuk mendekat. Lantas aku menurut dan pergi ke sana bersama Gandum.

Kita bertiga berkumpul di halaman belakang sekolah. di sini ramai tak sedikit ada yang berbincang bahkan ada yang berlatih bulu tangkis, cuacanya juga sangat mendukung aktivitas mereka, tetapi hanya aku seorang yang bisa melihat bang Andreas dan Gandum.

"Nashita, makasih banyak ... Lo udah bantu gue, sekarang gue gak ada penyesalan lagi. Setelah melihat Arunika, gue rasa cukup. Gue akan pergi dengan tenang."

Aku hanya tersenyum simpul, enggan untuk menjawab karena aku sadar pasti banyak orang yang bisa saja akan melihatku jika berbicara sendiri.

"Dan gue baru tahu ternyata Lo adiknya si Nashrul, jadi gue bakal bahagia kalau abang Lo bisa deket sama Arunika, setidaknya gue mengenal dia, gue ikhlas kalau Arunika bisa deket sama cowok kayak abang Lo."

Kini arah pandang bang Andreas beralih pada Gandum. "Makasih Lo udah nemenin gue, semoga kita bisa ketemu cepat atau lambat."

"Ya, gue harap begitu," jawab Gandum. "Selamat jalan ..."

"Selamat tinggal ..." Bang Andreas mundur, entah berasal dari mana tiba-tiba ada secercah menyilaukan mata.

Di belakang bang Andreas terdapat setitik cahaya kecil, semakin bang Andreas menjauh semakin besar cahaya itu. Bang Andreas melambai dengan senyuman merekah, terlihat dia mengusap pipinya. Dia menangis. Aku pun tak sadar meneteskan bening air mata.

Bang Andreas terus melambaikan tangan, tidak ada orang lain yang bisa melihat perpisahan ini. Hanya aku yang bisa, terdengar juga suara isakan dari Gandum. Hingga perlahan, bang Andreas berlari dan masuk ke dalam cahaya itu, matahari bersinar dengan cerah, seketika cahaya hilang turunlah gerimis dari langit.

Gerimis menyejukkan, mengiringi hilangnya cahaya itu. Suasana itu pernah kualami sebelumnya, saat mengantarkan kak Ratih Ananda. Tak kusangka akan mendapati lagi.

Aku menatap Gandum yang masih mematung, mungkin dia menyadari aku menatapnya, dia balas melihatku.

"Apa?"

"Kapan lo nyusul?" bisikku, lalu berlari meninggalkan Gandum.

"Sialan Lo!" umpatnya.

***

Aku semakin dekat ke kelasku, tetapi saat jarak kelas sudah dekat. Tiba-tiba seseorang menghalangi jalanku, aku menatap pada orang itu. Sepertinya aku mengenalnya, dia adalah anak kelas 12---kapten basket di MAN Al-Faraz, yang kutahu namanya adalah Daris.

Hantu GalauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang