Waktu sudah menunjukan pukul 15.30 sebagian siswa sekolah MAN Al-Faraz sudah pulang, sedangkan aku baru saja akan pulang. Saat keluar kelas Ratih memanggilku.
"Nashita!"
Aku berbalik menatap Ratih, tumben sekali dia memanggil, biasanya dia selalu dingin dan jarang bicara. Namun, melihat raut wajahnya menandakan ada suatu hal yang penting.
"Apa?" tanyaku.
Ratih menghela napas. "Gue mau ngomong." Dia menarik tanganku dan mengajak kembali ke kelas.
"Ada apa, sih, Ratih?" tanyaku sangat penasaran, pasalnya raut wajah Ratih menandakan kecemasan.
"Lo kenapa?" tanya Ratih yang membuatku mengerutkan kening, maksudnya apa?
"Ada apa? Gue gak kenapa-napa?"
Ratih menatapku dengan tatapan yang tak bisa diartikan, apakah aku pernah melakukan kesalahan? Seketika aku merasa cemas.
"Yang maksud Lo tukang pengintip siapa?" tanya Ratih datar.
Aku menepuk jidat. Hampir lupa dulu pernah berjanji pada Ratih bahwa aku akan membawa tukang ngintip itu padanya dan membuktikan bahwa waktu itu aku tidak berbohong, tapi sayangnya aku mungkin tidak akan bisa membuktikan itu karena Gandum sudah berjanji tidak akan mengintip lagi.
"Oh, sorry Ratih gue hampir lupa, gue harus buktiin 'kan kalau waktu itu gue gak bohong." tuturku.
Alis Ratih menyatu, kutebak bahwa dia bingung.
"Nash, gue tanya siapa orang itu?" tanya Ratih sekali lagi.
"Lo belum tahu? Namanya Gandum dari kelas sebelah."
Ratih bergeming, aku tidak tahu apa yang dia pikirkan. Aku harap dia percaya padaku walaupun itu mustahil.
"Kelas mana? Jurusan apa?" tanya Ratih seakan rasa penasarannya itu tidak akan habis.
Aku baru menyadari satu hal, selama ini aku tidak tahu Gandum berasal dari kelas mana dan jurusan apa? bisa jadi dia adalah kakak kelasnya. Aku diam tidak menjawab pertanyaan Ratih.
"Jawab Nash."
Lagi-lagi Ratih menjadikanku seperti tersangka kriminal yang diintrogasi. Dia membuatku bingung, untuk apa juga dia bertanya seperti itu.
"Gu-gue juga gak tahu dia dari kelas mana," jawabku seadanya.
Ratih mengembuskan napas. "Nash lu tahu? Semua orang pada ngomongin Lo."
Aku mengernyit. "Ngomongin kayak gimana?"
"Gue ketemu sama anak IPS 3, bahwa dia ketemu sama Lo di toilet," jelas Ratih.
"Iya, gue tahu dan gue ketemu sama tiga orang kelas itu."
"Dan Lo tahu, apa yang mereka bilang." Ratih menghela napas. "Mereka liat Lo ngomong sendiri, sambil marah-marah gak jelas."
"Ratih, mungkin mereka gak liat ketika gue ngobrol sama tukang ngintip itu, mungkin mereka liat pas orang itu udah pergi," jelasku lagipula tidak mungkin aku bicara sendiri jelas-jelas Gandum bersamaku.
Ratih memegang kedua pundakku dan menghadap padanya. "Nash, saat Lo teriak mereka otomatis keluar dari WC itu dan ngeliat Lo lagi mukul-mukul udara yang gak keliatan apapun, mereka juga dengerin Lo ngomong mau lapor ke BK, itu gak jelas banget."
Seketika bulu kudukku meremang, jantungku berdegup lebih kencang. "Ra-ratih, gue gak mungkin mukul udara? Gue mukul seseorang di sana dan gue gak sadar mereka liat gue."
"Selain itu, gue pernah liat dengan mata kepala gue, Lo ngomong sendiri Nash. Bahkan bukan gue aja semua orang yang ada di sana juga sama," jelas Ratih.
Aku mundur satu langkah dari Ratih, tiba-tiba perasaanku tidak enak.
"Lo tahu, beberapa hari yang lalu ... Lo berteriak di lorong, lalu Lo ngomong sendiri, gak lama dari itu lo pergi dari sana ke lorong di mana ada kelas-kelas yang belum ke isi. Gue ngikutin Lo ... Dan apa yang gue liat?" Ratih menjeda ucapannya. "Lo ngomong sendiri, Nash."
