🌬️ 37 : Bermalam di atas awan

394 55 3
                                    

☁️ SELAMAT MEMBACA ☁️

SHEYLA memeluk lututnya sembari menatap langit yang dihiasi bulan dan taburan para bintang. Jika biasanya dia hanya menatap langit malam dari balkon, sekarang dia menatapnya sambil duduk di atas awan.

Tak hanya itu, Sheyla juga merasa jika bulan terlihat jauh lebih indah saat dilihat dari tempatnya saat ini. Bintang-bintang yang berkelap-kelip pun terlihat jauh lebih banyak dibandingkan saat dia melihatnya dari balkon.

Seandainya apa yang dia alami malam ini hanyalah sebuah mimpi, Sheyla sangat berharap dia tidak akan pernah terbangun. Namun, jika ini bukan mimpi Sheyla sangat berharap dia bisa mengalami hal ini lagi.

"Awww!" pekik Sheyla saat Gavin tiba-tiba mencubit lengannya.

Bukannya merasa bersalah atau takut saat Sheyla menatapnya tajam, Gavin malah tersenyum geli. "Kalau kau merasa sakit, itu artinya kau tidak sedang bermimpi. Itu yang kupelajari di TV."

Sheyla berdecak. "Lain kali pelajarilah sesuatu yang lebih berguna."

"Seperti apa misalnya?"

Sheyla berpikir sejenak, lalu menjawab, "Membuatku merasa lebih hangat misalnya?"

"Kau kedinginan?"

Sheyla mengangguk pelan. "Sedikit."

"Aku pernah menonton salah satu adegan di TV, di mana seorang lelaki memberikan jaket pada perempuannya yang sedang kedinginan, tapi ..." Gavin menatap tubuh bagian atasnya yang tidak tertutupi apa-apa. "Jangankan jaket, aku bahkan tidak memakai baju sekarang"

Mendengar hal itu tawa Sheyla seketika meledak. Dia bahkan sampai memalingkan wajahnya.

Sebenarnya Gavin tidak tahu apa yang membuat Sheyla sampai tertawa seperti itu, tapi tawa Sheyla yang seakan-akan menular berhasil membuat Gavin juga ikut tertawa.

Setelah tawanya sedikit mereda, Sheyla lantas menatap Gavin lagi. "Lalu bagaimana denganmu? Apa kau tidak kedinginan?"

"Awalnya tidak, tapi entah kenapa saat kau bertanya ... aku jadi merasa sedikit kedinginan," balas Gavin.

"Lagi pula siapa suruh kau melepas bajumu? Apa kau sengaja melakukannya karena ingin memamerkan otot-otot perutmu, hah?"

"Tidak, tidak seperti itu," sanggah Gavin. "Aku melepas baju karena aku rasa baju manusia bumi tidak dirancang untuk manusia bersayap sepertiku. Kalau aku tetap memakainya di saat aku menampakkan sayapku —"

"Bajunya akan rusak," potong Sheyla.

"Ya, begitulah," balas Gavin membuat Sheyla mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti.

Karena Sheyla tidak lagi berbicara dan dia juga sedikit pegal karena terus duduk, Gavin lantas merebahkan tubuhnya. Dia juga melipat salah satu tangannya ke belakang kepala untuk dijadikan bantal.

"Cobalah berbaring, rasanya sungguh nyaman," ujar Gavin.

"Benarkah?"

"Ya, bahkan saking nyamannya aku sering tidur di awan."

"Baiklah," balas Sheyla lalu dia membaringkan tubuhnya di samping Gavin dan benar saja, rasanya hampir sama seperti dia berbaring di atas kasur, tapi lebih lembut dan lebih empuk juga.

"Bagaimana?" tanya Gavin seraya menatap wajah Sheyla di sampingnya.

"Tidak buruk," balas Sheyla sambil tersenyum, membuat Gavin juga ikut tersenyum. "Eum ... bolehkah aku bertanya?"

"Tentu saja."

"Kenapa aku tidak terjatuh? Maksudku, bagaimana bisa aku menginjakkan kaki di atas awan? Padahal aku, kan, tidak sepertimu."

THE MAN IN THE SKY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang