Aku melepas rangkulan kak Nashrul dari leherku saat berada di luar, dia menyeretku keluar kafe itu membuat kita menjadi pusat perhatian pengunjung di sana. Aku merasa seakan menjadi adik yang bandel, dasar kakak durhaka!
"Kenapa lo bisa deket sama dia?"
Aku mengedikkan bahu. "Ya, gak tahu, kok tanya saya, saya 'kan ikan."
Kak Nashrul mengusap wajahnya kasar. "Nashita gue serius." Tatapannya berubah dingin.
"Ah! Pasti Kak Aru, 'kan yang kemarin Kakak ceritain." Aku tertawa terbahak.
Kak Nashrul menyumpal mulutku, sehingga tawaku tertahan. Dia terlihat panik. "Eh, jangan malu-maluin!"
Aku mengempas tangan kak Nashrul yang bau masakan rendang. "Kak, kak Aru yang ngajak nongkrong duluan," timpalku.
"Terus apa maksud lo ngomong kayak gitu?"
Aku tahu ucapanku barusan membuat kak Nashrul salah tingkah dan jengah, aku tahu! Aku sengaja, sekali-sekalilah ngusulin si kang janda bolong. Aku menahan tawa melihat raut wajah frustasi kak Nashrul.
"Ya, itu ..." Aku menggaruk tengkuk yang tak gatal, kemudian cengengesan.
"Awas jangan kayak gitu lagi," peringat kak Nashrul.
Aku mengangguk patuh, walaupun dalam hati akan kulakukan lagi agar bisa membuat kak Nashrul salah tingkah.
"Kak, kenapa sih, setiap ketemu selalu aja ngajak pulang, padahal tadi sayang jus traktiran kak Aru belum habis!" omelku kala kak Nashrul mengajakku untuk pulang.
"Emang ini waktunya pulang, 'kan. Ini tugas gue jadi ojeg Lo!"
"Tapi kasian kak Aru sendirian."
Kak Nashrul berdecak. "Cepet naik atau gue tinggal lo di sini?"
Mau tak mau aku tetap menurut, segera memakai helm. Sebelum itu, aku berbalik melihat kak Aru yang ternyata sedari tadi melihat kerusuhanku dengan kak Nashrul, aku tersenyum padanya sebagai ucapan perpisahan, kemudian naik ke motor kak Nashrul.
***
Hari-hari telah berganti, akhirnya hari Minggu dimana aku harus menepati janjiku kepada Gandum. Aku harus ke tempat butik yang bernama 'Silvia Mangata Colection' yang berada di jalan i love you. Aku heran kenapa jalan itu dinamai i love you alih-alih nama para pahlawan.
Aku menaiki sebuah angkot, sebenarnya bisa saja meminjam motor milik kak Nashrul. Namun, aku belum memiliki SIM dan umurku belum cukup mengendarai motor ke jalan raya, sedangkan minta antar papa, aku rasa bukan ide yang bagus dengan beralasan belanja ke butik itu tidak masuk akal, bisa saja ayah mengatakan, "Beli aja di toko terdekat."
Jadilah terpaksa aku harus pergi mengunakan kendaraan umum, sejujurnya ini sangat nekat sekali bagiku pasalnya aku anak yang dijaga ketat. Makanya aku izin pada ibu untuk bermain, tidak berbohong. Aku mengatakan bermain bersama teman walaupun tidak menyebutkan teman arwah. Ibu tidak terlalu mengekangku, sepertinya dia mengerti bahwa terlalu mengekang juga tidak baik.
Setelah beberapa lama naik angkutan umum, aku kembali naik bus mini. Agar bisa sekalian sampai di tempat tujuan ketimbang harus naik angkutan umum dua kali lagi. Setelah menaiki bus aku memilih duduk di belakang karena kursi yang kupilih ternyata ada yang menduduki.
"Nash," ucap Gandum di sebelahku.
Aku menatap pada Gandum tanpa membuat orang lain menyadari bahwa aku bicara sendiri.
"Itu, bukan orang." Gandum menunjuk dengan ekor matanya.
Ternyata kursi yang barusan ingin kududuki ternyata kosong, yang kulihat tadi adalah arwah, yang sekali lagi aku tertipu. Arwah itu seorang ibu-ibu dia menatapku tanpa henti, sepertinya dia tahu bahwa aku bisa melihat hantu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hantu Galau
Novela Juvenil[End] [Complete] #1 teenfintion 21/05/22 #3 teentlit 14/06/22 #1 Dareen 22/06/22 #1 keluarga 07/06/23 #1 ngakak 07/06/23 #1 arwah 07/06/23 #3 tertawa 08/06/23 #3 remaja 08/06/23 Nashita kesulitan menjalankan aktifitas di sekolahnya gara-gara dia bis...