CHAPTER 66

310 14 0
                                    

Semua orang yang sudah berada di ruang makan menatap penuh gairah makanan yang dibawa oleh Anya dan Dona.

Perlahan kebahagian mulai kembali membawa kehangatan, semua orang tampak senang tanpa beban sesekali berbincang dalam makan malam ini.

Reza tersenyum sendu memandang Anya yang duduk di samping Bram dengan sesekali mengelap makanan pada sudut bibir Bram, ia tidak boleh lagi egois pada cintanya yang bertepuk sebelah tangan itu.

"Uhukkk... Uhukkk." Suara batuk Reza membuat semua orang memandang, Dion yang duduk disebelahnya langsung menyodorkan minuman.

"Pelan-pelan aja gue nggak bakal larang lo makan disini lagi, serius amat sampe batuk." Ucap Dion.

Reza hanya tersenyum lalu menyembunyikan tangannya.

"Eh gue ketoilet dulu bentar." Ucap Reza lalu beranjak pergi.

"Sial." Umpat Reza sambil membasuh tangannya yang terdapat bercak merah, sudah lama batuknya mengeluarkan darah namun ia tak ingin menuju rumah sakit hanya sekedar untuk memeriksakannya.

Reza menatap dirinya didepan cermin, pipi yang menirus juga bibirnya yang memucat.

Saat ingin keluar betapa terkejutnya dia melihat Bram yang sudah berdiri didepan pintu, benar dia lupa untuk menutup pintunya.

"Sejak kapan lo disini?!" Tanya Reza.

"Nggak lama." Jawab Bram singkat.

Reza berlalu begitu saja.

"Pergi ke dokter!" Ucap Bram tanpa menoleh lalu masuk ke dalam toilet.

Reza mematung lalu menoleh, ternyata Bram melihat semuanya. Bagaimana jika ia memberitahu semua orang apa yang terjadi.

"Bukan urusan lo." tegas Reza.

***

Dona sudah selesai dengan makannya ia ingin minum namun gelas didepannya kosong. Abim yang sadar akan tingkah Dona langsung menuangkan air sambil melanjutkan obrolannya.

Dona terkejut sambil menatap gelasnya kini terisi penuh, pipinya sudah merah merona sekarang karena apa yang dilakukan oleh kakak sahabatnya itu.

Reza datang dengan Bram dibelakangnya.

"Reza kamu sakit?". Tanya Handoko diikuti yang lain menatap kearah Reza.

"engga om, cuma kurang ion aja mungkin". Jawab Reza berbohong.

Handoko mengangguk mengerti lalu kembali menyantap makanannya.

semuanya berjalan dengan baik, rumah ini begitu hangat dengan tawa riang dan ocehan dari Anya. Handoko tersenyum sendu akhirnya semua kembali seperti semula.

Setelah makan malam, semua orang masih berada dirumah Anya untuk sekedar berbincang kecuali Ibu Bram mengingat kondisinya yang belum sembuh total.

Reza berdiri sambil menyesap rokok ditangannya menikmati langit gelap gulita tanpa bintang tampak suram seperti hidupnya selama ini, tanpa Anya mungkin ia sudah menyerah atas semuanya.

Sebuah tepukan menyadarkannya dalam lamunan, terlihat sosok Bram yang ikut mengepulkan asap ke udara.

"Mau bunuh diri perlahan?". ucap Bram sambil melirik rokok ditangan Reza.

Reza tak bersua lebih memilih kembali menyesap rokok.

"Jagain Anya ya". setelah beberapa saat diam Reza buka suara dengan ekspresi datar tanpa menatap lawan bicaranya. "Gue mungkin ngga bisa hadir di acara pernikahan kalian nanti". sambungnya.

Bram mengangkat alisnya sebelah tanda tak mengerti apa yang dikatakan pria disampingnya itu.

"why?".

Reza mematikan rokoknya lalu menepuk bahu Bram meninggalkannya dengan beribu tanda tanya.

"Nya gue mau pulang, bisa bicara sebentar?". Ucap Reza.

Anya mengangguk "Gue nganterin Reza kedepan dulu". ucapnya pada Dona.

Mereka berdua berjalan beriringan hingga sampai di teras rumah Anya.

"Gue boleh peluk lo?" Tanya Reza, sebenarnya ia sudah tau Anya tidak akan mau atas apa yang dia lakukan dulu.

