CHAPTER 67

261 8 0
                                    

Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba juga, Anya sudah sudah berada di dalam ruang sidang skripsi dengan pakaian hitam putihnya duduk didepan layar laptop.

"Ayo Anya lo pasti bisa!" ucapnya sambil menyelaraskan detak jantungnya yang tidak beraturan.

Kedua pria didepan ruangan juga tidak kalah tegangnya.

"Bisa diem ngga si bram! pusing gue liat lo mondar mandir kek setrika aja." tukas Handoko

"Deg deg an gue."

"Udah tenang anak gue pasti lulus." Ucap Handoko dengan angkuh.

.
.
.

Beberapa waktu berlalu Handoko dan Bram masih pada tempatnya hingga suara knock pintu terdengar, menampilkan seorang wanita dengan muka masam.

Handoko dan Bram langsung berkecamuk, banyak sekali tanda tanya di benak mereka namun tidak ada yang berani berbicara.

"Nya gimana?" Tanya Handoko sambil memegang kedua pundak Anya.

Anya murung tak menjawab membuat Handoko dan Bram menduga bahwa ini tidak berjalan dengan baik, namun dalam sepersekian detik wajah Anya langsung berubah menjadi bahagia lalu memeluk ayahnya.

"AKU LULUS YAHHH!!! ANAKMU SARJANA!!".

sontak saja Handoko langsung mengangkat Anya yang dalam pelukannya karena begitu gembira atas pernyataan putrinya tersebut, begitu juga Bram yang ikut memeluk Anya turut bahagia dengan apa yang dikatakan wanita yang ia cintai itu.

"Lepasin." ucap Bram yang langsung merebut Anya kedalam dekapannya.

"Gila ya lo, anak gue!". tukas Handoko tidak terima. "balikin, bukan mukhrim!". tambahnya lalu menarik kembali Anya.

"Ih uncle, ayah apa- apaan sih."

"Calon suami kamu itu resek."

"Ayahmu itu juga resek." balas Bram.

Anya hanya memutar mata malas dengan kelakuan keduanya.

" Ayo pulang dulu kita jajan es krim kesukaan kamu." Ajak Bram.

Mereka bertiga berjalan sejajar dengan Anya di tengah, sedikit berbincang ringan agar tak terlalu sepi.

Setibanya dirumah...

"Abangggg...". Teriak Anya saat melihat Abim masuk kedalam rumah dengan tergesa-gesa setelah diberitahu bahwa adiknya lulus sidang skripsi.

Anya langsung memeluknya begitu juga Abim yang langsung memebalasnya "Selamat ya cumi!". Ucap Abim dengan mengelus pucuk kepala Anya.

"Dia dari tadi nungguin kamu ngga sabar pengen tau reaksi kamu". ucap Handoko

"Abang bangga sama kamu". ucap Abim lalu mencium kening adiknya.

Setelah puas memeluk Abim, Anya melepaskan pelukannya. belum sempat Abim duduk tiba-tiba sebuah teriakan membuat perhatian semua orang teralihkan.

"ANYAAAAA!!!!". Dona berteriak sambil berlari menghampiri Anya, namun belum sempat sampai pada Anya ia malah tersandung oleh kakinya sendiri, sontak dengan sigap Abim yang posisinya lebih dekat dengan Dona langsung menangkapnya hingga posisinya sekarang Dona berada di pelukan Abim.

Netra mereka saling bertemu, suara detak jantung dari keduanya beradu ingin memberontak keluar. Sekarang tidak ada lagi jarak diantara mereka, kedua saling terpaku atas sebuah maha karya tuhan yang sedang di depannya.

"Ehemm". Suara deheman dari Anya menyadarkan mereka. Dona benar-benar kikuk, wajahnya memerah mengingat ia dengan Abim sedekat itu. Tapi tidak dengan Abim yang langsung bisa menyembunyikannya dan kembali dengan wajah datar dan tenang walaupun sebenarnya ia tidak kalah canggung.

Dona langsung memeluk Anya untuk mengalihkan perhatian, "Selamat ya sahabat gueee, jahat banget ninggalin gue".

"Makanya jangan malas-malasan, mau lo kuliah sampe tua". Goda Anya.

"Ih gamau lah, lihat aja ya gue bakal lulus semester depan". ucap Dona percaya diri.

"Eh gila lo ngapain lari Don, cape gue". Ucap Dion yang baru saja sampai dengan nafas yang terengah-engah. "Mau usul buat om Handoko tolong rumahnya dimajuin lagi ini masa pintu sama ruang tamu udah kek sabang sampai merauke jauh banget". tambahnya.

"Yeee pake nyalahin om Handoko, lu nya aja yang lemah". ucap Dona.

Memang benar jika Dion selalu saja bisa membuat semua orang tertawa hanya dengan dia berbicara.

"Eh iya lupa congrats ya Nya." Ucap Dion yang sudah akan memeluk Anya namun langsung di cegah oleh Bram.

"Eh iya lupa ada om."

"Posesif banget si jadi orang aelah." celetuk Handoko

"Apaan si tua bangka diem aja."

"Awas ya lo gak gue restuin lo!"

Semua orang disana lagi-lagi heran dibuat oleh tingkah kedua om-om itu yang selalu saja meributkan hal-hal yang tidak penting.

"Ampun deh engga, restuin ya." ucap Bram sambil menyatukan kedua tangannya memohon.

"Langkahin dulu mayatku!". ucap Handoko berkacak pinggang dengan angkuhnya.

Plak

plak

Sebuah pukulan medarat di punggung keduanya, membuat si empunya meringis aduh.

"Rasain!, udah tua juga berantem mulu," Ketus Anya.

"Aduh sakitnya".

Sebuah suara terdengar memasuki rumah, terlihat Vino, Ratna, juga Lucy yang berada di pangkuan Ratna.

"Auntyyy..." Lucy langsung berhamburan untuk memeluk Anya. "Selamat ya aunty, aku denger dari paman Vino, aunty lulus kuliah." tambahnya.

Anya mencubit gemas hidung mancung lucy yang diturunkan oleh ayahnya itu "Iya lucy makasih ya cantik."

"Selamat ya nak, doa terbaik ibu buat kamu." ucap Ratna.

"Iya bu makasih."

"Gue gausah ngasih selamat deh, udah banyak juga." ucap Vino.

"Ngga rugi juga gue." Jawab Anya.

Vino terkekeh, "Dih canda, Congrats ya calon kakak ipar," Godanya.

Kebahagiaan memenuhi rumah bercat putih itu dengan semua canda riang dari setiap insan yang ada di dalamnya.

Berbeda ditempat lain seorang pria pucat dengan tubuhnya yang kurus tertunduk lesu saat keluar dari ruang dokter dengan kertas ditangannya.

Reza terduduk lemas mendengar ucapan dokter yang masih menggema di telinganya, kertas putih itu ia remas, air mencelos dari matanya yang kosong.

"Kamu mengidap Kanker jantung stadium 4, sebaiknya kamu dirawat di rumah sakit ini."





JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENNYA❤️

Uncle BramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang