CHAPTER 55

552 31 1
                                    

Siang ini Anya sedang duduk di kantin dengan Dona, tidak lebih ke Dona yang duduk sendiri karena Anya sibuk dengan kotak persegi panjang ditangannya.

"Di cuekin gue." Ucap Dona.

Anya sedang menatap layar gawai yang menampilkan grup obrolan itu, ia ingin mengundang Vino dan Dion dari pada harus menghubungi satu persatu. Wajah Anya berubah pias teringat akan Reza juga ikut serta dalam grup obrolan tersebut.

Pikiran Anya teralihkan saat seseorang meletakkan semangkuk es krim dimeja miliknya lalu pergi begitu saja, walau seperti itu ia tau bahwa orang itu adalah dia, Reza Rahadian.

"Dih siapa si dia ganggu aja, nyampah tau nggak!" Ucap Dona lalu membuang es krim tadi. Dona tentu melihat bahwa dia adalah Reza namun kebenciannya juga tidak bisa dipungkiri adanya.

Melihat wajah Anya yang berubah drastis dari pada tadi membuatnya kebingungan.

"Nya? Lo nggak papa kan?" Tanya Dona.

Anya tersenyum mengangguk.

Cukup lama Anya terdiam, melihatnya Dona tau ada yang akan dikatakan oleh sahabatnya itu.

"Ada apa? Katakan saja."

"Apa aku juga harus mengundangnya?" Tanya Anya.

"Siapa? Orang tadi? Si brengsek itu?!" Seru Dona membuat kantin yang ramai langsung sepi.

"Kecilin suara lo!" Lirih Anya.

"Lagian lo sih, gak usah udah bikin kacau aja. Gue tau dia sahabat lo dari dulu tapi yang di lakuin dia Nya bener-bener keterlaluan gue juga ikut jijik kalo lihat muka dia." Ucap Dona.

Anya nampak berfikir, apa yang dikatakan Dona ana benarnya juga tapi begitu mengganjal rasanya.

***

Karena harus menemui salah satu dosen pembimbing Dona harus pulang lebih lama dari yang lain. Sekarang ia sedang berjalan melewati lorong menuju tempat parkir karena hari ini dia membawa mobil sendiri.

"Haduhh sampe panas telinga gue!" Ucap Dona sambil menggosok telinganya.

"Woi Dona! Cepetan!" Seru Anya yang melambai dari pintu mobil Dona.

"Lah ngapain tu anak!"

Dona langsung saja menyusul Anya lalu masuk kedalam mobil.

"Ikut sampai rumah ya Dona cantik." Ucap Anya dengan mata yang terus dikedipkan.

"Dih Jangan gitu nya serem, takut gue." Ucap Dona.

"Sialan!". Ucap Anya lalu memukul bahu Dona.

Suara tawa Dona terdengar didalam mobil merah yang mulai keluar dari area kampus.

Sepanjang perjalanan Dona menceritakan apa yang terjadi padanya di ruang dosen tadi, wajahnya memerah dan penuh dendam yang mendalam, sudah pasti itu bukanlah peristiwa yang baik.

Anya hanya diam mendengarkan semua celotehan sahabatnya itu dengan terus manggut-manggut dan sedikit tertawa saat Dona menceritakan hal mengerikan untuknya namun malah lucu bagi Anya, beruntung ia bertemu dengan seorang teman seperti Dona waktu MOS dulu, Jika bukan Dona dulu yang menghampiri Anya.

Tidak lama sampailah mereka di halaman rumah Anya yang semakin ramai saja orang berlalu lalang ada juga yang sedang diatas tangga memasang dekorasi menggantung di depan pintu.

Dona melihat sekeliling, "rame bener rumah kek pengungsian,"

"Udah ayo masuk." Ajak Anya.

Didalam sudah ada Abim yang ikut mengawasi semua orang dan mengatur segalanya, bi Sri sedang didapur untuk menyiapkan makan malam.

"Bi ini Anya bawain bantuan satu nih!" Seru Anya yang langsung mendapat pukulan ringan di bahunya.

"Jahat banget astagfirullah." Tajam Dona.

Anya terkekeh geli sampai Abim menghampiri mereka berdua.