Aku membisu. Bagaimana bisa? Saat itu aku diajak oleh Gandum. Tiba-tiba saja suasana kelas semakin sunyi hanya aku dan Ratih di kelas ini dan ditambah cuaca mendung, menambah kesan mencekam.
"Ratih, Lo serius?" tanyaku tak percaya.
"Kapan gue gak serius?" jawab Ratih tanpa ragu.
Memang benar, aku tidak bisa meragukan Ratih. Dia tidak pernah berbicara panjang lebar seperti ini kalau membicarakan hal yang tidak penting, seketika aku merasakan sesuatu yang berbeda.
Terlihat Ratih planga-plongo dengan raut wajah mulai takut, kemudian dia mengusap tangannya Ratih juga merasakan dingin.
"Nash, kayaknya mau hujan." Ratih melihat-lihat keluar.
Aku tahu Ratih akan takut, pasalnya dia tidak mengalami hal ini, bahkan walaupun aku sering mengalami hal mencekam rasa takutku masih ada seperti sekarang. Aku merasakan kehadirannya.
Brak!
Aku menatap ke sumber suara. Di belakang, salah satu kursi yang berada rapi di atas meja tiba-tiba terjatuh. Tidak ada angin, tidak ada seorangpun yang menjatuhkan kursi itu. Sontak Ratih memegang tanganku dengan gemetar.
"Nash, kita pulang," lirih Ratih dengan wajah gelisah.
Aku menelan salivaku susah payah merasa parno juga. Aku masih menatap kursi yang terjatuh itu, aku bisa melihat sosok yang selalu mengikuti pak Hardi, anak SMA dengan rambut yang terurai, kali ini dia tidak menyeramkan seperti beberapa waktu lalu, dia terlihat seperti anak SMA biasa, tetapi dia memiliki aura yang berbeda, dan dia sedang menatap padaku.
Aku menarik Ratih keluar dari kelas, aku juga khawatir takut Ratih pingsan gara-gara aku yang terus saja berdiam diri. Tangan Ratih juga terasa dingin. Sambil berlari melewati tiap lorong yang sunyi dan remang-remang. Ditambah hujan deras dan juga petir. Aku mencoba melihat ke belakang dan terlihat dari kejauhan sosok wanita berseragam itu berada di depan pintu kelas sambil menatap kepergian kami ... Dan tersenyum, menampakkan giginya.
***
Aku sampai di rumahn dengan basah kuyup, ini semua gara-gara kak Nashrul, dia menjemputku dengan motor padahal aku ingin dijemput oleh ayah agar menggunakan mobil dan bisa mengajak Ratih pulang juga. Terpaksa aku meninggalkan Ratih, Untung saja dia mengerti dan lebih memilih menunggu jemputannya.
Aku menyimpan tas di meja belajar, netraku menangkap sebuah buku diary yang kutemukan beberapa hari yang lalu, buku yang usang dan belum pernah kujamah. Dengan penasaran aku membawa buku itu dan duduk di sisi ranjang.
Aku harus tahu buku ini milik siapa. Pasti ada tertera nama di sana. Kubuka halaman pertama buku itu, di balik cover buku itu tertulis sebuah nama dan identitas si penulis.
"Dareen Rasyadi," gumamku
Sekarang aku tahu, buku ini milik orang bernama Dareen. Namun, setelah kuingat-ingat belum pernah mendengar atau berteman dengan orang ini, bahkan di kelasku tidak ada orang bernama Dareen, tetapi di sini juga tertera bahwa dia sekolah di MAN Al-Faraz---tempatku menimba ilmu.
Tunggu-tunggu, dia lahir pada tahun 2000, sedangkan sekarang tahun 2021. Berarti sekarang umurnya kurang lebih 21 tahun.
"Harusnya, Dareen ini udah lulus, dong."
TBC
07/04/22<3
![](https://img.wattpad.com/cover/294168857-288-k577756.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hantu Galau
Teen Fiction[End] [Complete] #1 teenfintion 21/05/22 #3 teentlit 14/06/22 #1 Dareen 22/06/22 #1 keluarga 07/06/23 #1 ngakak 07/06/23 #1 arwah 07/06/23 #3 tertawa 08/06/23 #3 remaja 08/06/23 Nashita kesulitan menjalankan aktifitas di sekolahnya gara-gara dia bis...