18

83 36 8
                                    

.
.
.
.
.
.
.

Happy Reading

Flashback

"KAMU GILA?!." Bela menatap marah pada suaminya.

"Bel, tenang dulu." Ucap suaminya sambil mencoba menenangkannya.

Tapi emosinya sudah berada dipuncak kepala.
"GIMANA BISA AKU TENANG? SEMENTARA KAMU MAU JUAL ANAKKU?!."

"Aku gak ngejual Lyn!."

"Aku ngelakuin ini semua demi kebaikan kita!." Lanjutnya.

"Kebaikan? KEBAIKAN APANYA?!."

Bagaskara menarik napas.
"Denger, perusahaan kita lagi dilanda krisis. Sementara cuma ini jalan satu-satunya. Toh Lyn juga gak akan kekurangan disana."

Bela menatap Bagaskara tidak percaya.
"Kamu mau jual anakmu demi perusahaan?."

"Please ngerti, ini perusahan peninggalan papaku. Dan cuma ini cara satu-satunya."

Bela menarik napas.
"Ya udah."

Bagaskara tersenyum.

"Kamu jual aja aku sekalian." Lanjut Bela. Mendengar itu senyuman diwajahnya pudar dan berganti dengan raut marah.

"APA-APAAN."

"Kenapa? Kamu bisa jual anakmu, kenapa istrimu gak?."

"Gak usah aneh-aneh, Bel. Jelas-jelas ada perbedaan besar."

"PERBEDAAN APA?! DIA ANAKMU BAGAS! DARAH DAGINGMU!."

Bagaskara berdecak.
"Aku tidak sudi punya anak yang keterbelakangan."

Mendengar itu Bela menampar suaminya.
"Anakku normal! Kamu yang sakit jiwa!."

Bagaskara memegang pipinya dan menatap istrinya marah.
"APA YANG KAMU HARAPIN DARI ANAK ITU BELA?! DIA GAK AKAN PERNAH BUAT KITA BANGGA!."

"APA RASA BANGGAMU CUMA DIUKUR DARI RANKING DAN NILAI-NILAINYA?!."

"IYA! Kalo dia anakku seharusnya bisa selalu jadi nomor satu!."

"Tapi kamu buat dia tertekan!."

Bagaskara terkekeh.
"Dasarnya anakmu itu memang terlambat berpikir."

Bela menatap Bagaskara tajam.
"Baiklah, jadi dia bukan anakmu kan? Kalo gitu kamu gak punya hak buat ngasih dia kesiapapun."

"Apa-apaan?! Aku sudah sepakat dengan tuan Adiwijaya dan Lyn akan tetap ikut dia!."

Bela tidak habis pikir dengan suaminya ini.
"Gila kamu! Lyn masih SMP Bagas! Gimana kamu bisa berpikir buat ngasih dia kepria berumur 40 tahun?!."

"Aku terpaksa, Bela."

Dia menatap datar suaminya.
"Kamu egois." Ucapnya sambil berjalan pergi meninggalkan Bagaskara.

***

Lyn berlari kedalam rumahnya. Tapi dia mengerutkan kening ketika mendapati suasana rumahnya yang sepi. Alhasil gadis itu berkeliling rumah untuk mencari keberadaan mamanya.

"Mama." Panggilnya karena tidak kunjung menemukan sosok mamanya.

Dia terus mencari hingga keseluruh rumah. Tapi dia tak menemukannya. Bahkan sosok papanya pun tidak terlihat. Akhirnya gadis itu menyerah dan memilih untuk merebahkan dirinya disofa. Dia merasa letih lantaran seharian sekolah. Terlebih lagi cuaca hari ini terasa dua kali lebih panas dari hari sebelumnya.

AERILYN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang