.
.
.
.
.
.
.Happy Reading
Aerilyn POV
Aku sedang merebahkan tubuhku diatas kasur kesayanganku. Rasanya sangat lega setelah seharian diriku harus disibukkan dengan pelanggan-pelanggan dicafe yang hari ini entah kenapa sangat banyak sekali.Saat aku tengah asik dengan pikiranku. Tiba-tiba terdengar ribut-ribut dari luar. Aku menghela nafas.
Apa lagi ini tuhan Batinku.
Tok.. Tok...
"Masuk aja, pa."
Kemudian terdengar suara pintu terbuka. Di sana terlihat sosok papa dengan ekspresi yang ku yakini dia sedang marah. Dan dibelakangnya diikuti wanita penyihir itu, ibu tiriku yang dinikahi papaku 1 tahun yang lalu. Bahkan dia tidak cocok menjadi ibuku karna usiaku dan dia hanya terpaut 3 tahun. Terlebih sifatnya juga aku tidak suka, karna dia selalu menghasut papaku agar semakin membenciku.
Setelah kematian mama 3 tahun yang lalu papa membenciku, karna dia mengira aku penyebab kematian mama. Padahal nyatanya tidak, itu murni kecelakaan. Dan ditambah kedatangan wanita itu semakin membuat papa membenciku bahkan sering kali memandangku jijik.
Papa melempar sebuah foto kearahku, aku bangun dari kasur dengan perasaan bingung.
"A-apa itu pa?." Bukannya jawaban yang ku dapat melainkan sebuah tamparan, Ya papa menamparku sangat keras sampai-sampai hampir saja aku tersungkur. Aku memegang pipiku yang ku yakini sekarang pasti memerah.
"KAMU BISA GAK SIH SEHARI AJA JANGAN BIKIN PAPA MALU?!."
"T-tapi salah Lyn apa?."
"PAKE NANYA?! KEMAREN KAMU KE BAR KAN? NGAPAIN?MAU JADI PELACUR?!."
Mendengar itu seakan hantaman bagiku, Bagaimana tidak papaku sendiri yang selalu ku hormati mengataiku seorang pelacur.
Aku menggeleng kuat. "N-ngga pa, Lyn cuma nganterin temen"
"ALASAN! KAMU KALO GAK BISA BANGGAIN PAPA, SETIDAKNYA JANGAN BIKIN MALU PAPA!."
Aku menunduk. "M-maaf pa."
"DASAR ANAK GAK TAU DIUNTUNG, KENAPA KAMU GAK MATI SEKALIAN BARENG MAMA KAMU?."
Aku menatap papa tidak percaya. "KALO LYN MAU JUGA LYN MAUNYA MATI AJA." Satu tamparan mendarat dipipiku lagi.
"BERANI KAMU?!." Amarah papa seakan berada dipuncak kepala. Tiba-tiba dia menarikku. Aku berusaha melepaskannya tapi apalah daya tenagaku tidak cukup kuat untuk melawan papa.
"Mas jangan kek gini ya, Lyn itu masih remaja. Jadi wajar kalo dia nakal." ucap wanita penyihir itu, yang ku yakin dia sedang tersenyum dibelakang sana. Munafik
"Gak Tamara, dia itu harus dikasih pelajaran biar jera." papa menarikku masuk ke kamar mandi. Ya tuhan jangan lagi.
"Jangan pa." Aku terus memohon agar diberi ampun walaupun sepertinya tidak mungkin.
Papa mendorongku hingga aku terbentur kedinding. Aku meringis merasakan kepalaku sakit. Tidak sampai disitu kulihat papa mengambil sapu dan memukulnya kearahku. Aku merasakan ngilu pada sekujur tubuhku.