Anya terdiam sebentar lalu mengangguk, tangannya mengepal untuk tidak mengingat kejadian itu. Melihat ekspresi Reza membuatnya merasa iba, bohong jika Anya tidak merasa ada yang pria ini sembunyikan darinya.

Mata Reza berbinar lalu memeluk erat tubuh kecil sahabatnya itu, perlahan Anya juga membalas dekapan hangat Reza tanpa sadar Reza menitikan buliran bening tanda rindu yang amat mendalam pada sosok sahabatnya.

"Gue sayang sama lo Nya, jaga di lo baik-baik ya. Maafin gue, dan jangan lupa bahagia". Dadanya teramat sesak saat mengatakan hal itu.

Anya menepuk punggung lebar Reza saat merasakan tubuh pemiliknya bergetar.

Reza melepaskan pelukannya menatap wajah Anya yang keheranan, ia tersenyum tulus mengusap pipi Anya.

Entah perasaan seperti apa Anya enggan melepaskan Reza yang akan pulang, seperti ada sesuatu yang mencegahnya.

"Gue pulang dulu ya." Reza melambaikan tangannya lalu masuk kedalam mobil, Anya terpaku membalas lambaikan itu kaku seakan tak rela pria didepannya pergi, perasaanya semakin gusar saat mobil hitam itu melenggang tak terlihat lagi.

Bram menyaksikan apa yang ia lihat dari balkon, memberikan waktu bagi keduanya atas apa yang terjadi beberapa waktu lalu, ia tak begitu egoisnya hingga melarang Anya bersama sahabatnya. Dengan batasan tentunya.

Anya kembali masuk berkumpul diruang tengah bersama yang lain, melihat Bram berada disana Anya lalu mendudukkan dirinya di samping Bram.

"Kenapa?" tanya Bram saat melihat wajah wanitanya itu tampak murung.

"Kok aku ngerasa ada yang beda ya sama Reza, dia nggak kaya biasanya". Jawab Anya.

"Mungkin perasaanmu saja Anya". Bram langsung menggapai tangan Anya sebagai penenang.

"Gimana kalian skripsi nya?" Tanya Handoko pada Dona, dan Anya.

"ya gitulah Om, bukannya skripsinya yang beres malah orangnya yang beres bisa-bisa". eluh Dona.

"Halah itu mah emang lu nya aja yang goblok". ucap Dion sambil menonyor kepala Dona yang langsung dibalas dengan tatapan sinis.

Handoko dan yang lainnya hanya menggelengkan kepala melihatnya.

"Nah mumpung di sini semua ni, aku mau memberitahukan kabar baik untuk kalian semua yang ada di sini". ucap.

semua orang mengalihkan pandangan pada sumber suara.

"Aku besok bakal sidang skripsi!!!". seru Anya.

sepersekian detik semua hening hingga Bram yang ada di samping anya langsung memeluknya diikuti seruan semua orang di ruang termasuk Dona yang syok tak percaya, ia langsung berdiri dan menghampiri sang sahabatnya itu.

Bram melepaskan pelukannya dilanjutkan oleh Dona.

"Demi apaaa??!! Bisa bisanya lo ninggalin gue... tapi jujur gue seneng banget anjir".

"Lepasin woi! lo mau bunuh gue?!" ucap Anya yang tidak kuat dengan pelukan sahabatnya itu.

Seketika Dona langsung mengendurkan pelukannya, "sorry".

Dion yang ikut senang langsung merentangkan tangannya menghadap Abim namun malah di dibalas dengan tatapan yang seolah berkata "Berani sentuh gue, mati lo". begitu kira- kira. otomatis Dipn langsung mengangkat tangannya dengan senyum cengo.

"Wahhh selamat ya anak ayah, akhirnya..." ucap Handoko lalu memeluk Anya.

"Thank you ayah".

Abim ikut berdiri menghampiri sang adik lalu memeluknya juga "Selamat Nya!, sukses ya buat adik abang". Pelukan itu begitu hangat, hatinya meleleh bangga pada adik perempuannya itu.

Malam itu menjadi malam yang begitu hangat dan menyenangkan, Semoga saja selalu seperti ini untuk hal-hal baik ke depannya.

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN YA MAN TEMAN❤️

*mohon koreksi bila ada salah kata dalam penulisan 🙂

thankyou🫶🏻

Uncle BramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang