CHAPTER 44

620 34 1
                                    

Setelah melihat Anya masuk kedalam pandangan Abim kembali tajam kearah Reza didepannya, kepalan tangannya semakin mengeras hingga urat-urat otot terlihat jelas.

"Lo apain Adek gue?". Tanya Abim lalu maju perlahan mendekat.

Reza menundukkan kepalanya, "maafin gue bang". Ucap Reza bergetar.

"Lo apain Adek gue!!!". Seru Abim sambil melayangkan satu pukulan yang tepat mengenai rahang kanan Reza.

Reza terjatuh tak bisa menyeimbangkan tubuhnya, cairan kental berwarna merah keluar dari sudut bibirnya yang robek. Reza kembali berdiri tanpa niat untuk membalas pukulan tadi, ia sadar bahwa dirinya pantas mendapatkannya.

"Lo boleh pukulin gue bang tapi izinin gue ketemu Anya dulu seben...". Belum sempat Reza menyelesaikan ucapannya, Abim kembali memberikan pukulan.

"Berani banget ya Lo!". Abim meraih Krah baju Reza menariknya untuk berdiri hingga Abim terus saja membabi buta memukuli Reza tanpa ampun.

"Brengsek Lo bejattt!!!". Timpal Abim sambil menendang perut Reza, tubuhnya sudah terkapar tak berdaya, wajahnya penuh dengan darah juga lebam membiru.

"Bangun lo! Bangun nggak Lo!!!". Abim kembali meraih krah baju Reza, amarah sudah menguasai dirinya, pikirannya buntu melihat adiknya disakiti oleh pria yang dia percaya bahkan sahabatnya sendiri.

"Berhenti! Dia bisa mati". Ucap Bram yang berdiri di samping gerbang.

Pandangan Abim beralih pada Bram yang berdiri dengan santai sambil melipat tangannya didepan dada lalu berjalan menghampiri mereka.

"Dia udah sakitin Anya uncle! Aku nggak bisa biarin dia!".

"Kalo dia mati, kamu juga akan masuk penjara lalu siapa yang menjaga adikmu lagi?". Tanya Bram.

Abim terdiam lalu mendorong Reza hingga tersungkur di tanah.

Sebenarnya Bram sama marahnya dengan Abim setelah mendengar hal itu dari pak Koko, awalnya ia hanya penasaran mengapa Abim teriak-teriak hingga sampai ke rumahnya.
Mendengar perkataan pak Koko bahwa Anya pulang dengan keadaan kacau membuat pikiran Bram tidak karuan, emosinya sudah terpanjing tapi setelah melihat Reza dipukuli oleh Abim hingga tak berdaya membuatnya lega walau belum puas, mungkin dia akan menghajarnya lagi setelah sembuh nanti.

Tanpa menghiraukan Reza lagi, Bram langsung bergegas menuju kamar Anya. Saat sampai di sana Anya duduk dengan bi Sri sambil terus memeluknya erat.

Mata coklat yang hampa dan teduh itu akhirnya melihat Bram yang berdiri didepan pintu sambil menatapnya cemas.

"Uncle". Lirih Anya lalu mengendurkan pelukannya pada bi Sri.

Bram menghampiri Anya lalu memeluknya dengan erat membuat tangis Anya semakin pecah dalam dekapan hangat itu, ia sangat takut dan merasa terancam sebelum pelukan nyaman dan aman Bram datang padanya.

"Udah ya, uncle ada disini. Dia udah pergi dan nggak akan uncle biarin dia datang lagi". Ucap Bram lembut sambil menepuk punggung rapuh Anya.

"Aku takut uncle, jangan tinggalin aku". Lirih Anya disela Isaknya.

Terlihat Abim yang berdiri diambang pintu melihat pemandangan itu, ia mengurungkan niatnya untuk menghampiri Anya. Mungkin kehadiran Bram memang membuat Anya merasa aman.

Lama sudah mereka berada di posisi tadi, Isak Anya sudah tak terdengar tergantikan oleh deru nafas yang teratur. Bram melepaskan dekapannya, memposisikan Anya di tempat tidurnya lalu menyelimutinya Agar tak merasa kedinginan.

Tangannya membelai lembut rambut coklat Anya, hatinya terus berkecamuk bagai ikut merasakan sakitnya wanita disampingnya.

"Sudah ya, kamu pasti lelah. Good night Anya Anastasya Wijaya". Lirih Bram lalu mengecup kening Anya.

Bram beranjak dari duduknya, ia berniat pergi agar Anya tak terganggu apapun. Bram kembali memperhatikan sekilas Anya yang sudah tertidur dengan mata teduhnya sebelum ia benar-benar menutup pintu.

Saat sedang menuju bawah ia ditabrak oleh Handoko yang baru saja tiba.

"Gimana anak gue?". Tanya Handoko dengan mencengkram kuat bahu Bram dan nafas yang masih terengah-engah.

"Dia udah tidur". Jawab Bram.

Handoko menghela nafas lega, ia yang lagi diluar kota langsung bergegas kembali kerumah setelah Abim memberitahu apa yang terjadi.

"Ini salah gue Bram". Ucap Handoko tertunduk, seketika Isak keluar bersama dengan air mata. Sakit hatinya mendengar anaknya dilecehkan, Abim sudah memberitahu semua pada Handoko setelah Reza membuka mulutnya walau akhirnya ia akan dipukul kembali oleh Abim.

Bram menepuk bahu sahabatnya itu.

"Gue gagal jaga anak gue satu-satunya". Tambahnya.

"Lo nggak gagal Han". Ucap Bram menenangkan.

Handoko memeluk sahabatnya sekarang yang menjadi tempatnya mengadu dan berbagi kesedihannya, mungkin ia salah sudah meragukan Bram untuk Anya dan malah memercayai Reza yang akhirnya malah menyakiti putrinya.

"Udahlah malu udah tua juga cengeng amat". Ucap Bram lalu dibalas pukulan keras yang mengakibatkan panas pada punggungnya.

***

Reza berusaha mengendarai mobilnya dengan sisa tenaga dan kesadaran yang ia miliki, tubuhnya terasa remuk dan penglihatannya memburam, mobilnya sudah sampai di basement apartemen miliknya. Ia membuka pintu dan berjalan terseok-seok berusaha bertahan hingga sampai di apartemen tempat tinggalnya.

Setelah menaiki lift ia sampai didepan apartemen lalu langsung masuk dan disambut oleh kegelapan. Ia terus berjalan hingga sampai di sofa, berusaha menetralkan tubuhnya, dan menyesali perbuatannya dalam kegelapan.

Tangannya memukul keras sandaran sofa.

Bagaimana ia bisa kehilangan kendali dan membuat Anya semakin menjauh darinya, saat ini bahkan Anya sudah tak ingin melihat wajahnya lagi. Rasa sesak menyelimuti dadanya, bayangan saat Anya menangis dan berteriak terus menghantui pikirannya.

"Gue emang cuma bisa bikin Lo sakit nya, maafin gue". Lirih Reza.










Malam Sabtu dari pada menunggu yang tidak pasti mendinh baca capter baru uncle Bram awowkowk...

Eh maaf kalo rada gimana soalnya mood aku lagi nggak baik banget apa lagi doi yang malah makin bikin bete😭, eh maaf Malah curhat 🤣.

Huaaa uncle aku juga lagi sedih boleh dong dipeluk juga kayak Anya 😭.

Uncle BramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang