☁️ SELAMAT MEMBACA ☁️
MENGHILANG, itulah hal yang sangat Sheyla Azzura inginkan sekarang. Dia ingin menghilang dari hadapan pria paruh baya yang sejak tadi tidak berhenti mengoceh. Pria yang tidak lain adalah ayahnya sendiri.
Hampir setengah jam sejak kedatangannya, Henry Matteo berhasil membuat telinga dan hati Sheyla terasa panas. Awalnya dia bilang hanya ingin berkunjung, tapi pada kenyataannya dia memiliki tujuan lain.
"Aku benar-benar tidak mengerti apa yang sebenarnya ada dipikiranmu, Sheyla? Umurmu sudah 25 tahun tapi kau tidak berpikir selayaknya orang dewasa!"
Diam dan menundukkan kepala, itulah yang sering dilakukan oleh kebanyakan anak saat sedang dinasehati oleh orangtuanya, tak terkecuali dengan Sheyla. Dia sama sekali tidak mau menatap Ayahnya apalagi menyela ucapannya.
Meski begitu, dalam hati Sheyla tidak berhenti menggerutu. Tangannya juga terkepal erat dan dengan susah payah dia menahan sesuatu yang bergejolak di dalam dirinya. Sesuatu yang kapan saja siap meledak.
"Kalau kau memang tidak bisa mendapatkan pekerjaan. Sebaiknya kau mencari suami saja!"
Setelah puas mengoceh tentang dirinya yang selalu suka bermain-main, selalu menyia-nyiakan waktu dengan hal tidak berguna, tidak berpikir selayaknya orang dewasa dan tidak bisa mendapatkan pekerjaan. Kini sampailah pada topik yang sangat Sheyla benci.
Ingin rasanya Sheyla berteriak pada pria di depannya dan berkata, "Jangankan menikah, berpacaran saja aku tidak pernah!" Namun, pada kenyataannya Sheyla tidak memiliki keberanian untuk melakukan itu.
Alhasil, dia hanya bisa menatap hampa pada Ayahnya. Namun, saat tahu pria itu menatapnya tajam, Sheyla kembali menundukkan kepala. Nyalinya benar-benar menciut saat melihat sorot mata pria itu.
"Selama ini aku selalu menuruti keinginanmu. Aku selalu mendukung apa yang kau inginkan, tapi jika hasilnya begini, aku rasa sudah saatnya kau menurut pada orangtuamu."
Tubuh Sheyla semakin melemas, kepalanya kian menunduk dalam. Dia tahu jika sampai detik ini dirinya belum bisa menjadi seperti apa yang orangtuanya inginkan.
Setelah lulus sekolah orangtuanya tentu berharap Sheyla mendapat pekerjaan yang layak, bisa menjadi orang sukses, menikah dengan lelaki yang dia cintai, memiliki anak lalu hidup dengan bahagia.
Sheyla tentu menginginkan hal yang sama. Dia juga tidak mau terus menyusahkan orangtuanya. Karena itu, dengan dalih ingin hidup mandiri Sheyla memutuskan untuk tinggal di sebuah apartemen dan tak ada yang bisa ayah dan ibunya lakukan selain mendukung hal itu.
Sayangnya, kenyataan tidak seindah dengan apa yang diharapkan. Mendapat pekerjaan yang bagus di zaman sekarang tentu tidaklah mudah. Berulang kali Sheyla melamar di sebuah perusahaan, tapi tidak ada satu pun lamarannya yang diterima.
Sekalinya mendapat pekerjaan, dia hanya menjadi pelayan di kafe atau di toko. Namun, karena Sheyla sering melakukan kesalahan, dengan terpaksa dia harus dipecat.
Mengetahui hal itu, Henry dengan senang hati menawarkan bantuan agar Sheyla bisa bekerja di perusahaannya. Namun, Sheyla yang tidak ingin terus bergantung pada orangtuanya menolak secara halus.
Walau begitu, orangtuanya tetap mendukung apa pun yang Sheyla lakukan. Termasuk saat dirinya memutuskan untuk menjadi seorang penulis, mengingat itulah cita-cita Sheyla sejak kecil.
Waktu terus berjalan, hingga tidak terasa hari berganti menjadi minggu, minggu berganti menjadi bulan, dan bulan berganti menjadi tahun. Namun, tidak ada perkembangan apa pun yang berhasil Sheyla ciptakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE MAN IN THE SKY [END]
FantasyMulanya kehidupan Sheyla Azzura berjalan selayaknya orang normal. Dia juga berusaha menjalani hari-harinya dengan baik. Namun, kehidupan normalnya seketika berubah saat semesta mempertemukannya dengan seorang lelaki aneh yang mengatakan dirinya adal...