"Bersih-bersih dulu gih ke kamar sekalian Dona diajak, nanti kalo makan malam udah siap biar bang Abim panggil." Ucap Abim sambil mengelus puncak kepala Anya lalu beralih tersenyum kearah Dona yang sedari tadi memperhatikan keakraban kakak beradik itu.

"Iya bang."

Sampai di kamar Dona langsung membanting tubuhnya diatas kasur dengan motif awan berwarna biru tanpa malu.

"Ahhh nyamannya." Ucap Dona

"Nginep aja Don nemenin gue sekalian bantuin besok mau bagiin undangan di kampus." Pinta Anya sambil melepaskan sepatunya.

"Boleh juga, gue bisa puas tu mandangin bang Abim."

"Iya terserah lo, gue kasih jempol lima kalo sampe lo bisa lelehin sifat bang Abim selain gue." Tantang Anya sambil berjalan menuju kamar mandi, masih terdengar suara tawa dibelakang setelah pintu kamar mandi tertutup.

"Oke siapa takut!". Seru Dona.

.

.

.

"Dona!! Lo mandi apa mancing lama banget, kebelet ni gue cepetan!!!" Seru Anya sambil terus menggedor pintu berwarna putih itu.

Akhirnya Dona membuka pintu dan dikagetkan dengan Anya yang langsung saja menerobos bahunya keras lalu mendorongnya agar segera keluar dari kamar mandi kemudian menutup pintu dengan keras.

"Anak setan!". Umpat Dona.

Tidak lama setelah itu suara ketukan terdengar dari arah pintu, tanpa pikir panjang Dona langsung saja membukanya dan betapa terkejutnya ia melihat Abim yang berdiri dengan tatapan sama terkejutnya, Dona baru menyadari bahwa tubuhnya hanya sedang dililit handuk dari dada sampai paha atas. Sontak Dona langsung mundur dan bersembunyi di balik pintu, begitu juga Abim yang sudah kembali dengan wajah datarnya.

"Makan malam sudah siap." Ucap Abim.

"Eh iya bang, sebentar lagi turun." Jawab Dona yang masih dengan wajah merahnya.

Abim langsung saja pergi tanpa berkata apapun lagi, Dona tidak heran karena ia tau perhatian Abim memang hanya untuk adiknya Anya.

Setelah menutup pintu ia segera berjalan ke ruang ganti Anya memilih baju yang ingin ia pakai karena tubuhnya dengan Anya hampir sama hanya beda tinggi saja, Anya lebih tinggi dari Dona.

Setelah berganti pakaian ia bergegas duduk di depan meja rias dan mengeringkan rambutnya, lama sekali Anya di dalam kamar mandi hingga ia selesai mengeringkan rambut dan memberi sedikit sentuhan pada wajahnya.

"Ayo turun udah ditungguin." Ajak Dona yang sudah siap.

Anya menatap Dona dengan seksama dari atas ke bawah lalu dari bawah ke atas dan juga bagian wajahnya yang sedikit terdapat riasan.

"Kenapa? Cantik ya?" Angkuh Dona.

"Dih mau kemana lo? Kondangan?" Tanya Anya.

"Udah ah banyak tanya, ayo turun laper gue!" Ucap Dona langsung menarik tangan Anya untuk mengikutinya.

Di meja sudah ada Handoko dan Abim yang sama-sama diam menunggu.

Lengkungan bibir diwajah Handoko muncul saat melihat Anya dan Dona, "ayo makan sudah ditungguin dari tadi, lihat abangmu sudah mau pingsan saja."

Dona tersenyum lalu duduk bersebrangan dengan Abim.

"Wihh banyak banget om." Ucap Dona saat melihat semua hidangan di meja makan.

"Harus habis ya, ini hukuman buat kamu karena sudah lama nggak main ke rumah om." Gurau Handoko.

Dona tekekeh kecil lalu mengangguk, tanpa sadar Abim memperhatikannya dari awal. Entah apa yang terjadi pandangannya tidak dapat teralihkan pada sahabat adiknya itu.




















Maaf banget baru update karena kemarin gaada kuota, aku langsung update hari ini setelah kuota Kemendikbud masuk😭.

Makasih banget yang udah nungguin aku update, jangan lupa vote dan komen ya biar aku semangat🥺.

Eh lupa follow juga ya♥️.

Uncle BramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang